INILAH.COM, Jakarta - Menurut saksi mata, yang juga pengamat politik UI, Boni Hargens, Ramadhan Pohan dipukul dengan mengunakan kumpulan kertas.
Hal ini diungkapkan Boni usai insiden pemukulan di 'Doekoen Coffee', Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (30/12). " George itu tidak memukul, hanya menepis pakai kertas. Justru tidak kena ke Pohan, dan kena ke saya," ujarnya.
Jika dilihat keadaan peluncuran buku Membongkar Gurita Cikeas di Skandal Bank Century, Aditjondro duduk di sebuah sofa panjang. Posisi duduk Aditjondro tidak di samping Pohan. Ada Boni, dan politisi Hanura Akbar Faisal, di tengah-tengah.
Sepertinya emosi Aditjondro menyulut akibat pernyataan Pohan, yang mengatakan Aditjondro berhalusinasi dalam menulis bukunya. "Anda sudah beberapa kali ngomong seperti itu, kalau tidak suka silakan buat bantahan," ujar Boni meniru pernyataan Aditjondro kepada Pohan.
Seperti diketahui, di buku Aditjondro menyatakan sebelum menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Jurnas, Ramadhan Pohan merangkap sebagai Direktur Opini Publik & Studi Partai Politik Blora Center, think tank Partai Demokrat yang mengantar SBY ke kursi presidennya yang pertama [bar]
-----------------------------------------------------------------------
Membaca dua Bab pertama buku Membongkar Gurita Cikeas, kesan pertama yang muncul adalah ketergesa-gesaan.
Fokus sebenarnya dari serial tulisan George Junus Aditjondro yang telah sering muncul di berbagai media adalah kelihaian dia untuk menelusuri Yayasan-yayasan yang ada di sekitar politik kekuasaan.
Dua bab yang diletakkan dimuka terlihat masih dalam bentuk sketsa analisis, penuh dengan hipotesa pemikiran penulis yang masih harus mencari data pembanding untuk memperkuat tulisannya.
Hal ini dapat dimaklumi karena buku ini sangat berkepentingan untuk mampu menarik perhatian masyarakat yang sedang tertuju perhatiannya pada membesarnya isu skandal Bank Century.
Selebihnya adalah proyek "idealis" George yang memang memiliki ketekunan yang lebih dari peneliti yang lain dalam persoalan mencermati keterkaitan antara bisnis dan kekuasaan di Indonesia.
Jika pembaca buku ini sering membaca tabloid tabloid maupun majalah-majalah yang mengibarkan semangat oposisi terhadap pemerintahan SBY tentu kumpulan tulisan George bukanlah tulisan yang baru muncul.
Rentetan tulisan George, kemunculan dia sebagai narasumber, hingga serial investigasi ala tabloid adalah hal-hal yang dirangkum kemudian dalam buku Membongkar Gurita Cikeas.
Kalau kemudian George merasa bahwa bukunya harus direvisi, tentu saja itu merupakan tanggung jawab George yang mempunya reputasi cukup bagus dalam menyajikan tulisan-tulisan yang penuh dengan data-data investigasi sekunder.
Buku ini jelas dicari karena iklan gratis dari reaksi Presiden SBY yang ternyata tidak bisa menahan diri untuk tidak berkomentar terhadap kemunculan berbagai suara kritis yang mengiringi langkah awal kekuasaan keduanya.
Tulisan-tulisan penulis muda dalam majalah Pantau yang pernah terbit beberapa waktu lalu jelas-jelas lebih kokoh dalam cara pandang investigatif dibandingkan dua bab pertama tulisan George Junus dalam buku ini.
Rangkuman obrolan warung kopi mungkin lebih tepat untuk menggambarkan dua bab pertama buku ini.
Bedanya yang melakukan obrolan di warung kopi tersebut adalah orang-orang yang selama ini mempunyai kedekatan dengan lingkar-lingkar kekuasaan maupun kroni-kroni politik yang dalam pernah dekat dengan kekuasaan terdahulu tetapi pada saat ini tidak ikut serta dalam rombongan pesta kabinet SBY jilid dua.
Yul Amrozi (amrozi@gmx.net)
No comments:
Post a Comment