“Jangan Rendahkan Rakyat Kita” - Wawancara Khusus Presiden Yudhoyono

VIVAnewsJUMAT, 3 April 2009, Presiden Yudhoyono baru saja kembali dari KTT G-20 di London yang membahas agenda teramat penting: krisis ekonomi dunia. Keesokan hari setelah tiba di Jakarta ia sudah terbang lagi untuk berkampanye di Yogyakarta, Magelang, dan Semarang. Di tengah kesibukan yang amat sangat itu SBY menerima Wakil Pemimpin Redaksi ANTV Uni Z. Lubis, Pemimpin Redaksi VIVAnews Karaniya Dharmasaputra, Pemimpin Redaksi Kedaulatan Rakyat Octo Lampito, dan jurnalis Yogya TV Ninda Nindiani di Yogyakarta, Sabtu petang, 4 April 2009. Presiden bahkan harus sedikit mengundurkan jadwal teleponnya dengan Perdana Menteri Malaysia yang baru, Najib Razak. "Tolong sampaikan saya sedang di tengah wawancara, kalau bisa mohon mundur 10-15 menit," kata Presiden kepada stafnya. Berikut petikan wawancara yang juga dihadiri Ibu Negara Ani Yudhoyono dan putra Presiden, Edhie Baskoro.

Uni: KTT G-20 menghasilkan sejumlah kesepakatan, antara lain penguatan IMF untuk memulihkan perekonomian dunia, komitmen tambahan dana untuk membantu perekonomian negara-negara besar hingga tahun 2010, dan sejumlah lainnya. Tapi pertanyaan besarnya, apa manfaatnya untuk Indonesia? 

Wawancara ANTV-VIVAnews dengan Presiden Yudhoyono, Yogyakarta, 4 April 2009 
Presiden: Banyak. Banyak. Sebelum kita memastikan komitmen G-20 untuk memulihkan perekonomian dunia dan apa manfaatnya bagi negara kita, mesti dipahami dulu bahwa untuk mengatasi krisis ekonomi yang begini dalam dan luas diperlukan langkah-langkah baik pada tingkat multilateral, regional, maupun nasional. Meskipun secara nasional Indonesia telah melakukan semua upaya secara total sejak tahun lalu, tapi tanpa kemajuan ekonomi global dan regional, maka langkah-langkah kita ini tidak akan menghasilkan sesuatu yang nyata. Karena itu, dengan komitmen G-20 untuk mengeluarkan anggaran belanja dunia sebesar US$5 triliun, ada komponen yang bisa dirasakan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Misalnya, kalau perekonomian dunia pulih, pasar terbuka kembali, kita bisa mengekspor barang-barang kita. Kalau ada kesulitan financing, sebagai cadangan, bisa ada aliran financing dari pledge yang berjumlah US$ 5 triliun itu. Jadi, saya bisa pastikan ada banyak hal dari anggaran untuk mengatasi krisis itu yang mestinya bisa dirasakan masyarakat dunia, regional, dan nasional.

Uni: Jadi, kita cukup puas dengan hasilnya?

Presiden:
Sejauh ini, itu yang terbaik yang bisa kita capai. Memang, sebelum KTT dilangsungkan kita semua cemas, karena ada banyak sekali pernyataan dari sahabat-sahabat saya, Presiden Prancis Nicolas Sarkozy, pandangan Presiden Obama, Presiden Hu Jintao, dan lain-lain. Kita khawatir kalau kemarin tidak mencapai konsensus, sehingga menimbulkan dampak yang lebihburuk pada tingkat global. Alhamdulillah, kami semua sungguh menyadari bahwa krisis ini sungguh dalam, dan kita semua harus melakukan sesuatu yang riil.

