Belasan Tokoh Nasional Jaminkan Diri untuk Chandra dan Bibit

http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/10/29/22271160/Belasan.Tokoh.Nasional.Jaminkan.Diri.untuk.Chandra.dan.Bibit

JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah tokoh nasional bersedia menjaminkan diri demi penangguhan penahanan atas dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto. Mereka menilai, penahanan keduanya tidak perlu dilakukan penyidik Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia.

"Alasan saya bersedia jadi penjamin karena melihat Bibit dan Chandra selalu tertib wajib melapor ke polisi dan dia sudah tidak aktif sebagai pimpinan KPK sehingga tidak mungkin menghilangkan barang bukti. Maka saya merasa mereka dapat dipercaya bahwa mereka tidak akan lari dan akan selalu kooperatif pada polisi," ujar Imam B Prasodjo, sosiolog dari Universitas Indonesia, melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Kamis (29/10).

Imam adalah salah satu di antara tokoh masyarakat yang bersedia menjadi penjamin bagi kedua orang tersebut. Sejauh ini, tokoh yang sudah setuju mau memberi jaminan sebagai pribadi kepada Bibit dan Chandra agar dibebaskan dari penahanan polisi. Sampai saat ini sudah ada 19 tokoh nasional yang bersedia.

Mereka adalah Komarudin Hidayat, Azyumardi Azra, Indira Samego, Satya Arinanto, Syamsuddin Haris, J Kristiadi, Imam B Prasodjo, Syafi'i Anwar, Radhar Panca Dahana, Hikmahanto, Adnan Buyung Nasution, Todung Mulya Lubis, Saldi Isra, Ahmad Sobary, Anies Baswedan, Zainal Arifin Mochtar (Dosen FH UGM), Premita Fifi Widhiawati (pendiri dan pengurus Lembaga Edukasi, Bantuan, dan Advokasi Hukum Jurist Makara), Taufiq Ismail, dan Ihsan Ali Fauzi.

"Bila polisi tidak percaya kepada mereka, biarlah saya dan ternyata juga banyak orang termasuk para tokoh masyarakat bersedia didaftar sebagai penjamin Bibit dan Chandra," tegas Imam.

Sajak Perlawanan Kaum Cicak

Sajak Perlawanan Kaum Cicak


Sumber : PuisiIndonesiaModern.blogspot.com



karya Tulus Widjanarko*


Kami tahu tanganmu mencengkeram gari
karena kalian adalah bandit sejati

Kami tahu saku kalian tak pernah kering
karena kalian sekumpulan para maling

Kami mahfum kalian memilih menjadi bebal
sebab melulu sadar pangkat kalian hanyalah sekadar begundal

Kami tahu kalian berusaha terlihat kuat menendang-nendang
demikianlah takdir para pecundang

Kami mengerti otak kalian seperti robot
meski demikian kalian sungguh-sungguh gemar berkomplot

Kami sangat terang kenapa kalian begitu menyedihkan
karena kalian memang hanyalah gerombolan budak
yang meringkuk jeri di mantel sendiri

Kami tahu kenapa kalian gemetar ketakutan
dan tanganmu menggapai-gapai sangsi ke udara

karena kalian tahu
Kami tidak takut kepadamu
Kami tidak takut kepadamu
dan akan melawan tak henti-henti

kami tahu
kalian gemetar,
Kami sangat tahu
kalian sungguh gemetar!

28/09

*Tulus Widjanarko, penyair dan wartawan Tempo

SBY: Jika Saya Intervensi, Sistem dan Kehidupan Bernegara akan Rusak

Jumat, 30/10/2009 16:45 WIB
Chandra dan Bibit Ditahan
SBY: Jika Saya Intervensi, Sistem dan Kehidupan Bernegara akan Rusak
Anwar Khumaini - detikNews

Jakarta - Presiden SBY tidak mau melakukan intervensi atas penyidikan terhadap dua pimpinan KPK nonaktif Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah. Sebab, jika dirinya melakukan intervensi, maka sistem dan kehidupan bernegara akan rusak. SBY meminta semua pihak menghormati proses hukum yang berlangsung.

SBY mengaku sempat mendapat permintaan dari mantan pimpinan KPK yang meminta agar dirinya meminta polisi mengeluarkan SP3 dalam kasus Bibit dan Chandra. "Penyidikan ini tengah berlangsung. Kalau itu saya ikuti, terus saya minta polisi yang sedang menyidik keluarkan SP3, Kejagung yang sedang menyidik keluarkan SP3, begitu juga dengan KPK, saya kira sistem dan kehidupan bernegara kita akan rusak. Saya dengan tegas mengatakan, saya tidak boleh dan tidak akan melakukan intervensi seperti itu," kata SBY dalam jumpa pers di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (30/10/2009).

Jika yang dimaksud anggapan masyarakat bahwa dirinya melakukan pembiaran adalah karena tidak melakukan intervensi, maka itu akan kacau. Bila dirinya melakukan intervensi, maka yang terjadi adalah tebang pilih.

"Sementara ada perdebatan di luar yang saya dengar, bahwa Pak Bibit dan Pak Chandra sudah pasti tidak bersalah, kenapa harus ditahan. Itu bukan kewenangan saya untuk menjelaskan. Yang harus menjelaskan tentu pimpinan Polri, karena yang menahan beliau adalah Polri," kata SBY.

Penentuan apakah Bibit dan Chandra bersalah atau tidak, lanjut SBY, harus menunggu proses hukum selesai. "Kalau tidak bersalah, tidak dapat dibuktikan melanggar hukum, maka keduanya harus dibebaskan. Itu keadilan. Kalau dalam proses hukum, beliau bersalah, tentu mendapat sanksi," tegas SBY.

SBY meminta semua pihak menghormati proses hukum yang berjalan. "Mari kita hormati proses hukum yang berjaan, karena ini masih dalam penyidikan polisi. Dan andaikata nanti masuk dalam penuntutan kejaksaan, saya tidak tahu apakah akan berhenti di situ atau masuk pengadilan. Yang jelas, sering saya sampaikan kepada Kapori dan Jaksa Agung, bila akan berlanjut nantinya, hakim dan pembela bertindaklah profesional, yang adil dan objektif, yang transparan, supaya rakyat bisa mengikuti proses apa dakwaannya, apa sangkaannya. Dan semuanya mesti dipertanggungjawabkan. Itu yang perlu ditegakkan di negeri ini, demi keadilam," pinta SBY.

(asy/nrl)

Jumat, 30/10/2009 16:53 WIB
Bibit & Chandra Ditahan
Singgung Rivalitas KPK-Polri, SBY Hanya Bisa Menengahi
Anwar Khumaini - detikNews

(Foto: dok detikcom)
Jakarta - SBY membantah melakukan pembiaran rivalitas kewenangan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri terkait penahanan 2 pimpinan KPK. Sebagai Presiden, dirinya hanya bisa menengahi bukan menyelesaikan sengketa wewenang kedua lembaga penegak hukum itu.

"Ada yang bertanya, ini Presiden kok melakukan pembiaran? Apa yang dimaksudkan pembiaran?" ujar Presiden SBY dalam jumpa pers di Kantor Presiden, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Jumat (30/10/2009).

SBY menambahkan, kalau dikaitkan gesekan Polri dengan KPK atau antarlembaga negara, Presiden bisa menengahi atau memfasilitasi untuk menyelesaikan gesekan itu. SBY mencontohkan saat 5 tahun pemerintahannya yang pertama.

"Saya menengahi antara KPK dengan MA, pada saat pimpinan MA Pak Bagir Manan. Dan saya memfasilitasi gesekan KPK dengan BPK, waktu itu KPK dipimpin Pak Taufiqurrahman Ruki dan BPK Pak Anwar Nasution," jelas SBY.

