Diancam Warga Ingin Pisah dari NKRI - Aparat Kebakaran Jenggot

 
 
Jum'at, 06 Maret 2009 , 10:28:00
 

Aparat Kebakaran Jenggot

Deputi Pertahanan Negara bersama Danlanud Supadio dan Danrem saat mendarat di Lanud Supadio, usai melakukan kunjungan ke Puring Kencana
Warga perbatasan selalu menuntut kesejahteraan, tapi diabaikan pemerintah. Tidak salah apabila mereka mengancam keluar dari NKRI. Negeri tetangga lebih rimbun dari pada negeri sendiri.

Pontianak. Warga itu manusia bukan tunggul. Mereka mesti diperhatikan, bukan dibiarkan. Tidak salah apabila warga Kecamatan Puring Kencana Kapuas Hulu mengancam lewat selembar surat ingin keluar dari NKRI. Jelas saja para aparat keamanan kebakaran jenggot.

Menindaklanjuti surat ancaman itu, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) melalui Deputi Pertahanan Negara bersama Danrem dan Danlanud buru-buru turun ke lapangan. Mereka ingin mengecek, benarkah warga di perbatasannya ingin keluar dari negara ini.

"Isu yang beredar bahwa masyarakat Puring Kencana akan memisahkan diri dari NKRI, itu tidak benar. Surat yang dikirimkan kepada Menkopolhukam hanya dibuat sebagian orang. Pada intinya, mereka di sana menuntut agar kesejahteraan mereka lebih diperhatikan," jelas Slamet Santoso, Deputi Pertanahan Negara, Menkopolhukam kepada Equator di ruang VIP Lanud Supadio usai melakukan peninjauan di Kecamatan Puring Kencana, Kamis (5/3) kemarin.

Dikatakannya, setelah turun ke lapangan, ternyata pemberitaan yang selama ini beredar tak seheboh itu. Dari pemaparan media yang mengatakan akses jalan di sana kurang memadai, tidak ada rumah sekolah dan Puskesmas. Ternyata, di sana ada SD dan SMP. Hanya saja, kualitasnya memang kurang baik. Demikian halnya dengan Puskesmas juga tersedia di sana.

"Namun, kita tetap mengucapkan terima kasih kepada media massa yang telah memberikan informasi kepada kita. Kita berusaha menindaklanjuti informasi yang telah diberikan pers yang memberikan Puring Kencana dicaplok oleh Malaysia," ujar Slamet.
Berdasarkan fakta yang ada di lapangan, kehidupan masyarakat di sana memang cukup memprihatinkan. Di mana beberapa desa di kecamatan tersebut belum tersentuh listrik. "Perlu kami kemukakan bahwa untuk seluruh daerah yang ada di wilayah perbatasan memang mengalami hal serupa. Kita akui memang di daerah perbatasan jauh tersentuh dari pembangunan," tambah Slamet.

Sebagai lembaga yang menangani pertahanan negara, Depolhukam menyadari apabila suatu daerah kurang mendapat perhatian bisa saja masyarakat di sana akan berpindah ke negara lain. Setelah turun ke lapangan, ternyata nasionalisme masyarakat di sana sangat tinggi. Sehingga isu yang menyatakan bahwa mereka akan memisahkan diri dari NKRI dan bergabung ke Malaysia tidak benar.
"Di Puring Kencana ada lima desa. Sebetulnya, kecamatan ini juga jauh dari perbatasan. Jaraknya mencapai 18 kilometer dan butuh waktu empat jam untuk menuju perbatasan. Hanya permasalahannya masyarakat di sana memang banyak menggantungkan hidupnya dari Malaysia. Sebanyak 75 persen masyarakat di sana memasok kebutuhan sehari-hari dari Malaysia yang memang jaraknya lebih dekat," jelasnya.

Selain itu, masyarakat di sana juga lebih senang berobat di Malaysia karena selain sarana dan perasaan di sana lebih lengkap juga jaraknya lebih dekat dan mudah dijangkau oleh masyarakat. Namun, di sana masyarakat tetap harus bayar untuk pengobatan.
"Masyarakat di sana hanya meminta peningkatan kesejahteraan mereka lebih diperhatikan. Dari hasil kunjungan ini akan kita sampaikan kepada Menpolhukam untuk seterusnya disampaikan kepada pemerintah pusat. Untuk mengatasi gejolak masyarakat di daerah perbatasan, tentu tidak dapat ditangani Depolhukam sendiri. Perlu kerja sama dari semua departemen," tukas Slamet.
Sementara itu, Camat Puring Kencana Kabupaten Kapuas Hulu Drs D William membantah keinginan warganya untuk menjadi warga negara Malaysia. Menurutnya, kenyataan selama ini warga di sana kerap berbelanja di sana ketimbang ke Putussibau atau Pontianak.
"Tidak benar dan tidak mungkin kita meminta warga negara Malaysia. Kalau hanya berbelanja mungkin saja, karena 75 persen bahan pokok didatangkan dari Malaysia," ungkap D Wiliam dihubungi kemarin.
 