Karaniya: Kami mendengar bahwa di KTT G-20 Bapak Presiden juga membagi pengalaman Indonesia mengatasi krisis. Di tahun 1997 kita pernah mengalami krisis yang amat dalam di mana perekonomian kita menciut 13,6 persen. Sementara itu, sekarang ini di saat pertumbuhan ekonomi dunia diprediksi minus 2 persen, kita diperkirakan masih dapat tumbuh 4 persen. Bisa diuraikan sedikit tentang hal ini? 

Presiden: Ya, saya menyampaikan pandangan-pandangan bahwa untuk memulihkan krisis itu di samping melakukan countercyclical effort, seperti ekspansi fiskal, ada dua hal penting lainnya. Satu, melindungi si lemah, melindungi yang miskin, yang sangat terpukul dengan krisis itu. Karena itu social safety net, kandungan dari ekspansi fiskal atau stimulus untuk membantu negara-negara yang miskin, kalau itu untuk dunia; membangun komponen yang miskin, kalau itu dalam lingkup nasional; patut dilakukan. Itu saya sampaikan secara langsung dalam intervensi saya pada KTT G-20 kemarin. Yang kedua, pengalaman Indonesia juga menunjukkan mengapa akhirnya, meskipun agak panjang, kita bisa memulihkan perekonomian kita, karena adanya regulasi, restrukturisasi sistem perbankan kita, dan pengawasan yang lebih baik. Sekarang ada debat. Ada yang berpendapat perlu stimulus seperti Amerika, ada yang memilih model regulasi seperti Eropa. Menurut pengalaman kita, dua-duanya kita perlukan. Point saya adalah, sambil mengusulkan solusi global itu, saya juga sharing apa yang telah kita alami sekaligus, berangkat dari pengalaman itu, mengusulkan untuk secara global melindungi mereka yang paling menderita.

Uni: Stimulus dan regulasi dikatakan sama-sama penting. Ada yang diprioritaskan?

Presiden: Ada. Jumlah stimulus kita Rp 73,3 triliun atau setara dengan sekitar 1,3 persen GDP Indonesia. Separuhnya ditujukan untuk melindung rakyat kita secara langsung, termasuk petani, buruh, dan rakyat yang berpenghasilan menengah ke bawah. Separuhnya lagi untuk menciptakan lapangan pekerjaan, untuk memastikan sektor riil tidak berhenti, karena kalau berhenti PHK menjadi lebih banyak lagi. Kita pastikan seperti itu sehingga harapan kita, stimulus itu dapat mengurangi dampak krisis.

Mbak Uni, teman-teman, krisis dunia sekarang ini betul-betul hebat. Tidak ada satu pun negara yang tidak terkena dampaknya. Kita berusaha untuk mengurangi dampaknya. Mudah-mudahan setahun dua tahun pulih kembali, sebagaimana harapan masyarakat dunia. Regulasi penting. Tetapi, meskipun kita melakukan ekspansi fiskal besar-besaran, tapi kalau pada tingkat perbankan, pada tingkat penyaluran di tingkat bawah tidak beres, juga tidak ada artinya. Oleh karena itu, sambil melancarkan stimulus, Indonesia terus melakukan langkah-langkah regulasi, termasuk pengawasan atas penggunaan anggaran stimulus yang besar itu.

Ninda: Sektor UKM terbukti tangguh di masa krisis ekonomi yang lalu. Apa yang akan dilakukan pemerintah supaya para pelaku UKM siap menghadapi krisis sekarang terutama dalam menghadapi proteksionisme negara-negara lain?