Sekitar 2 atau 3 bulan lalu, imbuh SBY, dirinya juga sudah mengundang Kapolri, Jaksa Agung dan Pimpinan KPK, memfasilitasi supaya tidak ada gesekan di antara 2 lembaga itu.

"Bahkan secara terpisah saya terima pimpinan KPK. Saya betul-betul adil dari kedua belah pihak, jangan betul-betul ada gesekan antarlembaga," jelasnya.

Lain soal bila gesekan itu menuju kepada penyelesaian sengketa wewenang lembaga negara. Presiden, kata dia, tidak punya kuasa menyelesaikan sengketa wewenang antarlembaga negara.

"Kalau sengketa kewenangan lembaga negara bukan wewenang presiden, itu kewenangan MK untuk menyelesaikannya. Jadi kalau ada usul Presiden mengundang KPK dan Kepolisian, tidak saya lakukan," tegas SBY.

"Tapi kalau yang dilakukan pembiaran Kapolri tidak meminta misalnya, jangan ditahan seseorang, saya memerintahkan pada Kapolri atau Jaksa Agung, maka itu yah, saya melanggar sumpah. Bagaimana mungkin saya melarang atau menyuruh penegak hukum melakukan sesuatu pada proses hukum," ujar dia.

(nwk/nrl
 
Jumat, 30/10/2009 16:52 WIB
ICM Desak Denny Indrayana Mundur dari Staf Khusus Bidang Hukum SBY
Bagus Kurniawan - detikNews

dok detikcom
Yogyakarta - Indonesian Court Monitoring (ICM) mendesak staf khusus presiden bidang hukum Denny Indrayana mundur dari jabatannya. Deny lebih baik bergabung kembali bersama para penggiat anti korupsi dalam melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia.

"Denny Indrayana masih tercatat sebagai Dewan Etik ICM. Kami mendesak agar Denny Indrayana mundur dari jabatan staf khusus Presiden bidang hukum," kata Direktur Eksekutif ICM Tri Wahyu, kepada wartawan di kantor Pukat Korupsi UGM di kompleks Bulaksumur Yogyakarta, Jumat (30/10/2009).

Menurut Wahyu, ada beberapa hal yang dijadikan alasan desakan ini. Salah satunya Denny tidak mampu mempengaruhi kebijakan SBY di bidang hukum, khususnya kasus korupsi dan kriminalisasi yang terjadi di tubuh KPK.

Di sisi lain, kata Wahyu, saat ini Presiden SBY juga telah berubah pemikirannya dari penekanan untuk percepatan pemberantasan korupsi, kemudian hanya menjadi pencegahan korupsi. Padahal jelas-jelas amanat dari Inpres 5/2004 adalah dilakukannya percepatan pemberantasan korupsi.

"Kami menilai ada perubahan penekanan, dari percepatan pemberantasan korupsi dan hanya menjadi pencegahan korupsi. Ini artinya istana ikut 'merestui' terjadinya korupsi tersebut," kata Wahyu.

Sementara itu Direktur Pukat Korupsi, Fakultas Hukum UGM, Zainal Arifin Muchtar menambahkan pihaknya juga sudah tidak ada hubungan secara khusus atau resmi dengan Denny semenjak menjadi staf khusus presiden. Meski Denny juga pernah menjabat sebagai direktur Pukat Korupsi sebelum dipegang oleh Zainal.

"Kita yang di sini (Pukat-red) juga sudah tidak ada hubungan khusus dengan Denny kecuali hubungan sebagai teman atau kolega atau sebagai pengajar. Dia juga sudah tidak tercatat di Pukat," pungkas Zainal.
(bgs/djo)
Jumat, 30/10/2009 16:58 WIB
Bibit & Chandra Ditahan
MPR Minta Polri Transparan dan Tidak Gegabah
Elvan Dany Sutrisno - detikNews

Jakarta - Desakan agar polisi bersikap transparan dalam kasus penahanan pimpinan KPK Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah terus bergulir. Setelah Presiden SBY memerintahkan kepada Kapolri melakukan transparansi, giliran lembaga MPR juga menuntut hal yang sama.

"Polri jangan mencari-cari alasan, karena publik melihat KPK sebagai lembaga yang tertib. Mereka tidak mangkir dari pemangilan dan pemeriksaan," kata Wakil Ketua MPR Hajriyanto Tohari kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (30/10/2009).

Menurut politisi Golkar ini, seharusnya sebelum menahan Bibit dan Chandra, Polri mengkaji dulu implikasi hukum dan politiknya. Kecermatan seperti itu akan menjadikan wibawa Polri akan meningkat. Tidak seperti saat ini yang dinilai ceroboh.

"Harusnya Polri berhati-hati dalam memeriksa KPK. Harus diingat, aspirasi publik terhadap pemberantasan korupsi sangat besar. Dan KPK itu ikon pemberantasan korupsi yang lahir karena ketidakpercayaan publik kepada penegak hukum," paparnya.

Menurut Hajriyanto, saat ini publik dihadapkan pada keterbukaan yang dicontohkan KPK. Karena itu, sekalipun penahanan menjadi wewenang Polri, keterbukaan dan transparansi tetap sangat dibutuhkan.

"Yang dibutuhkan saat ini keterbukaan dan transparansi. Alasan harus disampaikan secara detail. Jangan alasan umum. Masa karena hanya menggelar konpers, tiba-tiba ditahan. Publik melihat itu terlalu dipaksakan," pungkasnya.

(yid/nrl)
Jumat, 30/10/2009 16:52 WIB
ICM Desak Denny Indrayana Mundur dari Staf Khusus Bidang Hukum SBY
Bagus Kurniawan - detikNews

dok detikcom
Yogyakarta - Indonesian Court Monitoring (ICM) mendesak staf khusus presiden bidang hukum Denny Indrayana mundur dari jabatannya. Deny lebih baik bergabung kembali bersama para penggiat anti korupsi dalam melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia.

"Denny Indrayana masih tercatat sebagai Dewan Etik ICM. Kami mendesak agar Denny Indrayana mundur dari jabatan staf khusus Presiden bidang hukum," kata Direktur Eksekutif ICM Tri Wahyu, kepada wartawan di kantor Pukat Korupsi UGM di kompleks Bulaksumur Yogyakarta, Jumat (30/10/2009).

Menurut Wahyu, ada beberapa hal yang dijadikan alasan desakan ini. Salah satunya Denny tidak mampu mempengaruhi kebijakan SBY di bidang hukum, khususnya kasus korupsi dan kriminalisasi yang terjadi di tubuh KPK.

Di sisi lain, kata Wahyu, saat ini Presiden SBY juga telah berubah pemikirannya dari penekanan untuk percepatan pemberantasan korupsi, kemudian hanya menjadi pencegahan korupsi. Padahal jelas-jelas amanat dari Inpres 5/2004 adalah dilakukannya percepatan pemberantasan korupsi.

"Kami menilai ada perubahan penekanan, dari percepatan pemberantasan korupsi dan hanya menjadi pencegahan korupsi. Ini artinya istana ikut 'merestui' terjadinya korupsi tersebut," kata Wahyu.

Sementara itu Direktur Pukat Korupsi, Fakultas Hukum UGM, Zainal Arifin Muchtar menambahkan pihaknya juga sudah tidak ada hubungan secara khusus atau resmi dengan Denny semenjak menjadi staf khusus presiden. Meski Denny juga pernah menjabat sebagai direktur Pukat Korupsi sebelum dipegang oleh Zainal.

