Capres Beringin di Pemilu 2009

Source : Milis Tengah Padang

Tahun depan negeri ini akan kembali berpesta. Pemilihan umum yang akan memilih wakil-wakil rakyat dan pemilihan presiden akan kembali digelar. Secara jujur kita akui bahwa gaung siapa yang bakal menjadi calon presiden lebih kuat getarannya ketimbang siapa saja yang bakal duduk di Senayan. Sejak beberapa bulan terakhir, berbagai pooling, survey dan prediksi sudah dilakukan. Hasilnya sudah dapat disimak oleh masyarakat, khususnya yang berkenaan dengan popularitas tokoh-tokoh yang dianggap pantas menjadi presiden.

Satu tanda tanya besar yang menggelayut di benak banyak orang, siapakah kira-kira tokoh yang akan diusung oleh Golkar sebagai calon presiden mendatang. Pertanyaan ini wajar dilemparkan kepada Golkar, mengingat partai ini memiliki kekuatan yang perlu diperhitungkan dalam peta politik di republik ini. Memang salah satu ormas besar pendiri Golkar, yakni Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (Soksi), sudah memutuskan untuk mengusung Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai Capres.
Hal ini tidak mengherankan, karena raja Yogya ini memang salah satu anggota penasehat Depinas Soksi. Hal ini juga pernah dilakukan oleh Soksi pada tahun 2004, ketika mereka mengusung Wiranto untuk menjadi Capres dari partai Golkar. Semua kader Soksi juga sangat mengenal sosok Wiranto sebagai salah satu Penasehat Depinas Soksi, sama halnya dengan Sri Sultan Hemengkubuwono X.

Bagi Golkar banyak opsi yang dapat mereka ambil untuk menentukan siapa Capres yang akan mereka majukan dalam Pilpres yang akan datang. Opsi yang dapat mereka ambil antara lain : memajukan Ketua Umum DPP Partai Golkar sebagai Capres; melaksanakan konvensi partai seperti yang dilakukan pada penyaringan pilpres periode yang lalu, dan menyandarkan diri pada hasil berbagai survey mengenai tokoh yang paling populer dan pantas untuk diusung sebagai capres.

Apabila opsi pertama yang dipilih, Ketua Umum Partai Golkar otomatis menjadi Capres, pertanyaan yang akan timbul adalah apakah sosok Yusuf Kalla mampu menyaingi popularitas SBY, Sri Sultan Hamengkubuwono X, Hidayat Nurwahid, Wiranto, Prabowo, Megawati dan lain-lain. Kalau opsi kedua — yakni melakukan konvensi partai --- yang dipilih, kembali akan muncul pertanyaan yang hampir serupa, apakah Ketum Partai Golkar dapat memenangkan konvensi tersebut, meskipun tokoh-tokoh seperti Wiranto dan Prabowo mungkin tidak akan ikut konvensi itu karena sudah punya partai sendiri. Masih segar dalam ingatan kita ketika Akbar Tanjung dikalahkan oleh Wiranto pada konvensi pilpres periode yang lalu.

Opsi terakhir yang dapat diambil oleh partai Golkar adalah menentukan capres mereka berdasarkan hasil survey. Kalau ini yang mereka pilih, maka sudah hampir dapat dipastikan bahwa Ketum Partai Golkar tidak akan dapat berada di posisi Capres. Karena beliau tidak termasuk dalam deretan calon-calon presiden yang populer. Artinya, Ketum hanya dapat duduk di kursi calon Wakil Presiden, itu-pun kalau calon-calon presiden yang akan maju dalam pilpres mau mengajak.

Opsi pertama dapat saja menghasilkan tak ada tokoh Golkar yang duduk menjadi Presiden atau Wakil Presiden. Opsi kedua mampu membuka peluang bagi Golkar untuk meraih kursi Presiden atau Wakil Presiden. Dan opsi ketiga hanya memberi peluang bagi Golkar untuk menduduki kursi Wakil Presiden, kecuali bila Partai Golkar bersedia mencalonkan tokoh paling populer meskipun yang bersangkutan berasal dari partai lain. Opsi mana yang akan dipilih, semua terpulang kepada partai beringin itu sendiri.

Bengkulu, 20 Oktober 2008.
(H. Musiardanis)

No comments:

Archives