Presiden: Yogya ini andalannya industri kreatif, termasuk kerajinan, yang kualitasnya tidak kalah dengan negara-negara lain. Saya banyak membelinya dan saya pajang di rumah. Dari dulu saya mengingatkan Indonesia punya daya saing yang tinggi, yaitu ekonomi kreatif. Setelah Yogya mengalami bencana pada 2006 yang lalu, kami semua sangat ingin agar UKM di Yogya ini terus tumbuh. Kebijakan umumnya, UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) kita berikan bantuan bukan hanya permodalan tapi juga pemasaran, kemudian management yang bagus. Di samping kebijakan yang reguler, sejak dua tahun yang lalu kita telah mengembangkan apa yang disebut Kredit Usaha Rakyat. Itu betul-betul untuk membantu usaha mikro dan usaha kecil dengan mekanisme peminjaman modal yang lebih sederhana. Harapan kita, dalam masa krisis itu bisa jadi sabuk pengaman. Tapi lebih dari itu, kalau kita kelola dengan benar, ada kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan dunia usaha sendiri; maka saya berani mengatakan ekonomi kreatif akan menjadi salah satu andalan Indonesia di masa depan.

Octo: Kasus di Yogya, banyak negara tujuan ekspor industri kerajinan kini menghentikan pesanan. Supaya usaha mereka bisa berjalan lagi, kapan stimulus fiskal dapat mengalir sehingga mereka merasakan manfaatnya?

Presiden: Stimulus fiskal itu peruntukannya banyak. Ada yang langsung dirasakan oleh masyarakat, ada yang tidak langsung—meski pada akhirnya juga akan sampai ke masyarakat. Itu sudah dialokasikan sesuai sektornya. Itu yang pertama. Mudah-mudahan itu bisa mengalir karena stimulus baru akan dilakukan April ini. Mudah-mudahan cepat mengalir kebawah. Yang kedua, semua negara sesungguhnya diam-diam ingin melindungi ekonominya.

Uni: Bahkan Obama menganjurkan "buy American product only."

Presiden: Iya, sempat begitu. Tapi sekarang semua sudah sadar proteksionisme bukan solusi. Kembali ke soal kemungkinan menurunnya pasar bagi produk kita, sebetulnya, untuk produk yang berkaitan dengan pangan atau barang-barang yang dikonsumsi oleh masyarakat, termasuk tekstil, sebetulnya penurunannya tidak terlalu dalam. Tetapi produk-produk sekunder memang anjlok. Seperti Jepang, mereka kehilangan 52 persen pasar elektronik dan otomotifnya. Itulah yang menjadi semangat kita di G-20 kemarin. Saya bilang, kalau Amerika, Eropa, Jepang pulih ekonominya maka daya beli rakyatnya akan naik lagi, pasarnya terbuka kembali, produk-produk negara berkembang termasuk kerajinan rakyat Yogya, bisa disalurkan kembali. Ini memang memerlukan waktu. Karena memerlukan waktu, saya berharap pemerintah daerah, karena ini era otonomi daerah, mari bersama-sama membantu dunia usaha yang selama sekian bulan barangkali kesulitan memasarkan produknya.

Karaniya: Ada kritik dari sejumlah pihak tentang komposisi stimulus fiskal yang dirancang pemerintah. Dipertanyakan kenapa sebagian besar dialokasikan di wilayah pajak dan untuk sektor industri, sementara untuk pertanian dan pedesaan kecil sekali. Tanggapan Bapak Presiden?

Presiden: OK. Mari kita lihat strukturnya dulu. Di luar stimulus ada juga anggaran yang tidak sedikit, ratusan triliun rupiah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, untuk memastikan ekonomi kita bergerak. Di samping itu ada program-program pro-rakyat yang juga terus berjalan. Jadi, jangan kita anggap untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, kehidupan petani, seolah-olah hanya dengan stimulus. Mari kita lihat datanya supaya akurat.