"Kita yang di sini (Pukat-red) juga sudah tidak ada hubungan khusus dengan Denny kecuali hubungan sebagai teman atau kolega atau sebagai pengajar. Dia juga sudah tidak tercatat di Pukat," pungkas Zainal.
(bgs/djo)
Jumat, 30/10/2009 16:58 WIB
Bibit & Candra Ditahan
Presiden Harus Bisa Bedakan Intervensi & Turun Tangan
Hery Winarno - detikNews

Jakarta - Presiden SBY tidak perlu melakukan intervensi dalam kasus penahanan Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Yang dilakukan Presiden seharusnya turun tangan dengan menugaskan pembentukan tim independen.

"Harus dibedakan antara intervensi dan turun tangan. Kami minta Pak SBY itu turun tangan, misalnya seperti ini, hai polisi bentuk tim independen untuk mengtassi masalah ini atau juga misalkan selesaikan masalah ini dalam 1x24 jam," jelas pengacara KPK, Bambang Widjojanto, dalam jumpa pers di kantor Imparsial, Jl Diponegoro, Jakarta, Jumat (30/10/2009).

Bambang menegaskan, intervensi jelas berbeda dengan turun tangan, karena intervensi bersifat mengambil alih.

"Saya dengar Presiden juga prihatin dangan kasus ini, tapi prihatinnya hanya di mulut saja. Tidak di hati dan ada tindakan. Harusnya dia bisa memberi lebih, karena dia seorang presiden," terangnya.

Tindakan turun tangan yang dilakukan Presiden, bisa dengan tindakan nyata. "Presiden bisa memberikan batas waktu ke kepolisian untuk mengungkap itu dan menjelaskan alasan penahanannya apa? Rasanya tidak sulit mengungkap penahanannya," tutupnya.

SBY Tanya Kapolri: Bibit & Chandra Ditahan Bukan Tiba-tiba Kan?

Rekayasa Kasus Pimpinan KPK
Jamwas Kejagung Klarifikasi Wisnu Subroto
Novia Chandra Dewi - detikNews
Jakarta - Mantan Jamintel Kejagung Wisnu Subroto akan diklarifikasi oleh Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejagung Hamzah Taja. Klarifikasi menyangkut rekaman dugaan rekayasa kasus 2 pimpinan KPK.

"Ritonga kemarin sudah dimintai klarifikasi oleh Jaksa Agung. Hari ini kita akan minta klarifikasi dari Pak Wisnu," ujar Hamzah di Kejagung, Jalan Sultan Hasanudin, Jakarta, Jumat (30/10/2009).

Hamzah enggan mengungkapkan teknis klarifikasi yang akan dilakukan. Dia hanya menegaskan klarifikasi akan dilakukan siang ini. Selain itu klarifikasi hanya akan dilakukan pada Wisnu. "Kalau ada perkembangannya, baru (yang lain)," imbuh dia.

Nama Wisnu disebut-sebut dalam rekaman yang diduga sebagai upaya merekayasa kasus pimpinan KPK. Wisnu diduga berbicara dengan suara laki-laki yang mirip Anggodo Widjojo, adik buron KPK Anggoro Widjojo, pada 30 Juli 2009.

Berikut petikan rekaman:

Wisnu : Saya udah telepon Kosasih supaya di-clear-kan. Teknisnya kan yang sangat mengetahui dia yang ke situ-situ.

Anggodo : Yang saya penting dia menyataken waktu itu supaya mbayar Chandra atas perintah Antasari.

Wisnu : Nah itu.

Anggodo: Itu pun bapak denger, saya lapor bapak juga kan.

Wisnu : wong waktu di malem si itu dipeluk anu tak tanya, kok situ bisa ngomong. Si Ari itu dipeluk teriak-teriak, dipeluk sama Candra itu kejadian.

Anggodo : Bohong gak ada kejadian, kamuflase aja.

Wisnu : Ga ada memang, jadi dia cuma dikasih tau, disuruh Ari gitu. Dia curiga duite dimakan Ari.

Dalam percakapan itu, Wisnu mengarahkan kepada seseorang bernama Kosasih yang diduga teman dekat Anggodo, diatur bagaimana seolah-olah ada orang yang menyerahkan duit ke KPK.

Wisnu : Pokoknya yang kunci-kuncinya itu sudah saya omong sama Kosasih, kalo tidak ada lagi, nyampe ya berarti ya enggak bisa kasus ini gitu.

Anggodo : Yang penting buat saya Pak, si Ari, kan dia ngurusi Ade Raharja segala. Ujug-ujug dia dapat perintah nyerahken ke Chandra itu siapa pak? Kan nggak nyambung pak.

Wisnu: Iya coba nanti. Kosasih sudah tahu.

Anggodo : Saya juga pamit sama bapak, ini kali ya mesti mbantu Anggodo to Pak.

Wisnu : kemana?

Anggodo : Ya urusan ini pak, supaya dia (Ari) ngaku donk.

Wisnu : Loh iyaa dia misalnya bilang saya nggak ngomong gitu ya susah ngotot. Cuma masalahnya kalo ngotot kan gak kena gitu. Sampe ada yang Toni, kalo Toni ada pasti selesai kata dia. Toni...dikeluarken, karena Pak Susno juga sudah tau ada. Kosasih juga waktu ketemu terakhir sebelum pulang ke Surabaya dipanggil juga cerita Pak Susno, Pak Susno juga cerita ke saya, hanya itu aja kata dia.

Anggodo : Tapi Susno udah tahu pak, Toni itu Anggodo Pak.

Wisnu : Katanya engak kok. Pak Edi sudah tak tanya Toni itu Anggodo? Enggak tak ada karena saya dikasih tau oleh Pak susno kemarin dari dia dipanggil kalau itu ada nyampe ke orang-orang (uang sampai ke pimpinan KPK) ini.

Anggodo : Pak Winsu kan percaya saya, soal Toni kan saya ngomong ke bapak.
(nik/iy)
Jumat, 30/10/2009 13:07 WIB

Penahanan Bibit dan Chandra Tamparan Kuat Bagi Pemerintahan SBY
Chaidir Anwar Tanjung - detikNews

dok detikcom
Pekanbaru - Penahan dua anggota KPK nonaktif, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto, oleh Mabes Polri juga mendapat reaksi keras dari kalangan akademisi di daerah. Tindakan Mabes Polri itu dinilai mencoreng citra penegakan hukum pemerintahan SBY.

"Saya melihat tidak ada bukti-bukti kuat untuk melakukan penahan terhadap anggota KPK itu. Misalnya kita dari akan mengulangi perbuatan yang sama, melarikan diri, menghilangkan barang bukti, semuanya tidak kuat. Karena itu saya melihat penahanan ini terkesan dipaksakan," kata Guru Besar Universitas Islam Riau (UIR), Husnu Abadi dalam perbincangan dengan detikcom, Jumat (30/10/2009) di Pekanbaru.

Menurut pengamat hukum tata negara ini, dalam penahanan anggota KPK ini unsur subjektif lebih dominan dari unsur objektif. Penahan tersebut menimbulkan cintra buruk dalam penegakan hukum di Indonesia.

"Mestinya kasus seperti ini bisa dihindari. Kasus ini dengan sendirinya akan memperlemah penegakan hukum. Ini juga merupakan tamparan kuat dalam pemerintahan SBY," kata Husnu Abadi.

Husnu bukan tidak sependapat siapapun yang melakukan tindakpidana harus tindak dengan hukum yang berlaku. Begitu juga dengan anggota KPK bila memang dalam menjalankan tugas melanggar hukum.

