INILAH.COM, Jakarta - Ruhut Sitompul menuding demonstrasi menggoyang pemerintah SBY ditunggangi mantan menteri. Hal itu dinilai lebih baik ketimbang menteri jadi capres menantang presidennya.
"Kita dibilang dibiayai mantan menteri, tapi kita tidak pernah merasa demikian. Justru saya tantang, kalau ada mantan menteri yang berkhianat, lebih parah mana menteri yang mundur saat bertugas kemudian menantang presidennya," ujar aktivis Kompak, Effendy Gazali di Hotel Sahid, Jakarta, Kamis (17/12).
Meski begitu, ia menganggap pengkhiatan seperti itu merupakan hal yang biasa dalam negara yang demokratis. Namun, ia menyayangkan adanya fitnah yang muncul kepada pihaknya.
"Teman-teman sih menyebutkanya kita difitnah dengan itu, pada kenyataannnya kita keluarkan uang sendiri-sendiri untuk aksi demo itu. Nah kalau itu kita sering dituduh beberapa kali dituduh dari sana dan sini, tapi tidak terbukti. Ya itu sudah biasa, karena itu bagian dari teori pencitraan, teori itu kan mengatakan demikian, kalau saya harus terlihat disakiti, dari pencitraan yang menurut saya adalah melankolis malodramatik," paparnya.
Menurut pengamat komunikasi politik Universitas Indonesia itu, rakyat jangan diadu domba dengan polarisasi seperti itu. Setiap orang dinegara demokratis manapun boleh saja bilang terus menerus tidak suka dengan pemerintahannya dan ingin menggantinya.
"Itu di negara demokratis boleh saja. Tapi kita tidak pernah berpikir seperti itu sampai demo kemarin. Tapi kalau kami difitnah terus menerus, tunggu dulu. Kan kita sering difitnah dan tidak terbukti. Bertanya permainan apa yang terjadi di sana dan siapa di balik ini semua. Polarisasi itu adalah pengalihan isu, bukan hanya isunya dialihkan, tapi orangnya di polarisasi," ungkapnya. [mut]
No comments:
Post a Comment