Awas Lembaga Survei Bayaran! |
Masa kampanye seperti ini, bukan saja memakmurkan para produsen dan pedagang atribut partai, yang jualan laris manis bak kacang goreng, tetapi banyak lebih dari itu panen juga dialami oleh media massa dengan peningkatan oplah, rating, dan iklan. Ternyata tidak itu saja yang panen uang, apalagi?
Menurut Pengamat Sosial Politik Internasional, Didin Fahrudin, pelaksanaan pemilu legislatif yang diikuti oleh banyak partai bisa memakmurkan walau disisi lain memiskinkan.
"Pemilu dengan kampanyenya jelas mengalirkan uang trilyunan, ditambah partai-partai politik dan caleg tidak segan-segan mengeluarkan dana dalam jumlah banyak demi perolehan suara mereka " ujar Didin, via email, Sabtu (21/03) di Den Haag, Belanda.
Lanjut Didin, parpol dan dan caleg bisa membayar lembaga survei, agar hasilnya bisa membuat opini kemenangan buat mereka, juga jangan salah para pengamat politik pun bisa dibayar atau diarahkan agar komentarnya bisa menggiring opini calon pemilih kepada partainya.
"Jadi masyarakat harus cerdas menilai, karena media, wartawan pembuat opini, lembaga survei dan pengamat politik bisa berperilaku seperti penjaja eceran atribut partai, hanya cara dan target mereka lebih terkesan elegan dan berpengaruh," kata Didin mengingatkan.
Didin melanjutkan, bahaya dari proses jual beli ini akan menghasilkan pemimpin-pemimpin yang memiliki banyak uang atau saat ini memiliki kekuasaan, kemudian setelah mereka berkuasa mereka akan berusaha mengembalikan uang yang mereka keluarkan saat kampenye, dari pundi-pundi kas negara sehingga rakyat akan semakin miskin.
"Ini bahayanya, satu sisi pemilu yang sudah memakai uang rakyat trilyunan rupiah ternyata hanya menghasilkan pemimpin yang materrialistis berkuasa karena uang dan akan berkuasa demi uang " tambah Didin
Kemudian, Didin mengingatkan kepada para wartawan, media massa, pengamat politik dan lembaga-lembaga survei untuk kembali kepada etika sebenarnya.
Fenomena jual beli tersebut mulai tercium di Jakarta. Lembaga survei yang dibayar partai, wartawan penulis opini kampanye negatif dan giringan opini positif semarak media massa sampai-sampai partai yang membayar masyarakat untuk menghadiri kampanyenya. Jika politik uang ini terus dijalankan, bagaimana nasib bangsa kemudian? Sekarang saatnya kita bangun politik, media, opinion maker, yang jujur.
No comments:
Post a Comment