"Karena masalah ini sudah ditangani pihak kepolisian, maka Polri harus mempercepat kasus ini diserahkan ke kejaksaan untuk segera disidangkan. Kasus ini jangan terus menerus diulur-ulur," kata Husnu.

Husnu menambahkan, dengan membawa anggota KPK ke meja hijau, mau tidak mau semua pihak harus mempercayakan kasus ini di pengadilan. Biarkan pengadilan yang membutikan bersalah atau tidak.

"Pengadilan juga harus memberikan keputusan yang seadil-adilnya. Saksi-saksi yang diajukan pihak kepolisian juga harus bisa dipercaya, jangan memberikan kesaksian yang tidak sesuai dengan fakta," kata Husnu.

Husnu juga mengatakan, langkah Mabes Polri itu juga semakin menguatkan adanya konspirasi besar dalam upaya melemahkan KPK. Sebab KPK selama ini banyak menahan para pejabat dalam kasus korupsi, termasuk besan SBY.

"Saya memahami banyak orang menyebut semua ini untuk melemahkan KPK atau malah membubarkannya. Semoga saja hal itu tidak ada campur tangan SBY dalam melemahkan tugas-tugas KPK," kata Husnu.

Menurut Husnu penahan anggota KPK ini juga menimbulkan opini publik kedua institusi negara itu saling menunjukan kekuatannya masing-masing. Kondisi itu menimbulkan semacam persaingan sesama institusi negara.

"Sebenarnya hal itu tidak perlu terjadi.  Seperti yang saya sebutkan tadi, penahan anggota KPK ini terkesan dipaksakan," tegas Husnu.

(cha/djo)
Jumat, 30/10/2009 12:15 WIB
Pimpinan KPK Akan Jamin Penangguhan Penahanan Bibit & Chandra
Ramadhian Fadillah - detikNews

Jakarta - Penangguhan penahanan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah akan diajukan secepatnya. Pimpinan KPK pun kompak akan menjaminnya.

"Kita ajukan secepatnya. Pimpinan KPK (yang menjaminnya)," kata Kabiro Hukum KPK Chaidir Ramli di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat (30/10/2009).

Bibit dan Chandra resmi ditahan Kamis 29 Oktober 2009. Mereka disangkakan melakukan pemerasan terhadap buron KPK Anggoro Widjodjo. Saat ini KPK masih memproses kasus korupsi PT Masaro Radiokom dengan tersangka Anggoro.

Penahanan Bibit dan Chandra dinilai sejumlah kalangan berlebih-lebihan. Bibit dan Chandra pun panen dukungan. Salah satunya dukungan 19 tokoh yang siap menjamin pembebasan Bobit dan Chandra.

(aan/iy)

Jumat, 30/10/2009 12:05 WIB
Akan Dijenguk Pimpinan KPK, Chandra-Bibit Pesan Sandal Hingga Obat
Didit Tri Kertapati - detikNews

Jakarta - Fasilitas di sel tahanan tentu saja sangat terbatas. Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto memesan barang-barang keperluan pribadi kepada para pimpinan KPK yang hendak menjenguk.

"Minta dibawain obat-obatan, sikat gigi, sandal, vitamin," kata Kepala Biro Hukum KPK Khaidir Ramli usai menjenguk Chandra dan Bibit di Rutan Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat (30/10/2009).

Dikatakan Khaidir, Bibit mempunyai penyakit gula. "Jadi obat-obatnya minta dibawakan," lanjutnya.

Meski demikian, lanjut Khaidir, Chandra dan Bibit dalam keadaan sehat. Dia menemui kedua pimpinannya tersebut di ruang kepala rutan selama 2 jam.

"Mereka baik-baik saja dan sehat. Selain itu saya juga mengabarkan bahwa pimpinan akan membesuk," jelas Khaidir yang keluar sekitar pukul 11.45 WIB itu.

Khaidir tidak menjelaskan kapan pimpinan akan datang menjenguk Bibit dan Chandra. Namun, dia akan menyampaikan permintaan Chandra dan Bibit itu kepada pimpinan KPK yang akan menyusul.

"Saya juga menjembatani apa saja keperluan beliau selama di sini," pungkasnya.
(irw/iy)
Jumat, 30/10/2009 12:03 WIB
Bibit & Chandra Ucapkan Terima Kasih Atas Dukungan Masyarakat
Ramadhian Fadillah - detikNews

Jakarta - Dukungan bagi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah dari tokoh maupun masyarakat membeludak sejak ditahan. Mereka pun mengucapkan rasa terima kasih.

"Kami mengucapkan terima kasih terhadap tokoh-tokoh tersebut. Saya yakin tidak hanya tokoh tersebut, tetapi masyarakat luas menyatakan dukungannya," kata Kabiro Hukum KPK Chaidir Ramli di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat (30/10/2009).

Menurut dia, ucapan terimakasih bukan hanya dari Bibit dan Chandra. Tetapi juga dari lembaga KPK.

19 Orang tokoh menyatakan siap menjamin pembebasan Bibit dan Chandra.
Dukungan moral bagi Bibit dan Chandra melalui situs jejaring sosial juga telah tembus lebih 13 ribu orang.

(aan/nrl)
Jumat, 30/10/2009 12:04 WIB
SBY Tanya Kapolri: Bibit & Chandra Ditahan Bukan Tiba-tiba Kan?
Anwar Khumaini - detikNews

 
Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menanyakan penahanan 2 pimpinan nonaktif KPK kepada Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri (BHD). SBY meminta penjelasan penahanan itu dilakukan tiba-tiba atau tidak.

"Pak bagaimana proses penahanan Bapak Chandra dan Bibit? Ini proses yang berlanjut kan? Bukan proses tiba-tiba kan?" tanya SBY kepada Kapolri di Kantor Presiden, Jl Veteran, Jakarta, Jumat (30/10/2009).

SBY sebelumnya memanggil secara mendadak beberapa menteri dan petinggi negara yang terkait penahanan Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Sebelum rapat dimulai, di hadapan sejumlah media, SBY menyempatkan menanyakan proses penahanan Bibit-Chandra kepada Kapolri.

Mendapat pertanyaan SBY, BHD menegaskan penahanan Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah merupakan lanjutan dari proses hukum yang telah berlangsung sebelumnya. "Ya Pak. Ini proses lanjutan," jawab BHD.

"Tolong dijelaskan ke publik segamblang-gamblangnya tentang penahanan Pak Bibit dan Pak Chandra," timpal SBY.

Selain BHD, para menteri yang dipanggil SBY yakni Menko Polhukam Djoko Suyanto, Jaksa Agung Hendarman Supandji, Menkum dan HAM Patrialis Akbar, Mensesneg Sudi Silalahi, dan Menkominfo Tifatul Sembiring.

"Sudah dulu ya. Itu dulu. Nanti saya lanjutkan lagi," kata SBY kepada rekan-rekan media.

SBY berjanji akan menggelar jumpa pers pukul 15.00 WIB terkait penahanan Bibit-Chandra.
(gus/iy)

Hakim MK: Melarang Jumpa Pers Itu Fasis

Kamis, 29/10/2009 18:33 WIB
MK Jamin Penahanan Chandra & Bibit Tak Ganggu Sidang
Muhammad Taufiqqurahman - detikNews

Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menjamin penahanan Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah tidak akan mengganggu jalannya sidang di MK. Kepolisian dipersilakan menahan Chandra & Bibit, namun MK juga akan terus melanjutkan proses sidangnya.

"Tidak akan terganggu, apalagi kewenangan kita jelas sebagaimana diatur dalam UU. Silakan kepolisian melakukan langkah hukum, tapi kami juga harus bekerja atas dasar konstitusi," kata hakim MK Akil Muchtar saat diwawancara sebuah TV swasta dan disaksikan para wartawan di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (29/10/2009).