Total stimulus adalah Rp 73,3 triliun. Memang ada komponen insentif pajak. Tapi di situ ada penurunan tarif pajak penghasilan orang pribadi sejumlah Rp 13,5 triliun. Mereka langsung mendapat keringanan penurunan pajak. Ada lagi peningkatan pendapatan tidak kena pajak sejumlah Rp 11 triliun. Yang penghasilannya di bawah Rp 15 juta setahun, tidak kena pajak. Ada lagi kaum buruh dan karyawan yang penghasilannya di bawah Rp 5 juta disubsidi, tidak kena pajak. Lantas, ada program PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) bagi masyarakat desa, ada kredit usaha rakyat dengan tambahan dana Rp 1 triliun. Kemudian untuk petani, ingat ada subsidi benih dan pupuk untuk petani. Kita keluarkan Rp 27 triliun. Ini pertama kali dalam sejarah. Jadi, akumulasi dari semua itu, meliputi semua sektor. Juga ada untuk pembangunan infrastruktur. Ini untuk meningkatkan ekonomi lokal, menciptakan pekerjaan. Itu juga untuk rakyat, bukan untuk pemborong.

Jadi, mari berpikir realistik, pahami betul struktur dan policy ini, mengerti betul angka-angkanya, dengan demikian kok tidak beranggapan seolah-olah ini hanya pajak. Sekali lagi, jangan kita terkecoh, seolah-olah kita mengatasi krisis ini hanya dengan stimulus. Progam lain juga terus berjalan. Ini memang tugas berat. Tidak ada satu pun kepala negara, sahabat-sahabat saya sewaktu bertemu kemarin di London, yang senyumnya lebar. Semua menahan senyum.  

Ninda: Ada kekhawatiran di masyarakat, termasuk di Yogya, bahwa dana stimulus ini tidak sampai ke bawah.

Presiden: Begini. Memang ada yang suka bilang jangan-jangan tidak sampai, jangan-jangan terlambat. Tentu bisa ada satu-dua yang terlambat. Tapi, setiap hari saya menerima ratusan SMS. Mereka berterima kasih bantuan pemerintah sudah sampai. Di samping laporan resmi dari birokrasi, dari walikota, bupati, gubernur, menteri;  saya punya alat lain sesuai sifat informasi yang horisontal. Karena itu saya mengakui bisa jadi ada kasus-kasus seperti itu. Karena itu saya meminta para gubernur, walikota, mari kita awasi bersama-sama karena implemetasinya melalui pemerintah daerah.

Uni: Popularitas Bapak Presiden sedang tinggi, tapi pengangguran diprediksi akan meningkat pada kuartal kedua tahun ini. Apa antisipasinya?

Presiden:
Pengangguran memang akan terjadi. Diperkirakan akan ada 19 juta. Oleh karena itu Rp 5 triliun dari program ekspansi fiskal antara lain digunakan untuk pengangguran tadi selama dua tahun. Kalau dibandingkan dengan Amerika Serikat, China, negara-negara Eropa, pengangguran kita relatif terjaga, tapi memang tetap ada. Oleh karena itulah kita keluarkan tujuh program prioritas, mulai awal tahun ini, termasuk sektor riil yang kita bantu dengan policy dengan insentif, supaya tidak terjadi pengangguran. Inflasi kita jaga, daya beli kita jaga. Tapi ingat, infrastruktur yang kita bangun besar-besaran itu untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Dengan harapan, meskipun akan tetap ada pengangguran, kita bisa carikan solusinya. Jadi pengangguran akan tetap terjadi.

Kalau menyangkut popularitas seorang presiden, begini. Semuanya itu rakyat. Saya sendiri sudah siap menghadapi apa pun. Rakyat juga tahu, sebagaimana diperlihatkan sejumlah survei, bahwa krisis ini bukan salah Indonesia, bukan karena kesalahan Presiden SBY. Ini krisis global. Rakyat juga tahu setiap negara menghadapi kesulitan seperti ini. Yang penting bagi saya, saya akan menjalankan semua yang harus saya jalankan sekuat tenaga untuk mengurangi  dampak krisis ini. Saya tidak akan berjanji apa pun. Yang jelas apa yang harus kami lakukan, kami lakukan semuanya. Saya terbuka, transparan. Ini policy kami, ini program kami. Ini yang kami capai, ini yang belum.

Octo: Soal PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) bagaimana, Pak?

