17/07/2008 11:14
Apa keunikan para mantan presiden di Indonesia? Jika pertanyaan ini
diajukan ke Wakil Presiden Jusuf Kalla, jawabannya adalah mereka
tak saling bersapa.
Komunikasi antar mantan presiden--juga presiden saat ini--dengan
sesamanya jauh dari kesantunan komunikasi, gagal menjalin hubungan
harmonis meski tak lagi memegang kekuasaan. Ideologi boleh berbeda,
tapi seharusnya silaturahmi harus terjaga, begitu kata Wapres.
Gagal komunikasi para tokoh itu, sejatinya telah menjadi rahasia
umum. Namun karena seorang wakil presiden yang mengungkapkan dan itu
diungkapkan dalam momen yang cukup penting yakni peringatan 100
tahun Mohammad Natsir, maka tentunya ini jadi hal yang serius
dicermati. Dalam kesempatan itu, wapres bahkan mencontohkan perilaku
santun yang ditunjukkan Mohammad Natsir yang tetap menjaga hubungan
harmonis dengan Soekarno, meski perbedaan ideologi antar mereka sangat
besar.
Politik adalah personal! Boleh jadi ini yang sesungguhnya dipahami
banyak orang. Itu sebabnya perseteruan politik meski berada dalam
aturan-aturan yang memang telah disepakati sebelumnya, tetap dianggap
memasuki wilayah personal. Kekalahan dan kemenangan dalam peristiwa
politik resmi seperti pemilu, kemudian dianggap sebagai kekalahan atau
kemenangan pribadi.
Fenomena ini, dalam level yang berbeda, juga sangat mudah dijumpai.
Tengok saja, para politisi yang mendirikan partai baru atau organisasi
massa baru ketika mereka gagal menjadi pemegang kekuasaan di partai
atau organisasi yang lama. Tak heran kita menemui banyak wajah lama
politisi dengan organisasi atau partai baru.
Politik menjadi personal hanya dapat hidup dalam model atau sistem
politik tertutup. Dalam model ini, komunikasi lebih banyak satu arah
dari atas ke bawah, lebih pada instruksi ketimbang dialog. Sang
pemimpin kemudian menjadi penguasa tunggal yang menentukan semuanya.
Tatkala ada yang berani mengkritik maka dipahami sebagai serangan
terhadap pribadi sang pemimpin. Dalam kondisi ini, perseteruan
antar pemimpin politik mau tidak mau dimasukkan dalam wilayah personal.
Maka lahirlah pemimpin dan mantan pemimpin yang tak bertegur-sapa
seperti dikatakan Wapres Jusuf kalla.
Ironis memang, kondisi gagal komunikasi mantan presiden dan presiden
kita saat ini, membuat kita seolah kembali ke masa lalu, padahal
situasi politik telah lama berubah. Jusuf kalla, bahkan perlu
mencontohkan pribadi Mohammad Natsir, yang tetap elegan menjaga
komunikasi politiknya dengan Soekarno meski perbedaan diantara mereka
cukup besar. Peristiwa itu terjadi hampir setengah abad lalu!
Pernyataan Kalla juga seolah menegaskan kembali, apa yang pernah disampaikan salah seorang founding fathers negeri ini, beberapa saat setelah Indonesia merdeka. Sang founding fathers begitu
kecewa dengan banyaknya pertikaian antar elit politik justru setelah
udara kemerdekaan telah dihirup. Begini katanya, seperti dikutip
almarhum Romo Mangunwijaya, "Kita memang terbiasa berevolusi, tapi tak
terbiasa dalam bernegara". Terjemahan bebasnya, mungkin seperti ini,
kalau antar pemimpin tak saling bertegur dan bersapa, itu artinya kita
tak pandai dalam bernegara.
Zaenal Bhakti
Kepala Program Khusus Liputan 6
No comments:
Post a Comment