Tempointeraktif.Com - DPR Desak Pemerintah Segera Akui Pemerintahan Baru Libya

foto

TEMPO Interaktif, Jakarta:- Komisi Pertahanan dan Luar Negeri Dewan Perwakilan Rakyat mendesak pemerintah secepat mungkin menentukan sikap terhadap pemerintahan transisi Libya, pasca tewasnya Muammar Qadhafi. DPR menyayangkan sikap lamban pemerintah menyikapi momentum perubahan politik di negara Libya.

"Justru sikap pemerintah Indonesia lamban betul mengakui NTC (National Transitional Council of Libya) sebagai pemerintahan sah Libya. Pemerintahan yang terbentuk sekarang sebagai transisi demokrasi dan harus didukung," ujar anggota Komisi Pertahanan Helmi Fauzy ketika dihubungi, Kamis 20 Oktober 2011.

Helmi mengatakan, sebagai pemerintahan yang lahir dari demokrasi di era reformasi, pemerintah Indonesia harusnya lebih sensitif dan cepat tanggap melihat perubahan pemerintahan di Libya dari rezim otoritarian ke demokrasi. Dengan sesegera mungkin mengambil sikap, pemerintah Indonesia juga secara otomatis mengamankan kepentingannya di kawasan timur tengah.

"Pemerintah harus mendukung NTC dan menawarkan jasa baik dan pengalaman kita sebagai negara yang dulu pernah mengalami masa-masa sulit ketika rezim otoriter menuju ke rezim demokrasi," ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini. "Jangan kita lebih banyak jadi penonton dan lamban mengambil sikap."

DPR menyayangkan sikap tidak tegas pemerintah menyoroti pergolakan di Libya sejak Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa yang diselenggarakan bulan lalu. Ketika itu, sebanyak 144 negara mendukung pemerintahan baru Libya. Tapi, "Pemerintah Indonesia menyatakan abstain," ujar Helmi.

Bahkan, kata Helmi, dari sepuluh negara anggota ASEAN, 8 negara di antaranya juga menyatakan dukungan kepada pemerintahan baru Libya ketika Sidang Majelis Umum PBB tersebut. "Kita menjadi tuan rumah Bali Democracy Forum, tapi justru kita sendiri tidak mengapresiasi perjuangan rakyat Libya yang ingin mewujudkan demokrasi di negerinya," ujarnya.

Dikatakannya, ada semacam ambiguitas dalam formulasi kebijakan luar negeri Indonesia. "Di satu sisi kita setuju NATO dan Amerika Serikat mencegah Qadhafi melakukan kejahatan kemanusiaan, tapi ketika terjadi perubahan di Libya, kita tidak menujukkan dukungan," kata dia. "Padahal rakyat Libya ingin belajar banyak tentang demokrasi dari kita."

Seperti diketahui, Muammar Qadhafi akhirnya menyerah di Sirte. Di kampung halamannya itu, penguasa Libya 42 tahun lamanya itu sempat melawan, sebelum akhirnya tertembak di kepala oleh lawan-lawan politiknya.

Sosok orang paling diburu beberapa bulan terakhir ini memang terbilang unik. Lelaki yang selalu tampil dengan seragam unik, juga punya pelindung perempuan-perempuan eksotis dan seorang Badui yang tinggal dibawah tenda. Pria ini memerintahkan Libya dengan tangan baja penuh darah selama 42 tahun. Sedekade lebih lama ketimbang Suharto.
Tempointeraktif.Com - DPR Desak Pemerintah Segera Akui Pemerintahan Baru Libya

Pengerjaan Venue Voli Pantai Belum Selesai

Air Kolam Renang Akuatik Masih Keruh

Usulan Nama Gelora SBY Terkait Koalisi

Fadel Terdepak, Suara Golkar Terbelah

SBY Lantik Para Wakil Menteri

FAM Indonesia Kecam Pemerintahan SBY