George Junus Aditjondro
Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarnoputeri boleh saja berdebat soal bantuan langsung tunai (BLT). Atau soal kebijakan harga BBM. Sebab sebenarnya, kebijakan energi kedua capres itu tidak banyak berbeda. Waktu Megawati jadi presiden, harga BBM dinaikkan. Sedangkan pada era SBY-JK, harga BBM dinaikkan dengan sekali genjot, lalu diturunkan secara berangsur tiga kali, dengan nilai total sebesar kenaikannya. Jadi impas.
Bantuan langsung tunai diadakan untuk membantu rakyat kecil menghadapi kenaikan harga sembako dan ongkos angkutan umum. Namun, walaupun harga BBM sudah tiga kali turun, ongkos angkutan umum tidak juga turun. Jadi, sebenarnya perdebatan SBY dan Megawati soal BLT hanya menyentuh hal-hal di permukaan. Termasuk sewaktu memantau pembagian BLT di Kantor Pos Rawamangun, 25 Maret lalu, Puan Maharani menegaskan, partainya akan mengawasi pembagian BLT.
Puan Maharani? Ya, putri Megawati dan Taufiq Kiemas, juga caleg PDI-P dari Dapil V Jateng yang meliputi Klaten, Sukoharjo, Boyolali, dan Solo. Ini menunjukkan bahwa di balik perdebatan soal BLT, ada kesamaan dalam kampanye SBY dan Megawati: keduanya melibatkan keluarga besar untuk merebut kursi di Senayan.
Dari keluarga besar Megawati, bukan hanya putri bungsunya yang terlibat dalam kampanye itu. Taufiq Kiemas, suaminya, caleg untuk Dapil Jabar II. Adik kandung Taufiq, Nazaruddin Kiemas, maju lewat Dapil Sumsel I, tanah kelahiran Kiemas Bersaudara. Adik kandung Megawati, Guruh Soekarnoputra, maju dari Dapil Jatim I. Keponakan Megawati dan anak Guruh Soekarnoputra, Putri Guntur Soekarnoputra, maju dari Dapil X Jabar.
Gejala serupa tampak pada keluarga besar SBY. Anak bungsu SBY, Edi Baskoro Yudhoyono, menjadi caleg Partai Demokrat dari Dapil Jatim VII yang meliputi, Pacitan. Edi Baskoro sering berkampanye mendampingi ayah-ibunya. Adik ipar SBY, Hartanto Edhie Wibowo, pengusaha, maju dari Dapil Banten III.
Munculnya kerabat politisi senior sebagai caleg tidak terbatas pada SBY dan Megawati. Masih di lingkungan PDI-P, Sabam Sirait, deklarator partai itu, maju bersama anaknya, Maruarar Sirait. Sang ayah dari Kalteng, sang putra dari Jabar XI. Sekjen PDI-P, Pramono Anung, maju bersama adiknya, Ariabima. Abangnya maju lewat Jatim V, adiknya lewat Jateng V.
Gejala 'regenerasi politik' ini juga tampak pada partai-partai lain. Setelah pecahan PKB yang dipimpinnya gagal ikut pemilu, Yenny Wahid, anak Gus Dur, mendorong anggota partainya untuk mendukung Gerindra. Dari Golkar, Ketua DPR Agung Laksono maju dari Jakarta, sementara anaknya, Dave Laksono, dari Jabar. Dari Gerindra, dua keponakan Prabowo Subianto -Tommy dan Budi Djiwandono- maju sebagai caleg mewakili Kalimantan serta Jakarta Selatan dan Luar Negeri.
Dinasti Politik
Untunglah, gejala pembentukan "dinasti politik" di Indonesia belum separah di Asia Selatan. Di India, tiga generasi Nehru pernah jadi perdana menteri (PM). Di Sri Lanka, dinasti Bandaranaike telah menghasilkan tiga PM dan seorang presiden, sejak negeri itu merdeka 1948. Jadi, dibandingkan dengan Sri Lanka, India, dan Pakistan, di mana duda Benazer Bhutto, Asif Zardari, kini jadi presiden, dinasti Bung Karno belum sampai terbentuk di panggung politik Indonesia.
Sementara itu, pengaruh keluarga besar Megawati masih kalah dibandingkan dengan pengaruh keluarga besar SBY di pentas ekonomi politik Indonesia. Terutama pengaruh saudara-saudara dan ipar-ipar Ibu Negara. Seorang adik ipar, Brigjen Pramono Edhie Wibowo, sekarang Danjen Kopassus. Seorang abang ipar, Letjen Erwin Sudjono, mantan Pangkostrad dan Kasum TNI. Seorang adik ipar lagi, Gatot Mudiantoro Suwondo, kini Dirut BNI. Lalu, Hadi Utomo, Ketua Umum DPP Partai Demokrat yang mengusung SBY sebagai calon presiden untuk kedua kalinya, juga adik ipar Ani Yudhoyono.
Hartanto Edhie Wibowo, adik kandung Ani, adalah Bendahara Yayasan Majelis Dzikir SBY Nurussalam. Bersama Yayasan Puri Cikeas, yayasan ini 'jembatan penghubung' keluarga SBY dengan sejumlah pengusaha, yakni Sukamdani dan anaknya, Hariadi, Tanri Abeng dan anaknya, Emir Abeng, serta Aziz Mochdar, mitra bisnis Bambang Trihatmodjo dan adik Muchsin Mohdar. Muchsin sendiri adik ipar BJ Habibie.
Sayangnya, para capres yang asyik melakukan regenerasi politik tidak peka terhadap segala kritik gejala ini, yang merujuk pada dua bahaya. Pertama, gejala ini mengerdilkan partisipasi anggota partai yang bukan keluarga besar elitenya. Kedua, nepotisme di bidang politik sering melebar ke dunia bisnis. Makanya, ketimbang mengutak-atik BLT, lebih baik undang para capres berdebat soal pro dan kontra pembentukan dinasti politik melalui pemilu legislatif dan pilpres mendatang.
Penulis adalah peneliti pembentukan oligarki para presiden RI, sejak Soeharto sampai SBY. Dapat dihubungi di georgejunusaditjondro@gmail.com
No comments:
Post a Comment