(inilah.com/ Raya Abdullah)
INILAH.COM, Jakarta – Anggota Dewan Penasihat Partai Gerindra Permadi menyebut Ketua DPP Partai Demokrat Ruhut Sitompul sebagai kutu loncat. Hal ini membuat pemeran Si Poltak di Sinetron Gerhana itu berang. Ia balas menyebut Permadi dengan julukan serupa dan memintanya berkaca sebelum mengkritik SBY.
Dalam pernyataan sebelumnya, Permadi menyebut SBY seharusnya malu dengan gelar doktor pertanian yang disandangnya, namun padi Super Toy yang diunggulkannya ternyata gagal. Atas kritikan itu, kepada INILAH.COM, Kamis (2/4), Ruhut meminta mantan politisi PDIP itu melihat dulu calon presidennya.
"Jangan langsung menunjuk hidung SBY, tapi tunjuk dulu hidung Prabowo atau hidungnya sendiri. Dia yang kayak kutu meloncat-loncat. Waktu Permadi di PDIP, dia tuh sering mengkritik dan menjelek-jelekkan Prabowo, sekarang dia malah jadi anak buah Prabowo," papar mantan politisi Partai Golkar ini.
Mengenai kritikannya kepada Prabowo saat berkampanye di Jombang, Jawa Timur, Rabu (1/4) lalu, menurut Ruhut, karena banyak capres yang mendadak jadi orang pintar. Sehingga, apapun yang dikatakan Prabowo dalam kampanyenya baru sebatas janji.
"Jangan membandingkan khayalan-khayalannya dengan apa yang terjadi sekarang. Dan biasanya, orang sering berjanji tidak akan terpilih. Akan tetapi, bila Prabowo yang bicara tidak ada masalah asal jangan Permadi yang berkoar," tegasnya.
Namun, dia mengakui, jika Prabowo bicara mengenai ekonomi memang masih sangat relevan. Mengingat mantan Danjen Kopasus itu memang berlatarbelakang keluarga pengusaha dan putra Begawan Ekonomi Sumitro Djojohadikusumo.
"Saya masih menghormati Prabowo karena ayahnya adalah guru besar saya. Dia (Prabowo) pun masih teman saya. Tapi kalau Permadi, tolong jangan kebakaran jenggot," ucapnya.
Ia kembali mengkritik latar belakang Permadi yang mengaku sebagai ahli hukum, namun ketika bicara selalu mengenai masalah paranormal. "Kalau Permadi yang mengkritik, kita kita sih senyum saja," ucap seraya terkekeh.[fir/nuz]
Hehehe... sama juga sami mawon cah loro iki.
No comments:
Post a Comment