(inilah.com/ Raya Abdullah)
INILAH.COM, Jakarta - Nama capres Partai Gerindra Prabowo Subianto kian berkibar. Meski elektabilitas dan popularitas terbilang rendah, figur Prabowo disebut-sebut cukup mampu melawan SBY dalam pilpres mendatang. Apalagi keduanya memiliki latar belakang sama, militer.
Meskipun sama, bukan berarti realitas politik yang dihadapi SBY dan Prabowo juga sama. Lain SBY, lain Prabowo. Di satu sisi SBY sudah mantap maju sebagai capres sejumlah parpol dan hampir bisa dipastikan sudah memenuhi persyaratan. Sementara Prabowo hingga kini masih sibuk melakukan lobi politik dengan sejumlah elit. Posisinya pun belum pasti, apakah menjadi capres atau cawapres.
Para analis pun masih beragam dalam mengalkulasi peluang politik Prabowo dalam berkompetisi dengan SBY. Sebagian menganalisis mantan Panglima Kostrad itu cukup mampu menandingi SBY. Sementara sebagian mengaku pesimistis Prabowo dapat mengungguli kandidat incumbent.
Peneliti dari Reform Institute Kholid Novianto menilai Prabowo masih cukup memiliki peluang untuk menyaingi SBY. Bahkan, bila terjadi head to head SBY-Prabowo, kansnya pun masih tetap ada. "Cuma Prabowo yang akan membuat SBY itu deg-degan. Operasi politik SBY itu hanya Prabowo yang bisa menandingi," kata Kholid.
Ia menguraikan mesin politik Prabowo, Partai Gerindra, dalam pemilu kali ini berjalan optimal. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan suara Gerindra, baik hasil hitung cepat berbagai lembaga survei maupun hasil perhitungan sementara KPU, yang berkisar 4 persen. "Apalagi kalau Prabowo disupport partai-partai tengah lainnya," jelas Kholid.
Lain halnya dengan analis politik militer AA Banyu Perwita. Guru Besar FISIP Universitas Parahyangan ini berpendapat pilpres tahun ini masih belum dapat dimiliki Prabowo. Mantan Danjen Kopassus itu lebih pas untuk maju sebagai capres pada 2014.
"Elektabilitas Prabowo masih terlalu jauh dibandingkan dengan SBY dan tak punya cukup waktu untuk mengejar. Dari sisi prestasi dan pengalaman saja dapat dilihat kalau SBY akan jalan terus. Prabowo itu bukan pesaing terberat SBY. Belum waktunya Prabowo melawan SBY. Dari hasil perhitungan suara sementara saja di TPS-TPS komplek militer partainya SBY yang menang," ujar Banyu.
Analis militer Sri Yanuarti menambahkan, track record Prabowo juga akan cukup mengganggu untuk meraih simpati dan dukungan dari keluarga besar militer. Rekam jejak SBY yang merupakan jenderal di belakang meja akan cenderung dianggap lebih bersih ketimbang dari Prabowo. Citra sebagai jenderal lapangan yang melekat ke Prabowo justru malah menyisakan tuduhan negatif.
"Tapi kalau melihat isu-isu kampanye yang disampaikan Prabowo, dia merupakan satu-satunya capres penantang incumbent yang punya program yang paling rasional dan menyentuh langsung kebutuhan masyarakat soal perubahan. Tapi yang jadi masalahnya, Prabowo itu belum teruji. Kalau SBY sebagai incumbent, paling tidak sudah dilihat memiliki bukti," cetus wanita yang menjabat kepala bidang politik nasional LIPI ini.
Meski demikian, Banyu menduga magnet Prabowo akan lebih besar bila ternyata digandeng Megawati sebagai cawapres. Sekadar diketahui, Prabowo adalah salah satu cawapres yang akan dipilih Megawati dalam Rakernas PDIP pekan depan. Bila duet Mega-Prabowo terbentuk, Banyu memprediksi pasangan itu mampu menandingi SBY-JK.
"Dan bila Mega bergandengan dengan Prabowo baru akan dahsyat. Mega-Prabowo akan cukup diperhitungkan untuk melawan SBY-JK. Tapi itu juga tergantung dari pemanfaatan momentumnya," beber Banyu.
Exit poll Lembaga Survei Indonesia menunjukkan kans Prabowo masih berada di bawah SBY dan Mega. Ketika responden disodori 27 nama capres, SBY meraih 49,6 persen, disusul Megawati (14,1%) dan Prabowo (5,6%). Urutan yang serupa juga ditunjukkan ketika 2.100 responden yang berasal dari TPS seluruh Indonesia yang dipilih secara acak dan proporsional disodori 6 nama capres. SBY mendapatkan 53 persen, Megawati 16,5 persen, diikuti Prabowo 9,8 persen.
Dalam pemilu 9 April lalu, raihan Partai Demokrat dan Partai Gerindra cukup mendominasi TPS-TPS di perumahan militer. Sementara Partai Hanura yang dipimpin oleh mantan Panglima ABRI, Wiranto malah terkesan kurang menonjol perolehan suara di TPS lingkungan militer.
Baik SBY maupun Prabowo, juga melibatkan purnawirawan tentara dalam tim suksesnya. Sehingga tidak heran bila gerilya-gerilya politik juga sampai ke pemukiman tentara.
Bila dari segi angka, menguasai TPS di komplek militer memang tidak terlalu signifikan. Tetapi, dari segi gengsi sesama capres militer tentu akan cukup berpengaruh. Karena itu tidak heran bila keduanya berlomba-lomba berebut pengaruh di kalangan keluarga militer.
Di atas kertas, SBY memang di atas angin. Namun bukan berarti, peluang Prabowo menaklukkan SBY menjadi tertutup sama sekali. Apalagi dalam kamus politik, hal yang tidak mungkin bisa menjadi mungkin.[L4]
No comments:
Post a Comment