Golkar dan PDI-P Koalisi Permanen
Golkar Lokomotif Koalisi
[JAKARTA] Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dipastikan membangun koalisi di pemerintahan dan parlemen mendatang. Sumber SP menyatakan, lobi-lobi untuk menjalin koalisi permanen di antara kedua parpol besar itu berjalan intensif dan makin mengkristal. Terkait koalisi itu, muncul skenario Partai Golkar mengajukan capres Jusuf Kalla dan cawapres dari kalangan internal atau parpol lain di luar PDI-P, dan tokoh Golkar, Sri Sultan Hamengku Buwono X "direlakan" ke PDI-P mendampingi Megawati Soekarnoputri.
Pasangan mana pun yang menang dalam Pilpres 2009, tetap akan menempatkan kader kedua parpol di pemerintahan dan bersama-sama mendukung pemerintah di parlemen.
Sejalan dengan rencana tersebut, Ketua DPP Partai Golkar Syamsul Muarif menegaskan Golkar paling cocok berkoalisi dengan PDI-P. "Hal ini juga sudah dijelaskan Pak Surya Paloh, sebagai Ketua Dewan Pensihat Partai Golkar," ujarnya kepada SP, Kamis (26/2). Selain itu, Golkar pun membuka diri berkoalisi dengan parpol yang memiliki visi dan misi yang sama, seperti Gerindra dan Hanura.
Kalaupun PDI-P maju sendiri dalam pencapresan dengan mengusung Megawati Soekarnoputri, kata Syamsul, tidak akan mempengaruhi rencana koalisi. "Golkar dan PDI-P bisa sama-sama maju di pilpres. Siapa pun yang menang, kedua partai tetap akan saling mendukung, baik di pemerintahan ataupun di parlemen," katanya.
Dikatakan, Partai Golkar sangat menghendaki pemerintah yang berkuasa memiliki dukungan politik lebih dari 50 persen di parlemen. Dengan dukungan sebesar itu, pemerintah akan menjadi kuat. Oleh sebab itu, partai mana pun yang akan berkuasa di pemerintahan ke depan, tetap memerlukan koalisi dengan partai-partai lain, termasuk Partai Golkar.
Partai Besar Sekjen PDI-P, Pramono Anung menyatakan, mengacu pada hasil Pemilu 1999 yang dimenangi PDI-P dengan 33 persen suara, dan Pemilu 2004 yang menempatkan Golkar sebagai pemenang dengan 21 persen suara, tidak tertutup kemungkinan kedua partai besar ini akan berkoalisi. "Jika memang terjadi koalisi tahun 2009 ini, kami siap. Tapi belum bisa dipastikan seperti apa bentuk koalisi tersebut," jelasnya.
Penegasan tersebut senada dengan pernyataan Ketua Dewan Penasihat Partai Golkar, Surya Paloh, saat temu kader Golkar, di Medan. Surya menegaskan, hubungan antara partainya dan PDI-P akan berlanjut terus dan lebih dari sekadar silaturahmi, sebagaimana dua kali pertemuan di Medan dan Palembang, pertengahan 2007.
"Hubungan ini akan terus berlanjut. Bahkan bukan sekadar silaturahmi. Saya ingin menganjurkan dan Insya Allah, ke depan Golkar dan PDI-P akan bekerja sama yang jauh lebih erat lagi, apakah itu bersama-sama di pemerintahan, atau kerja sama di luar pemerintahan," katanya.
Sedangkan, Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDI-P, Tjahjo Kumolo menyatakan partainya tetap berharap Sri Sultan bersedia menjadi cawapres mendampingi Megawati Soekarnoputri dalam pilpres nanti.
