'Quick Count', Alat Curang?


INILAH.COM, Jakarta – Hitung cepat lembaga survei politik saat hari H pencontrengan di sejumlah stasisun televisi tampaknya tak berjalan mulus. Partai politik menolak untuk hadir di acara tersebut. Tudingan lembaga survei disewa lembaga konsultan politik partai tertentu menjadi pemicunya.

Setidaknya terdapat lima stasiun televisi yang menyelenggarakan acara khusus hitung cepat (quick count) saat hari H pencontrengan, Kamis (9/4). Metro TV, RCTI, SCTV, TV One, dan TVRI. Masing-masing stasiun televisi menggandeng lembaga survei opini publik. SCTV menggandeng Cirrus Surveyor Grup, Metro TV bersama LSI Saiful Mujani, RCTI dengan LP3ES, TVRI didukung Puskaptis, dan TV One dengan LSI Denny JA.

Informasi soal beberapa lembaga yaang 'dibeli' oleh konsultan partai politik tertentu telah mengemuka sejak dua pekan sebelum pelaksanaan pemilu. Sumber INILAH.COM menyebutkan terdapat skenario yang dirancang oleh lembaga konsultan politik ternama yang kini menjadi konsultan politik partai politik papan atas. Disebutkan konsultan politik tersebut menyewa tiga lembaga survei yang disiarkan ke stasiun televisi nasional.

Data dari detik per detik mulai hari H pencontrengan hingga esok harinya akan disuguhkan ke pemirsa dengan tafsir dari pengamat dan pollster yang tentunya tidak bebas dari kepentingan. "Di hari H quick count, tentu analisa yang muncul tidak akan memenuhi azas keadilan. Hanya akan memberikan pembenaran saja. Bagaimana mungkin, pollster yang dapat dari konsultan pemenangan partai tertentu akan memberikan pandangan yang adil," ujarnya.

Tidak sekadar itu, tiga pollster yang masing-masing akan menghasilkan 2.000 sampel TPS se-Indonesia atau total 6.000 sampel itu, memiliki presisi di kisaran 0,5-1% jelas akan dimiliki oleh pihak pemesan, dalam hal ini konsultan pemenangan pemilu partai tersebut. "Dengan data itu, akan terpetakan mana parpol yang tidak lolos parliamentary threshold (PT), konversi kursi bisa dilakukan, termasuk perhitungan vote bisa diduga," bebernya.

Kondisi ini penting, karena KPU baru secara resmi mengumumkan hasil pemilu pada tiga minggu setelah pemilu legislatif. Di masa-masa itulah, proses gerilya suara oleh parpol yang jadi klien konsultan politik itu akan 'membeli' suara yang tidak lolos PT. "Cara ini untuk memastikan syarat 20% untuk mencalonkan presiden," tambah sumber tersebut.

Kondisi ini tampaknya juga dicium oleh fungsionaris partai oposisi PDI Perjuangan. Ketua DPP PDIP, Eva K Sundari, menegaskan pihaknya tidak akan hadir atas undangan stasiun televisi dalam acara quick count. "Tadi Pak Tjahjo Kumolo mengintruksikan ke seluruh pengurus untuk tidak hadir undangan televisi dalam acara quick count," tegasnya kepada INILAH.COM, Rabu (8/4).

Langkah ini, sambung anggota Komisi III DPR RI ini, diambil agar memudahkan PDIP untuk mengambil sikap politik atas perolehan pemilu legisaltif. "Agar kita mudah untuk mengambil sikap politik. Masa kita menari di gendang yang tahu arahnya kemana," tegasnya.

Sebagaimana dimaklumi, setidaknya selama sebulan ini, PDIP yang menyuarakan perihal Daftar Pemilih Tetap (DPT) fiktif yang ditemui di sejumlah daerah. Diungkapkan, DPT fiktif terorganisir secara sistematis dan masif. PDIP juga mendesak kepada KPU dan pemerintah untuk melakukan pembenahan atas DPT fiktif.

Sementara Ketua Harian Bappilu Partai Golkar Burhanudin Napitupulu, mengaku pihaknya menghadiri undangan quick count sejumlah stasiun televisi. "Kita hadiri undangan televisi untuk siaran quick count. Yang saya ketahui, Agung Laksono di TV One bersama Hadi Utomo dan Tifatul Sembiring," jelasnya.

Menurut dia, pihaknya tidak merasa takut untuk hadir di acara quick count. Burnap, demikian ia sering disapa, menyebutkan hasil final pemilu bukanlah dari quick count. "Kita tidak takut meski lembaga tertentu dibayar oleh partai tertentu. Toh, hitungan manual KPU yang menjadi rujukan yang sah," tegasnya.

Quick count memang seperti pisau bermata dua. Satu sisi menjadi media untuk pemantauan kecurangan, namun bisa juga menjadi alat kecurangan. Jika skenario beberapa lembaga survei yang disewa oleh konsultan partai tertentu benar, itulah pengkhianatan intelektual. [I4]

BERITA TERKAIT

No comments:

Archives