Presiden: PNPM itu saya istilahkan seperti kail. Bagi orang yang susah, kalau sangat tidak berdaya, sangat miskin, kita bantu. Bisa berupa cash transfer, bisa kita bebaskan biaya pendidikan bagi putra dan putrinya. Bisa kita bebaskan biaya berobat apabila sakit dan sebagainya. Tapi bagi yang lebih berdaya, kita berikan program PNPM tadi. Sesungguhnya, penggunaannya terserah pada kecamatan dan desa, tapi mesti ada pendampingan. Bahkan  dana yang ada ditambah lagi oleh sumbangan dari komunitas lokal. Nyatanya, hasilnya bagus. Saya mengecek implementasi PNPM di banyak provinsi, langsung di tempat, ternyata jalan. Jadi, bagi saya ini program yang benar, policy yang benar. Kekurangannya mari kita perbaiki supaya hasilnya lebih bagus lagi.

Karaniya: Yang menarik dari Pemilu 2009 ini, ada banyak isu ekonomi yang menjadi begitu politis. Salah satunya adalah soal dana BLT (bantuan langsung tunai), yang programnya sudah dimulai sejak 2005, tapi baru gencar dikritik sekarang. Tanggapan Bapak?

Presiden:
Ya itu karena pemilunya baru sekarang ... hahaha. Tapi kan kurang baik kalau saya jawab begitu. Begini, cash transfer itu juga banyak dilakukan negara-negara lain. Bahkan cash transfer itu ada yang diberikan untuk lanjut usia, ada yang untuk mengatasi pengangguran karena krisis ekonomi, ada yang ditujukan bagi mereka yang mengalami kemiskinan ektsrem. Tergantung pada negara-negara itu. Tapi ini bukan unik negara Indonesia.

Nah kita sejak tahun 2005 memberlakukan kebijakan BLT bagi yang mengalami kesulitan terbesar akibat kenaikan BBM. Tahun 2005-2006 kita berikan selama 15 bulan untuk membantu saudara-saudara kita yang miskin, dan setengah miskin. Dan kemudian 2008-2009 selama tujuh bulan. Ini policy kita, program bersama, disetujui pemerintah dengan DPR. Jadi saya bertanya, kenapa minggu-minggu lalu hantamannya luar biasa. Ada yang bilang itu mendidik bangsa menjadi pengemis.  Katanya tidak punya harga diri. Saya kira tidak tepat. Ini betul-betul policy yang bisa dipertanggungjawabkan dan tidak unik Indonesia. Dan bukan satu-satunya bantuan. Sifatnya juga sementara. Ada yang bilang BLT bikin malas. Susenas, survei pada tingkat nasional, menunjukkan warga yang menerima BLT tidaklah malas. Mereka sudah bekerja. Jadi janganlah terlalu merendahkan rakyat kita. Mereka tidak ingin kok meminta-minta belas kasihan. Karena mereka sulit, baru kita bantu.

Ninda: Di Yogya, masih ada banyak keluhan soal nasib guru tidak tetap. Bagaimana program pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan mereka?

Presiden:
Perlu kita syukuri anggaran pendidikan kita sudah naik 20 persen. Untuk pusat dan daerah. Gaji guru yang sudah menjadi pegawai negeri sipil minimal Rp 2 juta. Masalahnya, memang banyak daerah yang memiliki guru honorer, guru tidak tetap dan sebagainya. Ada yang  sudah puluhan tahun bekerja, ada juga yang baru diangkat. Sejak tahun 2005 kami telah memiliki strategic plan untuk mengangkat guru-guru honorer menjadi PNS, dan sudah terealisasi hampir mendekati satu juta. Tahun ini akan kita tuntaskan. Hanya saja pada prakteknya muncul lagi guru-guru honorer baru. Oleh karena itu kita mesti melakukan penataan yang baik antara pusat dan daerah. Tentu anggaran belanja negara ada batasnya. Dan ingat, anggaran pendidikan sudah termasuk yang paling tinggi dibandingkan sektor-sektor yang lain. Karena itu, mari, sambil meningkatkan kualitas pendidikan, sambil meningkatkan kesejahteraan guru, kita lakukan penataan supaya pas antara keperluan untuk dana pendidikan dan tunjangan guru yang kita angkat sebagai PNS.

