Ayo ... Bacalah Hasil Survei |
Pemilu legislatif (pileg) 9 April 2009 telah terselenggara dengan aman, tetapi carut-marut. Siapa pun merasakan carut-marut pileg tersebut. Ada yang berpendapat semua itu disebabkan oleh kelemahan manajemen dan kerja KPU. Kewibawaan, kemampuan, dan keterampilan para anggota KPU sekarang berbeda jauh jika dibandingkan dengan anggota KPU 2004.
Sebagian pendapat lagi, dimotori partai politik (parpol) tertentu, menganggap berbagai carut-marut pemungutan suara pileg tersebut berkaitan dengan kemenangan Partai Demokrat yang perolehan suaranya spektakuler (untuk sementara ini menurut hasil survei lembaga penelitian).
Mereka menganggap carut-marut pemungutan suara pileg itu memang diatur dan dimainkan sehingga bisa menguntungkan parpol tertentu.
Sebelum Pileg 9 April 2009
Saya ingin membaca carut-marut pemungutan suara dalam kaitannya dengan adanya skenario besar melalui hasil survei yang telah diekspose selama ini. Pada 27 Maret Puskapol UI (Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia) melansir hasil risetnya pada Maret 2009, menjelang akhir masa kampanye, di Jakarta Media Center.
Menurut Puskapol UI Partai Demokrat akan mendapatkan suara 21,36 persen, PDIP 17,7 persen, P Golkar 16,56 persen, Gerindra 4,62 persen, PKS 4,43 persen, PKB 4,24 persen, PPP 4 persen, dan PAN 3,01 persen. Yang belum menentukan pilihan 14,7 persen (Jawa Pos, 28 Maret 2009).
Sebelumnya peneliti Reform Institute, Kholid Novianto, di kantornya di Jakarta juga merilis hasil risetnya. PD mendapatkan 25,05 persen, 15,01 persen, P Golkar 14,49 persen, PKS 6,43 persen, Gerindra 6,23 persen, PAN 4,05 persen, dan PKB 2,82 persen (Jawa Pos, 20 Maret 2009).
Sebelumnya lima lembaga riset -CSIS, LP3ES, P2P LIPI, dan Puskapol FISIP UI- pada 9-20 Februari 2009 merilis hasil penelitiannya. Hasilnya PD 21,52 persen, PDIP 15,51 persen, P Golkar 14,27 persen, PPP 4,15 persen, PKS 4,07 persen, PKB 3,25 persen, PAN 2,91 persen, Gerindra 2,62 persen, dan belum menentukan 22,83 persen (Jawa Pos, 12 Maret 2009). Baik Lembaga Survei Indonesia maupun Lingkaran Survei Indonesia juga menghasilkan angka di atas 20 persen untuk PD.
Semua lembaga survei di atas pasti tidak menggunakan variabel DPT (daftar pemilih tetap) yang amburadul itu. Sebab, penelitian yang baik pasti tidak kenal DPT. Kalau menilik hasil angka PD yang rata-rata di atas 20 persen, apakah peneliti independen itu "dikendalikan", "diatur", atau "dimainkan" oleh kekuatan besar atau partai tertentu?
Kalau sebagian di antara mereka dibayar untuk biaya survei, mungkin benar. Dan itu wajar. Akan tetapi, lembaga survei yang baik dan kredibel, meskipun dibayar atau disponsori, tidak akan mau mengubah hasil survei sekecil apa pun. Apalagi kalau hasil survei itu diekspos untuk publik. Apakah semua lembaga itu dibayar oleh satu partai tertentu? Pasti partai tertentu itu gila, abnormal, tolol, dan idiot. Buat apa membayar berbagai lembaga survei dengan hasil yang sama. Dia mau dan bisa bayar satu lembaga survei, tetapi pasti aneh kalau semua lembaga survei dibeli.