Akil mengingatkan, sesuai dengan putusan sela yang telah dikeluarkan MK, pemberhentian Bibit dan Chandra dari jabatan pimpinan KPK belum bisa dilakukan. Putusan sela atas uji materi pasal 32 ayat (1) huruf c UU KPK itu memerintahkan agar pasal tersebut jangan dulu diterapkan sebelum ada putusan final dari MK.

Akil menerangkan, dalam pasal itu diatur bahwa pimpinan KPK diberhentikan secara tetap jika menjadi terdakwa. MK berpendapat asas praduga tak bersalah harus dikedepankan sehingga untuk sementara MK memerintahkan agar pasal tersebut jangan dulu diterapkan.

"Kita tetap harus mengedepankan asas praduga tak bersalah. Kalau dihentikan tetap dalam status terdakwa, kita lihat sesuai nggak dengan hak-hak warga negara itu," kata Akil.
(sho/nrl)
Kamis, 29/10/2009 18:42 WIB
Bibit & Chandra Ditahan
Hakim MK: Melarang Jumpa Pers Itu Fasis
Muhammad Taufiqqurahman - detikNews

dok detikcom
Jakarta - Mabes Polri tidak boleh melarang siapa pun, termasuk seorang tersangka, mengeluarkan pendapatnya. Sebab hal tersebut melanggar hak seseorang sebagaimana diatur dalam UUD 45.

"Dalam pasal 28 UUD 1945 disebutkan bahwa semua orang bebas mengeluarkan pendapat," kata hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mukhtar, saat diwawancara sebuah TV swasta yang disaksikan oleh para wartawan di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (29/10/2009).

Pernyataan Akil itu mengomentari alasan Mabes Polri menahan pimpinan KPK nonaktif,
Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Seperti diketahui, salah satu alasan Mabes Polri menahan Bibit dan Chandra adalah karena keduanya kerap melakukan
jumpa pers .

"Melarang orang mengeluarkan pendapat itu fasis dan seperti di negara komunis. Ini tidak sesuai dengan negara demokrasi," kata Hakim MK, Akil Muchtar.

Meski demikian, Akil mengakui bahwa penahanan tersebut merupakan hak polisi. Demikian pula dengan alasan objektif dan subjektif yang mendasari penahanan Bibit dan Chandra.

"Ya itu hak mereka (polisi) melakukan penahanan dan mencari alasannya yang dianggap pantas," ungkap Akil.
(djo/asy)

Kamis, 29/10/2009 18:50 WIB

Istana Tak Ikut Campur Penahanan Bibit & Chandra
Anwar Khumaini - detikNews

Jakarta - Istana membantah ikut campur dalam penahanan 2 pimpinan KPK nonaktif Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Presiden SBY ditegaskan, selalu menjaga jarak terhadap penegakan hukum.

"Kami dari kepresidenan selalu menjaga jarak dari proses penegakkan hukum. Tidak boleh presiden masuk ke penegakkan hukum," ujar staf khusus presiden bidang hukum, Denny Indrayana, Kamis (29/10/2009).

Denny menegaskan, kejelasan penahanan Bibit dan Chandra harus ditanyakan kepada polisi. "Sangat tergantung pada hasil penyelidikannya, dari sana (kepolisian) informasi diperjelas," katanya.

Sebelumnya, Istana Kepresidenan selama dua hari berturut-turut (Selasa dan Rabu) mengomentari soal KPK utamanya terkait transkrip rekaman tentang rekayasa kriminalisasi KPK. Dalam transkrip itu nama SBY dicatut berkali-kali. SBY lewat staf khususnya meminta agar pencatutan nama itu diusut. 

Kapolri Jenderal Pol
Bambang Hendarso Danuri (BHD), pagi tadi, menyatakan Mabes Polri akan membuat langkah hukum kongkret menyikapi instruksi presidem untuk mengusut rekaman tentang rekayasa kriminalisasi pimpinan KPK. BHD tidak menjelaskan langkah konkret apa yang dimaksud, hanya menjanjikan langkah tersebut akan dijelaskan dalam jumpa pers.

Wakabareskrim Irjen Pol Dikdik Mulyana Aries Mansur, sorenya, dalam jumpa pers di Bareskrim Mabes Polri menyatakan Bibit dan Chandra ditahan. Keduanya ditahan karena ancaman hukumannya lebih dari 5 tahun dan dikhawatirkan mempengaruhi opini publik karena bisa jumpa pers bila tetap menjadi wajib lapor.

3 Bukti Rekayasa Kriminalisasi KPK

3 Bukti Rekayasa Kriminalisasi KPK
Didit Tri Kertapati - detikNews

Jakarta - Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Nanan Soekarna meminta jika ada rekayasa terkait kriminalisasi KPK untuk segera dibuktikan. Kuasa hukum KPK pun menjawabnya dengan memberikan 3 bukti rekayasa kasus atas  Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.

Menurut kuasa hukum pimpinan KPK Ahmad Rivai, bukti pertama yakni selama ini pimpinan KPK sudah mengirim surat ke Mabes Polri dan men-DPO Anggoro Widjojo, namun ternyata Anggoro justru ditemui pejabat Polri di Singapura. Kedua, kenapa pengakuan pencabutan surat cekal atas Joko S Tjandra palsu tidak diproses.

"Ketiga, kenapa kronologi yang sudah dicabut oleh Ari Muladi dijadikan alasan hukum?" jelas Rivai di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta, Kamis (29/10/2009).

Sebelumnya, Mabes Polri merasa dihakimi media massa terkait dugaan kriminalisasi kasus pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut. "Kalau ada rekayasa, tolong jelaskan substansi apa merekayasanya. Kita siap dihadapkan dengan pertanggungjawabkan apa pun. Kalau tidak yakin, tidak mungkin kami proses ke pengadilan," kata Nanan.

Bibit dan Chandra ditahan mulai hari ini. Keduanya menyandang status tersangka kasus pemerasan dan penyalahgunaan wewenang dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. Namun, bukti-bukti mengenai tudingan kasus itu dinilai banyak kalangan sangat prematur dan cenderung direkayasa.

Bibit: Rekayasa Harus Dibongkar

Kamis, 29/10/2009 17:44 WIB
Ditahan Polri
Bibit: Rekayasa Harus Dibongkar
Indra Subagja - detikNews


Jakarta - Bibit Samad Rianto saat ini berada di Mabes Polri. Dan dia meyakini bila penahanannya sebagai bentuk rekayasa.

"Ini rekayasa, dan harus dibongkar," kata Bibit melalui telepon, Kamis (29/10/2009).

Polisi menahan Bibit dan Chandra dengan berbagai alasan. Antara lain, menurut Wakabareskrim Irjen Pol Dikdik Mulyana,  karena persyaratan objektif sudah terpenuhi, yaitu sebagaimana diatur dalam KUHP ancaman penjara terhadap keduanya di atas 5 tahun. Sedangkan alasan subjektifnya, Bibit dan Chandra dikhawatirkan mengulangi perbuatan, menghilangkan barang bukti.

Dikdik juga menyinggung tentang Bibit dan Chandra yang berbicara kepada pers. "Setidak-tidaknya faktanya sekarang kami kesulitan karena sudah dihakimi dengan cerita-cerita dan tuduhan kriminalisasi. Tersangka bisa jumpa pers, itu indikasi dia bisa mempengaruhi opini," ujar Dikdik.