Octo: Pak Presiden, sekarang muncul keresahan di kalangan guru-guru di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Mereka khawatir tentang SK Menteri Keuangan yang dikabarkan akan menghapus sertifikasi guru. Apa benar?

Presiden: Itu muncul beberapa saat yang lalu. Sebetulnya ini permasalahan internal antara Departemen Keuangan, Departemen Pendidikan Nasional dan Kementerian PAN. Agar aturan di bawah undang-undang itu bisa diselesaikan, saya sudah panggil semua menteri itu. Tidak ada masalah karena time frame-nya sudah ada. Sejumlah Peraturan Pemerintah (PP) sudah kita keluarkan menyusul Undang-undang Pendidikan Nasional itu: PP tentang Pendanaan, PP tentang Guru, PP tentang Wajib Belajar. Akan selesai bulan Mei. Dengan demikian tidak akan ada masalah. Tadi malam di depan 4.500 guru di Surabaya saya katakan tidak akan ada perubahan tunjangan profesi karena itu sudah menjadi policy.

Saya tidak suka mengubah-ubah sesuatu yang sudah kita putuskan. Barangkali untuk mengambil keputusan butuh waktu, seminggu, dua minggu. Kita cocokkan undang-undang, kita cocokkan kemampuan kita. Tapi sekali kita putuskan, akan kita jalankan. Dari pada  cepet-ceptan satu-dua hari, rusak semuanya. Penting dalam sistem penyelenggaraan pemerintah adanya kepastian. Tapi yang jelas melalui mimbar ini saya pastikan tidak ada pencabutan tunjangan profesi. Itu sudah menjadi keputusan dan policy kita.

Uni: Saya ingin kembali ke isu nasional. Terkait dengan G-20, semua negara termasuk kita masih ingin menguatkan peran IMF. Selama ini suka dipertentangkan kalau masih ikut IMF maka kita tidak mandiri. Bagaimana menurut pendapat Bapak Presiden?

Presiden: Konteksnya tidak begitu. Pemahaman sebagian dari kita keliru. Ingat  bahwa banyak negara, negara berkembang, negara tidak mampu di luar Indonesia, itu jumlahnya ratusan. Seratus lebih dari 123 negara. Mereka memerlukan bantuan pendanaan. Mengapa? Untuk mendapatkan biaya dari lembaga-lembaga keuangan sulit sekali. Ada US$ 500 miliar keluar dari negara berkembang menuju negara maju, capital out-flow. Yang masuk hanya US$100 miliar. Mereka perlu dana. Nah, salahkah negara-negara itu jika mereka memerlukan bantuan dari lembaga keuangan internasional, termasuk IMF, World Bank, Asian Development Bank, maupun multilateral development bank yang lain?

Tapi yang jelas, Indonesia sangat sedikit untuk mengatakan OK. Tapi ingat, Bank Dunia, IMF dan ADB harus direformasi. Indonesia sendiri punya pengalaman pahit. Tidak pernah kami lupakan. Karena salah resep, salah kondisionalitas, dan sebagainya. Lakukan reformasi, lakukan sesuatu supaya dapat benar-benar menolong negara-negara yang lain. Itu kesepakatan kita.