Tidak Percaya
Yang menarik adalah sebagian besar ilmuwan pasti kaget membaca hasil survei sebelum 9 April 2009 itu. Bagaimana mungkin PD yang pada waktu pileg tahun 2004 hanya mendapat suara 7,45 persen, akan tetapi saat menjelang pileg 9 April 2009 mendapat suara di atas 20 persen? Banyak kalangan tidak percaya prediksi lembaga survei itu. Saat itu banyak pimpinan parpol, yang kebetulan angka parpolnya diramal turun atau rendah, segera berkomentar "mereka kan dibayar". Ada yang bilang "lembaga survei kan macam-macam rasanya, ada rasa stroberi, apel, dan sebagainya". Bagaimana mungkin PDIP dan P Golkar yang setangguh itu bisa dikalahkan oleh PD secara spektakuler meskipun hanya dalam survei?
Setelah Pileg 9 April 2009
Yang menarik,ternyata hasil quick count semua lembaga survei mengenai hasil pileg 9 April2009 nyaris sama dengan hasil survei mereka sebelum pileg 9 April 2009.
Saat ini sedang berlangsung penghitungan real count melalui elektronika di Jakarta oleh KPU. Hasil sementara, tampaknya, komposisi tidak jauh berbeda dengan hasil semua lembaga survei melalui quick count. Jika nanti hasil penghitungan manual hampir sama dengan hasil quick count, maka pertanyaannya apakah kekacauan DPT mengakibatkan naiknya suara PD secara spektakuler? Apakah hasil pileg 9 April 2009 dikendalikan oleh kekuatan tertentu sehingga PD dapat di atas 20 persen?
Bagaimana mungkin hasil riset tanpa variabel DPT kacau sebelum pileg 9 April 2009 hampir sama dengan hasil manual setelah pileg 9 April 2009? Dari data itu, muncul asumsi, jika DPT tidak kacau dan semua orang bisa nyontreng dengan baik dalam pileg 9 April 2009 lalu, bisa jadi suara PD akan jauh lebih tinggi. Sebab, kesempurnaan DPT dan partisipasi pemilih potensial memberikan suara maksimal kepada semua parpol.
KPU Didesak Mundur
Saya setuju Pemerintah dan DPR mengevaluasi kerja KPU. Kalau ternyata dinilai tidak becus, maka harus diberi sanksi: mulai dari teguran sampai dengan desakan agar mereka mengundurkan diri.
Sebenarnya carut-marut DPT dan banyak orang tidak bisa memilih terjadi sejak pemilu wali kota Surabaya tahun 2005 sampai dengan hari ini. Kalau mau dicermati, sebagian besar pemilihan kepala daerah DPT-nya kacau. Pileg 9 April 2009 adalah puncak kekacauan itu.
Jika dibandingkan dengan pileg 2004, kasus kertas suara tertukar dan pemungutan suara ulang dalam pileg 9 April 2009 jauh lebih besar. Semua itu menunjukkan manajemen kerja KPU amburadul.
KPU adalah "milik" DPR. Berarti KPU juga "milik" partai politik. Yang memilih dan menguji adalah DPR. Konon, beberapa anggota KPU "milik"-nya parpol besar tertentu. Konon, lagi, PDIP punya, P Golkar punya, PAN punya, dan PKB punya. Kalau ada skenario pemenangan parpol tertentu, kan parpol yang bersangkutan bisa interogasi anggota KPU "milik"-nya.
Kalau sekarang kerja mereka amburadul, maka parpol yang mempunyai saham di KPU itu jangan cuci tangan. Inilah kualitas lembaga yang "dimiliki" partai politik dan kemudian dipolitisis setiap saat.
Parpol yang tidak puas dengan hasil pileg 9 April 2009 bisa menempuh jalan hukum. Itu bagus. Di situ makna negara hukum.
*. Aribowo, dekan Fakultas Sastra Unair
No comments:
Post a Comment