Peluang JK Sudah Lewat
Sabtu 11 April 2009, Jam: 9:29:00
JAKARTA (Pos Kota) – Dari hitung-hitungan politik, peluang Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla (JK) untuk jadi calon presiden sudah tak mungkin. Bahkan untuk jadi wakil presiden dengan berduet kembali dengan Susilo Bambang Yudhono, kans JK sudah lewat.
Pasalnya hasil quick qount (perhitungan cepat) Partai Demokrat (PD) di urutan teratas dan Partai Golkar di urutan ketiga. Kalaupun mampu menyodok PDIP ke urutan kedua, namun perolehan suara Golkar jauh dari memuaskan.
SBY tak mungkin lagi berduet dengan JK hal ini ditegaskan oleh Wakil Ketua Umum Demokrat Ahmad Mubarok . "Pak JK sudah lewat. Pak JK itu mau jadi capres , namun kalau nanti (SBY duet denga JK-red) , kita tidak tahu," kata Mubarok yang ditemui pers di acara syuting diskusi Ring Politik di ANTV, Kamis malam.
Memang hitungan politik itu susah ditebak. Bisa saja untuk menghindari Golkar tidak jadi oposisi, SBY tetap mau menggaet JK atau orang Golkar lainnya.
Soal kabar yang beredar bahwa SBY akan mengambil tokoh dari Golkar untuk mendampinginya, Mubarok menjelaskan sampai kini Demokrat belum memutuskan siapa cawapresnya.
"Memang banyak orang yang bilang, kalau SBY mau besar harus berpasangan dengan Akbar karena akbar artinya besar. Tapi ada juga yang bilang kalau SBY berpasangan dengan Agung Laksono. Tapi kalau SBY mau berkah pasangannya dengan Mubarok, karena mubarok itu artinya berkah," katanya sambil tertawa.
Ketua DPP Partai Golkar, Syamsul Muarif melihat kemungkinan SBY-JK berpasangan lagi tetap ada. Menurutnya, kini tinggal keduanya, apakah mau berpasangan lagi. Apalagi keduanya telah melakukan pertemuan sebelum Pemilu Legislatif.
Memang apa isi pertemuan itu? Syamsul keberatan menceritakannya. "Segala kemungkinan bisa terjadi (duet SBY-JK) dalam politik,termasuk bersatu dengan Mega atau PDIP " papar Syamsul,Kamis malam.
Namun dia memberikan sinyal kalau keputusan politik itu tidak kaku. Ia mengatakan Golkar pada prinsipnya siap kalau Demokrat menempatkan sebagai partai oposisi di parlemen.
Apa pun yang terjadi, kata Syamsul, ada tiga kemungkinan yang akan dilakukan Golkar maju sebagai calon presiden, membangun kekuatan koalisi dan ketiga, maju sebagai wakil presiden bersama PDIP, atau tetap berteman dengan Demokrat karena pintu itu masih terbuka.
Pengamat politik Universitas Indonesia Prof DR Ibramsjah mengatakan, kalau posisi Golkar tetap di bawah Demokrat dalam perolehan suara maka sulit bagi JK untuk bisa mendampingi SBY lagi. Apalagi JK sudah menyatakan diri siap maju sebagai capres. "Kalau JK tetap mendampingi SBY maka orang menilainya lain terhadap dirinya," kata Ibram.
PDIP-GOLKAR
Sekarang ini, kata Ibram yang dihubungi, tadi malam, kalau tetap menghendaki perubahan, dalam arti mengganti SBY, maka Gerindra, PDIP, Golkar, Hanura dan sejumlah partai lain berkoalisi untuk menetapkan capres.
"Saya menilai di kubu perubahan ini orang yang bisa menyaingi SBY adalah Prabowo. Kalau kubu ini menetapkan salah satu dari tiga nama seperti, Mega, JK dan Wiranto maka akan dikalahkan oleh SBY. Kemenangan di pilpres yang menentukan itu figur bukan partai karena itu figur yang bisa mengalahkan SBY di Pilpres nanti adalah Prabowo," papar dia.
Sedangkan Ketua DPP PDIP Effendy Simbolon mengatakan Mega akan bertemu dengan JK . Pertemuan itu akan membicarakan koalisi Golkar dan PDIP. "Lusa baru dengan JK," kata Effendy Simbolon di kediaman Mega, Jl Teuku Umar, Jakarta, Jumat.
Format koalisi itu mulai tampak. Sekarang ada dua bentuk koalisi yaitu Koalisi Lanjutan dan Koalisi Perubahan. Jumat sore, Wiranto bertemu Mega, di Jl Teuku Umar. Wiranto menyatakan, ini adalah pertemuan yang wajar dan normatif dalam politik. "Kita samakan sikap masalah tentang Pemilu 2009 yang baru saja berlangsung, koalisi akan kita tentukan secepatnya,"ujar Ketua Umum Hanura ini.
Memang bila Golkar dan PDIP berkoalisi, secara hitungan suara kedua parpol tersebut sudah mendapat 30 persen, apalagi bila ditambah dengan suara Gerindra dan Hanura (Koalisi Perubahan) , maka aka bisa mengungguli koalisi Demokrat dengan PKS dan PKB (Koalisi Lanjutkan).
Hanya saja, siapa yang jadi capres dari Koalisi Perubahan ini yang sulit ditentukan, jika tidak ada yang legowo. Pertanyaannya apakah Mega , Prabowo atau JK siap jadi cawapres sulit ditebak. Sebab ketiganya sama-sama ingin jadi capres.
Banyak yang berharap Mega mundur dari capres, dan memajukan Prabowo sebagai capres dari Koalisi Perubahan.
Seperti diketahui, syarat untuk pencalonan presiden dan wakil presiden, parpol harus mendapat minimal 25 persen suara secara nasional atau 20 persen kursi di DPR. Bila tidak memenuhi syarat tersebut harus koalisi dengan parpol lain.
PIAGAM KOALISI
Dari kediamannya, Cikeas, Bogor, Jumat, SBY berharap ada piagam tertulis koalisi yang dapat dipertanggungjawabkan dan dijelaskan kepada publik. "Belajar dari pengalaman koalisi yang sekarang, utamanya yang di parlemen dan juga di pemerintahan, memang koalisi yang akan datang harus betul-betul `rules based`(berdasarkan aturan atau kontrak , red) . Kontrak politiknya juga harus jelas," demikian SBY.
Dengan demikian, tutur SBY, ia berharap masyarakat juga dapat ikut mengontrol kesepakatan partai-partai politik dalam membangun pemerintahan selama lima tahun mendatang.
Ia berharap tidak ada kejadian seorang menteri yang bergabung dalam kabinetnya sendiri mengkritik kebijakan pemerintah serta ada partai politik yang tiba-tiba mengusulkan pergantian menterinya di pertengahan jalan. "Demokrat sedang menggodok klausul yang tertuang dalam piagam koalisi," kata dia.
------------------------------------------
Notes :
Saatnya Golkar menggeliat, cari alternatif Capres lah ya
No comments:
Post a Comment