Tapi Indonesia, dengan segala hormat, saya katakan di London, Indonesia memilih format yang lain dan tidak akan melakukan kerjasama dengan IMF seperti yang terjadi 10 tahun lalu. Trauma psikologis sangat dalam. Indonesia tidak berarti menghina IMF. Kami memilih format yang lain apabila Indonesia betul-betul memerlukan back up finansial dari lembaga-lembaga keuangan. Jadi saya pastikan kepada rakyat kita, tidak ada pikiran tiba-tiba untuk mengandeng  IMF. Dulu saya melunasi IMF empat tahun lebih cepat. Saya membubarkan CGI, untuk keluar dari bayang-bayang itu. Kok kenapa sekarang dikira kita mendekat-dekat lagi ke IMF? Tapi negara lain tidak boleh kita cegah. Mereka memerlukan bantuan. Negara dengan ekonomi kuat saja  memerlukan US$40 miliar dari IMF. Silakan. Tapi Indonesia punya posisi sendiri.

Karaniya: Menyambung soal IMF tadi, menjelang pemilu muncul perdebatan hangat di mimbar kampanye, seolah-olah ada dikotomi di mana ada rezim yang sangat kapitalistik-liberal dan suka menggadaikan aset bangsa. Di lain pihak, ada yang menjanjikan sistem ekonomi-kerakyatan yang lebih nasionalistik dan lebih setia pada Pasal 33 UUD 1945. Menurut saya dikotomi semacam ini terlalu simplistis. Bagaimana menurut Anda?

Presiden: Benar. Benar. Jangan kita terperangkap dan terjebak dalam ideologi apalagi yang sudah tidak zamannya lagi. Yang penting bagi kita ekonomi Indonesia, sistem yang kita anut membawa kemakmuran ke depan. Tidak menyia-nyiakan sumber daya yang kita miliki. Kemudian menjanjikan keadilan. Bung Kar, begini ya, dari dulu saya selalu katakan, saya tidak setuju dengan fundamentalisme pasar bebas. Saya tidak setuju dengan neo-liberalisme, Washington Consensus. Kalau menganut itu, pemerintah tidak punya peran. Semua diserahkan pada pasar global, pada Multi National Corporations. Itu yang sering membuat persoalan jadi lebih buruk di negara-negara berkembang. Saya katakan bukan itu yang kita pilih.

Tetapi sejarah juga menunjukkan  jangan memilih ekonomi di mana semua dikontrol pemerintah, planned economy, state economy, seperti era dulu ketika Uni Sovyet masih berjaya. Akhirnya mereka juga rontok. China pun mengubah sistemnya sekarang menjadi pasar-sosial. Kita juga tidak menganut sistem di mana semua dikontrol. Itu tidak efisien. Semua berantakan. Yang kita pilih adalah, kita memerlukan efisiensi, kaidah-kaidah ekonomi kita jalankan, tetapi pemerintah menjalankan perannya untuk memastikan  yang miskin dilindungi, memastikan ada pemerataan di daerah, memastikan ada program-program pro-rakyat. Kita tidak begitu saja menyerahkan pada pasar bebas. Keliru kalau ada yang berpendapat pemerintah menganut ekstrem yang sana dan ekstrem sini.

Kalau mau menasionalisasi aset, itu juga dalam prakteknya tidak bisa dijalankan. Yang jelas di era saya tidak ada penjualan aset. Pembiayaan negara pun sebagian besar dari pajak. Privatisasi pun saya larang agar tidak sembarangan. Tapi kalau kita menutup kerjasama global bagaimana kita bisa menjual barang kita? Yang penting kontrak-kontrak yang ada sekarang harus transparan dan adil, tidak hanya untuk dikorupsi oleh pejabat-pejabat negara, tetapi juga untuk rakyat.  Silahkan rakyat menilai, apakah policy yang dijalankan pemerintah kita tidak benar atau semuanya transparan untuk kepentingan kita. Saya memilih, mohon maaf, tidak mau terbelenggu dengan ideologi. Tapi yang realistik. Sekarang kita menjalankan ekonomi bukan  kapitalisme yang fundamentalis, bukan ekonomi yang dikontrol negara, tetapi adalah yang betul-betul paduan dari efisiensi dan peran pemerintah.