Penahanan ini disesalkan sejumlah pihak antara lain mantan pimpinan KPK Erry Riyana Hardjapamekas, Todung Mulya Lubis, serta sejumlah aktivis antikorupsi lainnya. Bahkan Erry meminta agar dirinya juga ditahan.
(ndr/nrl)

Kamis, 29/10/2009 17:15 WIB
Istri: Pak Chandra Sudah di Mabes Polri
Hery Winarno - detikNews


Jakarta - Istri Chandra M Hamzah, Isma Mustika (37), belum tahu bahwa suaminya sudah ditahan polisi. Kepada istrinya, Chandra hanya mengaku masih berada di Mabes Polri untuk wajib lapor.

"Tadi SMS terakhir pukul 15.00 WIB, bilangnya masih di Mabes. Saya belum tahu kalau ditahan," kata Isma saat ditemui di rumahnya, Komplek Garuda, Jl Manggarai Selatan IX, Bukit Duri, Jakarta Selatan, Kamis (29/10/2009).

Saat ditemui, Isma tengah bersiap-siap hendak membawa putrinya, Zihan (5), yang tengah demam ke dokter. Usai dari dokter Isma mengaku akan kembali pulang ke rumahnya. "Ini anak saya sakit, mau saya bawa ke dokter," kata Isma.

Isma yang mengenakan kaos oblong warna coklat dan celana panjang jeans itu kelihatan pasrah atas nasib yang menimpa suaminya. Yang jelas dia yakin sang suami tidak bersalah.

"Ya kita serahkan saja sama yang di atas. Kita doakan saja bapak. Saya yakin bapak tidak melakukan kesalahan," ucapnya yakin.

Mengenai berbagai berita di media terkait dengan Chandra, Isma menanggapinya dengan wajar-wajar saja. "Bapak kayak gini bukan kali pertama. Akhir-akhir ini bapak sering jadi sorotan. Tapi saya yakin bapak tidak salah," tegasnya.

Rumah warna abu-abu 2 lantai tempat tinggal Chandra tampak sepi seperti biasa. Setelah Isma berangkat ke dokter mengendarai Innova bernopol B 8539 HR, rumah itu tampak sepi. Gerbang maupun pintunya tertutup.

(sho/asy

Kamis, 29/10/2009 17:15 WIB
Rekayasa Kasus Pimpinan KPK
Mabes Polri Bantah Tahan Bibit & Chandra Gara-gara Rekaman
Aprizal Rahmatullah - detikNews


Jakarta - Mabes Polri membantah menahan Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah disebabkan beredarnya rekaman yang isinya rekayasa kasus pimpinan KPK. Bila sebelumnya tidak ditahan itu karena alasan subyektif.

"Nggak. Itu kan kata anda," kata Wakabareskrim Mabes Polri Irjen Pol Dik Dik Mulyana dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta, Kamis (29/10/2009).

Prinsipnya, lanjut Dik Dik, polisi akan terus melakukan proses hukum tanpa memperhatikan beredarnya rekaman. Ditegaskan, penahanan melihat adanya unsur-unsur yang melanggar pasal yang telah ditetapkan.

"Setiap ada kewajiban harus melangkah. Tiap melangkah harus ada titiannya. Sepanjang kita melangkah, kita melangkah. Maka tunggu dan lihat," imbuhnya.

Dijelaskan Dik Dik, Polri tidak menahan dua pimpinan KPK Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto sejak dulu karena pertimbangan subyektif. "Itu kan pertimbangan subyektif. Anda tahu sendiri," kata Dik Dik.

(gus/iy)
Kamis, 29/10/2009 17:05 WIB
Ditahan Karena Bisa Jumpa Pers
Todung: Kalau Ditahan Memang Bisa Bendung Arus Berita ?
Nala Edwin - detikNews

Jakarta - Alasan penahanan polisi terhadap petinggi KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah dinilai kurang tepat. Meski ditahan, polisi tetap tidak bisa membendung arus berita soal KPK.

"Kalau ditahan memang bisa menahan arus berita ? Meski ditahan kan ada kuasa hukumnya yang bisa melakukan jumpa pers," kata Ketua Transparancy International on Indonesia (TII) Todung Mulya Lubis kepada detikcom, Kamis (29/10/2009).

Todung juga mengaku prihatin terhadap penahanan Bibit dan Chandra. Menurutnya, kedua petinggi KPK itu tidak akan melarikan diri.

"Mereka kan kooperatif. Lagipula mereka juga tidak akan melarikan diri jadi tidak ada hambatan untuk penyidikan sama sekali," katanya.

Todung meminta proporsional terhadap kasus yang menimpa petinggi KPK tersebut. "Kalau ada perbedaan pendapat silahkan saja, Yang penting proses hukum tetap berjalan," katanya.

Sebelumnya Mabes Polri menyatakan menahan Bibit dan Chandra akan ditahan Kamis ini. Alasannya hukuman Bibit dan Chandra di atas 5 tahun. Alasan lainnya, selama tidak ditahan mereka bisa menggelar jumpa pers sehingga bisa mempengaruhi opini.

(nal/iy)

Kamis, 29/10/2009 17:03 WIB
Bibit & Chandra Ditahan
Erry Ryana: Saya Minta Ditahan Juga
Amanda Ferdina - detikNews

Jakarta - Mantan Wakil Ketua KPK Erry Ryana Hardjapamekas meminta kepolisian untuk menahannya menyusul penahanan Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Riyanto. Erry akan mendatangi Mabes Polri pukul 20.00-21.00 WIB malam ini untuk meminta ditahan.

"Blunder besar yang dilakukan oknum polisi dan dampaknya bisa luas," ujar Erry ketika dihubungi detikcom, Kamis (29/10/2009).

Erry melihat penahanan pimpinan KPK melewati batas dan mempermainkan hukum tanpa fakta obyektif. Erry menilai kepolisian kesulitan mencari bukti pasal penyalahgunaan wewenang yang dijeratkan pada Bibit dan Chandra.

"Mereka sulit cari bukti, lalu cari alasan subyektif lain. Kalau punya faktor hukum yang kuat kenapa takut opini publik?" kritik Erry.

Bagi Erry, Bibit dan Chandra hanya menjalankan tugasnya sebagai pimpinan KPK dalam kasus korupsi Anggoro Widjojo, bos PT Masaroradiokom. "Apa yang dilakukan Chandra dan Bibit adalah apa-apa yang kami lakukan dulu. Maka dengan alasan itu saya punya alasan rasional dan bukan emosional untuk meminta mereka menahan saya juga," katanya.

"Kita harus menyelamatkan kepolisian dari oknum-oknum yang tidak memeperhatikan kredibilitas lembaganya," pungkas Erry.

(amd/iy)

Kamis, 29/10/2009 17:03 WIB
Bibit & Chandra Ditahan, Ketua DPR Senyum-senyum
Elvan Dany Sutrisno - detikNews

Jakarta - Ketua DPR Marzuki Alie memperlihatkan sikap berbeda saat dimintai komentar soal penahanan pimpinan KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah. Marzuki selalu menjawab dengan senyum saat menjawab pertanyaan itu. Hal ini sangat berbeda saat Marzuki dimintai komentar soal pembatalan sidang komisi DPR dengan Menkes dan Menag.

"Saya tidak mau mengomentari barang yang sudah terjadi. Karena kan prosesnya sudah lama. saya sudah tidak mengikuti lagi kejadian saat itu," kata Marzuki sambil senyam-senyum kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (29/10/2009).

Menurut Marzuki, kasus Bibit dan Chandra merupakan wilayah hukum yang ada penanggungjawabnya sendiri. Karena itu, sebagai ketua DPR, Marzuki menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum dan aturan main yang ada.

