Manuver Mengimbangi SBY, Jusuf Kalla Bertemu Oposisi

 
2009-03-12
Manuver Mengimbangi SBY, Jusuf Kalla Bertemu Oposisi
 

[JAKARTA] Manuver untuk mengimbangi kekuatan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Partai Demokrat menjelang pemilu semakin dimatangkan. Salah satunya adalah pertemuan Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla (JK), yang saat ini menjabat wakil presiden, dan Ketua Umum DPP PDI-P, Megawati Soekarnoputri, di Jakarta, Kamis (12/3) siang.

Sebagaimana dijelaskan Sekjen DPP PDI-P Pramono Anung dan Ketua DPP Partai Golkar Burhanuddin Napitupulu, Rabu (11/3), pertemuan itu untuk menyatukan visi guna menyelesaikan persoalan-persoalan bangsa, seperti kemiskinan, pengangguran, evaluasi otonomi daerah, dan memperkuat sistem demokrasi.

Kedua tokoh juga akan membahas masih perlukah ekonomi Indonesia berkiblat ke Amerika Serikat (AS). Sebab, terbukti negara itu tak mampu melindungi ekonomi domestiknya dari dampak krisis global yang ber- awal dari AS.

Selain itu, bagaimana kedua partai besar itu bisa bergandengan tangan memenangi Pemilu Legislatif sebagai modal berkoalisi dalam pemilu presiden nanti, juga dibahas dalam pertemuan yang berlangsung di sebuah rumah di Jalan Imam Bonjol 66, Jakarta Pusat.

Pramono dan Burhanuddin mengakui, pertemuan tersebut adalah inisiatif bersama. Megawati, selain didampingi Pramono Anung, juga disertai Ketua Dewan Pertimbangan Pusat (Depperpu) Taufiq Kiemas, dan Ketua Badan Pengendali dan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PDI-P Tjahjo Kumolo. Sedangkan JK, selain didampingi Burhanuddin Napitupulu, juga didampingi Ketua Dewan Penasihat Partai Golkar Surya Paloh, Sekjen Sumarsono, dan Wakil Ketua Umum Agung Laksono.

Menurut Pramono, bila kedua partai berkoalisi, diyakini bisa memenangi 86 persen suara di pusat, serta 76 persen di provinsi, kabupaten, dan kota. Prediksi itu didasarkan pada 80 persen pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota dimenangi PDI-P dan Golkar.

Sementara itu, Burhanuddin menambahkan, kerja sama kedua partai akan lebih mudah dilakukan, karena sama-sama diobsesi oleh keinginan hadirnya pemerintahan yang kuat di Indonesia.


Mematangkan Koalisi

Menyikapi pertemuan tersebut, pengamat politik Universitas Paramadina, Bima Arya Sugiarto menilai, pematangan koalisi kedua parpol, sangat bergantung pada fleksibilitas Megawati Soekarnoputri dan PDI-P. Menurutnya, koalisi ideal sangat ditentukan hasil pemilu legislatif.

"Sehingga bisa menentukan siapa yang menjadi RI 1 dan RI 2. Sulit membayangkan kalau fleksibilitas PDI-P dan Megawati tidak ada. Kalau PDI-P pasang harga mati (sebagai capres) akan sulit," ujarnya.



Selain itu, lanjut Bima, juga bergantung pada sejauh mana koalisi nasionalis ini mampu merangkul kekuatan Islam yang diwakili oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). "Rumah nasional saja tidak cukup. SBY saja merangkul PPP dan PKS," ujarnya.

Senada dengan itu, pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Purwo Santoso memperkirakan, koalisi PDI-P dan Golkar akan menjadi blok utama untuk mengimbangi SBY yang kuat. "Namun, Golkar dan PDI-P harus berjuang keras menghadapi kekuatan SBY yang masih punya popularitas tinggi dan kebijakan pemerintahan yang relatif mengundang simpati publik," katanya.

Secara terpisah, pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA memberi arti penting pada pertemuan JK dan Megawati. Sebab, sejak reformasi bergulir pada 1998, politik Indonesia terus-menerus mengalami fragmentasi. Jumlah partai semakin banyak, dan akibatnya perolehan suara mengecil.

Dampaknya, sulit terbentuk pemerintahan yang kuat, dan Indonesia tergelincir menjadi pemerintahan demokratis yang tak efektif. "Untuk kepentingan bangsa, mereka berdua dapat melakukan apa yang disebut langkah kenegarawanan, menciptakan kerja sama partai yang lebih terlembaga, dan membentuk pemerintahan yang kuat," ucap Denny. [ASR/J

No comments:

Archives