"Kalau menunggu bahan pokok dari Putussibau dan Pontianak sangat lama. Lagian, kondisi dari Kecamatan Puring Kencana ke Putussibau tidak memungkinkan, karena jalannya hancur. Jika sekadar untuk berkunjung ke Malaysia, itu hal yang lumrah. Karena tidak sedikit keluarga warga Puring berada di sana (Malaysia, red). Jadi itu hal yang biasa, bukannya bergabung," tegas William.

Terpisah, Wakil Gubernur Drs Christiandy Sanjaya saat dikonfirmasi informasi tersebut ia mengungkapkan, sepengetahuan dirinya laporan itu belum sampai ke tempatnya. Namun mengenai 'krikil-krikil' di daerah perbatasan yang inginkan masuk ke Malaysia lantaran kesejahteraan negara tetangga lebih menjanjikan, tidak dipungkirinya. Pasalnya, dengan luas Kalbar 146.807 kilometer persegi atau 7,53 persen luas Indonesia), merupakan provinsi terluas keempat setelah Papua, Kaltim. Namun di satu sisi hanya memiliki APBD sekitar Rp 1,4 triliun saja.

"Kenapa Pak Gubernur selalu menyampaikan perbatasan tentang kesejahteraan dan ketahanan? Karena pada daerah perbatasan kita selalu ada problem menyangkut masalah kesejahteraan dan ketahanan daerah. Saya kira penanganan daerah perbatasan diperlukan kerjasama yang baik. Baik pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten. Persoalan daerah perbatasan tidak bisa ditangani sendirian. APBD kita hanya Rp 1,4 triliun mesti digunakan untuk membangun Kalbar yang luasnya melebihi pulau Jawa ini," ungkap Christiandy temui di ruang kerjanya, kemarin.

Pada berita Equator 31 Januari lalu, Camat Puring Kencana Drs D William dengan lantang membeberkan kondisi daerahnya tersebut. "Fasilitas kehidupan masyarakat kami sangat memprihatinkan. Listrik tidak ada, jalan hancur sehingga sarana transportasi juga tidak ada yang menghubungi lima desa dan 15 dusun," ungkapnya, di kantor gubernur, Jumat (30/1).

Kecamatan Puring Kencana dihuni kurang lebih tiga ribu jiwa warga. Rata-rata mereka bekerja sebagai buruh bangunan di Malaysia dan petani lada. Bahkan, tidak sedikit yang menjadi perantau di kecamatan lain. Mereka berangkat keluar kabupaten untuk mencari nafkah. "Bagi mereka yang tidak memiliki lahan pertanian, lebih memilih bekerja di luar daerah, khususnya di Malaysia," ujar William.
Fasilitas kesehatan juga minim. Meskipun Puring Kencana memiliki satu unit Puskesmas, namun tidak ada dokter yang ditugaskan. Apabila ada warga yang hamil dan sakit keras, mereka lebih memilih melahirkan dan berobat di rumah sakit Batu Lintang (nama kecamatan di Malaysia Timur). Alasannya, pelayanan lebih berkualitas. Anak yang dilahirkan juga akan dibuatkan surat beranak atau akta kelahiran gratis. "Surat beranak tersebut akan menjadi syarat untuk mendapatkan IC atau kartu identitas," papar William.
William mengatakan, anak yang lahir di Malaysia, dengan mudah masuk sekolah di Malaysia, baik tingkat SD, SMP dan SMA, bahkan kuliah. Tidak sedikit warga yang sebelumnya mengemban pendidikan di Malaysia bekerja sebagai karyawan perusahaan. "Maka, jangan heran apabila ada warga kita yang lebih bangga apabila bisa menyekolahkan anaknya di Malaysia," ungkapnya.

Pemerintah Indonesia hanya mampu membangun sembilan unit SD dan satu unit SMP di Puring Kencana. Itupun tenaga pengajar yang ditugaskan sangat kurang. Fasilitas yang disediakan untuk proses belajar-mengajar sangat-sangat minim. Jangan heran apabila warga lebih memilih menyekolahkan anak di Malaysia. Alasannya, mutu dan kualitas jauh lebih baik dari sekolah yang ada di Puring Kencana. Apalagi pemerintah Malaysia menyediakan asrama khusus pelajar serta membebaskan biaya pendidikan dari SD hingga SMP.
"Warga kita lebih memilih menyekolahkan anaknya di Batu Lintang Malaysia yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Puring Kencana. Mereka bisa sekolah di sana karena memiliki IC yang diperoleh ketika melahirkan anaknya di Malaysia," jelas William.    Memenuhi kebutuhan makanan, 90 persen warga Puring Kencana belanja di Malaysia. Apabila belanja makanan dari Putusibau (Ibu Kota Kapuas Hulu) harus menunggu 10 jam perjalanan. Itupun kalau jalan kering. Apabila hujan, maka bisa memakan waktu dua hari perjalanan. "Apabila belanja di Putussibau, bisa-bisa keluarga mereka kelaparan," pa
par William.

No comments:

Archives