"Itu masalah hukum. Kalau masalah hukum, kita tidak usah masuk ke wilayah sana. Kita di sini lembaga politik. Kalau kita mengomentari nanti bias," elak Marzuki yang sambil diselingi senyum.

Marzuki malah mengimbau semua pihak untuk menghargai proses hukum yang telah berjalan sembari mempercayakan kasus ini sepenuhnya kepada aparat penegak hukum. "Biarlah proses hukum berjalan seperti seharusnya. Itu kan hanya sekedar wacana. Yang namanya wacana  biar saja, boleh saja," tutupnya.

(van/asy)

Kamis, 29/10/2009 17:45 WIB

Bibit dan Chandra Masih Diperiksa di Lantai IV Gedung Bareskrim
Aprizal Rahmatullah - detikNews

dok detikcom
Jakarta - Pimpinan KPK Nonaktif, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Riyanto, resmi ditahan Mabes Polri dalam kasus penyalahgunaan wewenang. Hingga pukul 17.30 WIB, keduanya masih menjalani pemeriksaan di lantai IV gedung Bareskrim Mabes Polri.

"Ya, keduanya masih diperiksa," kata Kadiv Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal Polisi Nanan Soekarna, di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Kamis (29/10/2009).

Sebelumnya Wakabareskrim Irjen Pol, Dikdik Mulyana Aries Mansur, mengumumkan Mabes Polri secara resmi telah menahan Bibit dan Chandra.

"Mulai hari ini, kami akan gunakan hak kami untuk melakukan penahanan terhadap kedua tersangka," kata Dikdik.

Dikatakan dia, penahanan terhadap 2 tersangka mulai hari ini antara lain karena persyaratan obyektifnya sudah terpenuhi. Sebagaimana diatur dalam KUHP ancaman penjara atas Bibit dan Chandra di atas 5 tahun.

"Secara subyektifnya juga terpenuhi. Seperti, dikhawatirkan mengulangi perbuatan, menghilangkan barang bukti dan sebagainya terpenuhi," ujarnya.

(djo/gah)
Kamis, 29/10/2009 17:46 WIB
Bibit & Chandra Ditahan, Rekaman Rekayasa Tetap Dibuka di MK
Rachmadin Ismail - detikNews

Tumpak Hatorangan
Jakarta - Penahanan Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah dipastikan tidak akan mempengaruhi proses persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK). Rekaman yang diduga berisi rekayasa kriminalisasi KPK akan tetap dibuka di persidangan.

"(Penahanan) tidak akan berpengaruh karena keputusan untuk (membuka rekaman) itu sudah ditetapkan di majelis MK. Kita masih menunggu penetapan secara konkret dan tertulis dari MK," kata Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di Gedung KPK, Jl HR Rasuna Said, Jakarta, Kamis (29/10/2009).

Tumpak mengaku tidak bisa memperkirakan apakah rekaman itu akan membantu Bibit dan Chandra jika dibuka di persidangan. Prinsipnya, KPK hanya melaksanakan perintah MK agar rekaman itu dibuka.

"Saya tidak bisa pastikan yakin atau tidak yakin karena kita hanya melaksanakan perintah MK," kata Tumpak.

(sho/nrl)
Kamis, 29/10/2009 17:59 WIB
Bibit & Chandra Ditahan
KPK Belum Terima Surat Penahanan
Moksa Hutasoit - detikNews

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum menerima surat resmi penahanan dua pimpinan KPK nonaktif Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto. Biro Hukum KPK mendatangi Mabes Polri untuk menanyakan langsung penahanan tersebut.

"Kami belum terima surat yang disampaikan dari pihak sana terkait perintah penahanan. Tapi Biro Hukum KPK sudah ke sana. Dari situ nanti kita lihat pasalnya apa," kata Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di Gedung KPK, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (29/10/2009).

Chandra dan Bibit awalnya ditetapkan sebagai tersangka penyalahgunaan wewenang terkait pencekalan tersangka korupsi PT Masaro Radiokom, Anggoro Widjojo. Selain itu, Bibit dan Chandra juga dikenai pasal penyuapan. Namun Polri mengubah pasal penyuapan menjadi pasal pemerasan.

Keduanya pun ditahan siang tadi saat memenuhi wajib lapor ke Mabes Polri.

(gus/iy)
Kamis, 29/10/2009 17:53 WIB
Penahanan Bibit & Chandra Pengaruhi Psikologi Pegawai KPK
Rachmadin Ismail - detikNews

Jakarta - Penahanan Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah diakui berpengaruh terhadap kondisi psikologis para pegawai KPK. Namun para pimpinan KPK berjanji untuk mengatasi pengaruh psikologis tersebut.

"Saya pikir sedikit ada (pengaruh psikologis). Tapi kewajiban kami untuk membuat mereka (pegawai) tidak terpengaruh kinerjanya. Sekali lagi (pengaruh) itu memang ada, tapi kami akan berusaha menaikkannya kembali atau meniadakan rasa ketakutan dan kegamangan dari para personel," kata Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di Gedung KPK, Jl HR Rasuna Said, Jakarta, Kamis (29/10/2009).

Mengenai alasan penahanan Bibit dan Chandra, Tumpak mengaku masih belum bisa menanggapi secara detail. Sebab sejauh ini KPK belum menerima salinan perintah penahanan dari Mabes Polri.

"Dari yang saya dengar, (alasannya) masih normatif saja, sesuai dengan alasan subyektif dan obyektif. Tapi kami sampai sekarang belum menerima salinan perintah penahanan tersebut. Jadi kami tidak bisa menanggapi secara detail," kata Tumpak.

(sho/nrl)

Kamis, 29/10/2009 17:46 WIB
Bibit & Chandra Ditahan, Rekaman Rekayasa Tetap Dibuka di MK
Rachmadin Ismail - detikNews

Tumpak Hatorangan
Jakarta - Penahanan Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah dipastikan tidak akan mempengaruhi proses persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK). Rekaman yang diduga berisi rekayasa kriminalisasi KPK akan tetap dibuka di persidangan.

"(Penahanan) tidak akan berpengaruh karena keputusan untuk (membuka rekaman) itu sudah ditetapkan di majelis MK. Kita masih menunggu penetapan secara konkret dan tertulis dari MK," kata Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di Gedung KPK, Jl HR Rasuna Said, Jakarta, Kamis (29/10/2009).

Tumpak mengaku tidak bisa memperkirakan apakah rekaman itu akan membantu Bibit dan Chandra jika dibuka di persidangan. Prinsipnya, KPK hanya melaksanakan perintah MK agar rekaman itu dibuka.

"Saya tidak bisa pastikan yakin atau tidak yakin karena kita hanya melaksanakan perintah MK," kata Tumpak.

Angket Century Jangan Mati Suri

Angket Century Jangan Mati Suri
 
Kamis, 29 Oktober 2009 00:01 WIB     
 
 KASUS Bank Century kini memasuki ranah politik. DPR menggalang hak angket untuk menyelidiki motivasi pengucuran dana penyelamatan Rp6,7 triliun kepada bank yang pernah dimiliki Robert Tantular tersebut.

Sedikitnya ada tiga sebab mengapa hak angket tersebut perlu digulirkan. Pertama, ada misteri tersembunyi di balik penggelontoran dana Rp6,7 triliun itu. Misterius karena dana yang digerojokkan kelewat besar, jauh lebih besar daripada yang disetujui DPR senilai Rp1,3 triliun.

Soal kedua ialah payung hukum yang tidak jelas menyangkut pengucuran dana talangan. Memang, ada dana yang dialirkan ke Bank Century masih memiliki payung hukum, yakni Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan.