Uni: Majalah Economist menulis "The Indonesian Surprise" yang memuji proses demokratisasi dan ketahanan ekonomi Indonesia di tengah krisis global. Bagaimana tanggapan Anda?


Presiden: Mbak Uni, saya sangat bersyukur kalau ada pihak yang mengapresiasi apa yang sudah kita capai. Kalau di negeri ini ada yang kurang baik, silakan katakan kurang baik.  Saya terima. Tapi kalau ada capaian dan mereka mengakuinya, alhamdulillah. Ini kerja keras kita semua. Buah dari apa yang kita laksanakan dari era reformasi ini, demokratisasi, pemberantasan korupsi, membangun good governance, berperan secara internasional dengan baik. Saya tentu bersyukur mendengar itu karena  saya yakin kalau orang luar negeri kan tidak punya kepentingan politik apa pun. Kan dia tidak pro SBY atau bukan. Dia hanya mengutarakan apa adanya. The Economist kan bukan partai politik ... hahaha ...

Mengapa kita masuk G-20, mengapa kita dirangkul OECD, kenapa G8 kita diundang, dan sebagainya. Itu menunjukkan dunia melihat Indonesia berubah. Kita demokrasi, sementara yang lain mengalami krisis demokrasi. Ekonomi kita bergerak, kejahatan kita perangi, kita juga melakukan upaya counter terrorism. Banyak pekerjaan rumah yang belum kita capai. Tetapi haruslah kita bersyukur banyak pula yang sudah kita capai. Saya bersyukur, tapi banyak tugas belum selesai. Bagi kita, alhamdulliah, dunia luar mau mengakui itu dan mari kita teruskan langkah-langkah ke depan, siapa pun pemerintahnya nanti, siapa pun presidennya.

1 comment:

David Pangemanan said...

PT. TUNAS FINANCE MENYENGSARAKAN KONSUMEN

Singkat kronologisnya, saya kredit truk dengan 36 X cicilan @ Rp. 3,5 jt-an. Setelah 14 X nyicil, truk hilang. Ternyata penggantian dari perusahaan asuransi (PT. Asuransi Wahana Tata) hanya cukup untuk menutup 22 X pelunasan (cicilan + bunga) yang belum jatuh tempo. Akhirnya saya yang telah mengeluarkan biaya lk. 115 juta (uang muka + cicilan + perlengkapan truk), dipaksa untuk menerima pengembalian yang jumlahnya lk Rp. 3,4 jt.
Menurut petugas PT. Tunas Finance (Sdr. Ali Imron), klaim asuransi yang cair dari PT. Asuransi Wahana Tata, sebagian digunakan untuk membayar pengurusan Surat Laporan Kemajuan Penyelidikan di Polda Jawa Tengah di Semarang. (atau dengan kata lain, konsumen telah dipaksa melakukan suap di Polda Jateng). Jelas dalam hal ini PT. Tunas Finance (PT. Tunas Financindo Sarana) telah memaksa konsumen taat pada perjanjian susulan yang sebelumnya tidak diperjanjikan. Tentu saja kondisi perjanjian susulan itu sangatlah memberikan keuntungan
maksimal bagi pelaku usaha, tidak perduli berapapun kerugian yang diderita konsumen. Sebagai catatan, perjajian yang dibuat tidak didaftarkan di kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia di tempat domisili debitur/konsumen.

Dan melalui surat terbuka ini saya ingin mengajak segenap komponen bangsa yang perduli terhadap masalah Perlindungan Konsumen, untuk menuntut PT. Tunas Finance secara pidana maupun perdata. Setidaknya hal ini untuk mencegah jatuhnya korban lainnya oleh PT. Tunas Finance (PT. Tunas Financindo Sarana).
Saya nantikan bantuan/partisipasi Anda sekalian. Terima kasih.

David
HP. 0274-9345675.

Archives