Menurutnya, figur yang diharapkan mendampingi Mega adalah yang mampu menambah perolehan suara bagi PDI-P. Sebab, jika hanya mengandalkan kekuatan parpol dirasakan belum cukup, sehingga perlu tokoh yang memiliki nilai jual bagi pemilih. "Kami berharap pada Sultan. Namun melihat dinamika politik yang semakin cepat, finalisasinya bisa sebe- lum atau sesudah Pemilu Legislatif 9 April," ujarnya di Semarang.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Indobarometer M Qodari menilai terbuka peluang Golkar melepas Sri Sultan ke PDI-P. Golkar bisa menempatkan lebih dari satu kadernya dalam pilpres nanti, seperti yang terjadi pada Pilpres 2004. Saat itu ada tiga kader Golkar yang maju dengan pasangan berbeda, yakni Wiranto, Jusuf Kalla, dan Siswono Yudhohusodo. "Istilah saya, Golkar bisa main double gardan," katanya.
Lokomotif Koalisi Sementara itu, dalam peta koalisi ke depan, Partai Golkar dinilai sebagai lokomotif koalisi. Sejumlah parpol menyatakan rencananya untuk menggandeng partai berlambang beringin tersebut, termasuk mengincar tokoh-tokohnya, seperti Jusuf Kalla (JK) dan Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Tifatul Sembiring mengungkapkan kemungkinan partainya menyandingkan Jusuf Kalla dengan anggota Majelis Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid, pada pilpres mendatang.
"Ini yang ingin kita konkretkan. Pak JK serius atau tidak menjadi capres. Kita akan bicarakan arahnya mau ke mana, supaya PKS juga bisa membuat perhitungan," katanya.
Selain PKS, minat terhadap figur JK juga dinyatakan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Menurut Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon, Ketua Dewan Penasihat Partai Gerindra, Prabowo Subianto siap berpasangan dengan JK pada pilpres nanti. Tetapi ditegaskannya, posisi JK adalah sebagai cawapres mendampingi Prabowo.
Menurutnya, kombinasi Prabowo-JK memiliki keunggulan. Prabowo yang mantan militer, dianggap memiliki sikap tegas yang dibutuhkan Indonesia dalam lima tahun mendatang, untuk mengatasi persoalan bangsa. Sedangkan Kalla, yang dikenal sebagai pengusaha, sangat memahami dunia bisnis dan mampu mengimbangi dalam pengambilan keputusan secara cepat di bidang ekonomi.
Pengamat Politik Reform Institute, Yudi Latif menilai tidaklah mengejutkan jika saat ini Golkar mulai dilirik untuk membangun koalisi baru. Sebab, Golkar mempunyai kekuatan untuk mengakomodasi partai dari berbagai aliran.
Untuk itu, Golkar harus menunjukkan konsistensinya mengambil posisi pasti untuk maju dan jangan terkesan maju-mundur, karena bisa mendestruksi citra parpol tersebut. "Jangan nantinya dinilai dengan citra parpol pragmatis hanya mengejar kemenangan dan kursi. Justru Golkar harus menunjukkan sebagai parpol bermartabat dan punya kewibawaan," jelasnya.
Bahkan, tidaklah salah jika Golkar hanya rela di nomor dua (cawapres) sebagai pilihan terhormat untuk mengembangkan strategi dan memperjuangkan visi parpol, bukan sekedar mengejar kekuasaan. Pilihan untuk menjadi orang nomor satu atau dua, bergantung hasil perolehan suara dalam pemilu legislatif dan dengan siapa Golkar berkoalisi. "Jika suaranya tinggi, Golkar harus mengambil inisiatif," ujarnya.
Senada dengannya, M Qodari mengatakan Golkar bisa cepat membangun koalisi blok baru karena memiliki modal dasar yang kuat sebagai partai politik besar. Selain itu, Golkar dan Jusuf Kalla harus proaktif meningkatkan komunikasi politik agar tetap dilirik.
"Apakah nantinya Golkar tetap maju menjadi RI 1 (presiden) atau RI 2 (wapres) akan ditentukan oleh realitas politik. Golkar pasti sudah menyiapkan skenario politik. Namun yang penting dengan kekuatan partai besar, Golkar harus meluncur menjadi RI 1," ujarnya. [J-11/ASR/ M-17/151/LOV/142/A-16]
No comments:
Post a Comment