Tetapi, sejak 18 Desember 2008 hingga Maret 2009, aliran dana talangan ke Bank Century tidak lagi sah karena perppu yang dijadikan payung hukum pengucuran dana sudah ditolak DPR. Nyatanya, selama Desember 2008 hingga Maret 2009 uang terus mengucur ke kas Century.

Masalah ketiga, kendati dana triliunan rupiah sudah mengucur deras ke Bank Century, nasib dana ratusan nasabah bernilai puluhan miliar rupiah tak kunjung jelas. Uang yang mereka tabung sedikit demi sedikit ke Century, kini raib tak tentu rimbanya.

Lantas, ke kantong siapa uang triliunan rupiah tersebut mengalir? Mengapa hak nasabah untuk memperoleh uang mereka selalu bertepuk sebelah tangan? Mengapa pula pemilik otoritas keuangan di negeri ini nekat mengguyur uang tanpa payung hukum kepada bank yang oleh mantan Wapres Jusuf Kalla disebut dirampok oleh pemiliknya sendiri?

Publik ingin tahu apakah alasan-alasan yang melahirkan kebijakan bailout itu benar atau salah. Kalau benar, mana bukti autentiknya sehingga publik yakin langkah penyelamatan itu sah dan logis.

Sebaliknya, kalau salah, siapa yang paling bertanggung jawab, serta siapa dan bagaimana mempertanggungjawabkan uang negara Rp6,7 triliun yang digunakan untuk menyelamatkan Bank Century.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memang masih mengaudit pengucuran dana tersebut. Sebagian hasil audit pun sudah disebutkan, yakni ada dugaan unsur pidana dalam penggelontoran dana tersebut.

Tetapi langkah politik tetap dibutuhkan. Itu karena soal Bank Century bukan semata langkah penyelamatan ekonomi, tapi juga kebijakan politik. Lebih-lebih lagi, lembaga hukum Kejaksaan Agung sudah mulai masuk ke soal Century dengan mengatakan bahwa tidak ditemukan unsur pelanggaran hukum dalam kasus tersebut.

Maka, penggunaan hak angket oleh DPR sangat penting dan strategis demi membuat kasus Bank Century terang-benderang. Syaratnya, DPR menanggalkan kebiasaan lama menjadikan angket sebagai wadah tawar-menawar dan arena gertak sambal.

Publik tidak ingin kepercayaan kepada para wakil mereka dicederai karena angket yang masuk angin, bahkan layu sebelum berkembang

Awas, Tidak Punya SIM Bisa Didenda Rp 1 Juta

Awas, Tidak Punya SIM Bisa Didenda Rp 1 Juta
E Mei Amelia R - detikNews

Foto: Ilustrasi
Jakarta - Hati-hati mengendarai kendaraan bermotor, jika tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM). Anda bisa didenda hingga Rp 1 juta.

Penetapan denda itu berdasarkan UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Umum Pasal 281 yang berisi "Setiap pengendara kendaraan bermotor yang tidak memiliki SIM dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 1 juta".

"Itu denda maksimal. Ketentuan berapa pelanggar harus membayar denda itu kan nanti sesuai dengan sidangnya. Sebagai warga negara yang sadar hukum, sudah seharusnya mematuhi hukum. SIM diberikan kepada pengendara bukan hanya sebagai sertifikat dia bisa mengemudi. SIM dibuat agar pengendara punya pengetahuan berlalu lintas," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Chryshnanda Dwilaksana kepada detikcom, Rabu (28/10/2009).

Sejumlah pasal lain yang mengatur ketentuan berlalu lintas memberikan denda yang tidak sedikit. Dalam UU baru tersebut, sanksi denda minimal Rp 250 ribu dikenakan kepada setiap pelanggar. Berikut sejumlah sanksi denda dalam UU yang baru disahkan 22 Juni lalu.

Pasal 278, setiap pengendara mobil yang tidak dilengkapi dengan perlengkapan berupa ban cadangan, segitiga pengaman, dongkrak, pembuka roda, dan peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu (Pasal 278).

Pasal 288, setiap pengendara kendaraan bermotor yang tidak dipasangi Tanda Nomor Kendaraan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu.

Pasal 288 ayat (2), setiap pengendara kendaraan bermotor yang memiliki SIM namun tidak dapat menunjukkannya saat razia dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu.

Pasal 285 ayat (1), setiap pengendara sepeda motor yang tidak dilengkapi kelayakan kendaraan seperti spion, lampu utama, lampu rem, klakson, pengukur kecepatan, dan knalpot dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu.

Pasal 285 ayat (2), setiap pengendara mobil yang tak dilengkapi kelayakan kendaraan seperti spion, klakson, lampu utama, lampu mundur, lampu rem, kaca depan, bumper, penghapus kaca dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu.

Pasal 287 ayat (1), setiap pengendara yang melanggar rambu lalu lintas dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu.

Pasal 287 ayat (5), setiap pengendara yang melanggar aturan batas kecepatan paling tinggi atau paling rendah dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu.

Pasal 288 ayat (1), setiap pengendara yang tidak memiliki Surat Tanda Nomor Kendaraan atau STNK dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu.

Pasal 289, setiap pengemudi atau penumpang yang duduk di samping pengemudi mobil tidak mengenakan sabuk keselamatan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu.

Pasal 294, setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang akan berbelok atau berbalik arah tanpa memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan penjara atau denda paling banyak Rp 250 ribu. (mei/rdf)

Rekaman Rekayasa Kriminalisasi KPK

Ari Muladi Diperiksa Tanpa Pengacara, Susno Diprotes
Didit Tri Kertapati - detikNews
Jakarta - Tersangka dugaan kasus pemerasan dan penipuan Direktur PT Massaro Radiocom, Ari Muladi beberapa kali menjalani pemeriksaan. Namun itu  dilakukan tanpa didampingi kuasa hukumnya. Hal ini mendapat protes keras dari pengacara Ari.

"Kami menyampaikan surat keberatan kepada Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Susno Duadji. Karena sudah beberapa kali klien kami diperiksa sebagai saksi maupun tersangka tanpa didampingi advokatnya," ujar Sugeng Teguh Santoso.

Sugeng menyampaikan hal ini seusai memberikan surat keberatan terhadap pemeriksaan yang dijalani kliennya di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (28/10/2009).

Menurut Sugeng selama ini penyidik berdalih bahwa di dalam KUHAP tidak diatur mengenai ketentuan saksi harus didampingi pengacaranya saat menjalani pemeriksaan.

Namun demikian, apa yang dijadikan alasan penyidik menurut Sugeng tidak tepat dari sisi yuridis. "Dalam UU No 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban dinyatakan bahwa seorang saksi berhak mendapatkan nasehat hukum," terang pria berkacamata ini.

Lebih lanjut Sugeng mengatakan, pada Jumat 23 Oktober kemarin Ari Muladi diminta oleh penyidik untuk menunjukkan tempat pertemuan dengan Yulianto di Hotel Crown Plaza. Usai mendatangi Hotel Crown Plaza penyidik menyatakan akan membawa Ari ke Surabaya untuk mecari Yulianto, namun dibatalkan.

"Dengan ini kami menyatakan keberatan apabila klien kami dibawa ke suatu tempat tanpa terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Klien dan advokatnya," kata Sugeng.

Sugeng menambahkan, apabila kliennya diperiksa sebagai saksi dalam kasus Chandra-Bibit. Maka pihaknya meminta pemeriksaan berjalan sebagaimana mestinya.

"Kami mohon perhatian Bapak agar ketika klien diperiksa sebagai saksi, klien dapat memberikan keterangan dalam situasi dan kondisi yang bebas tanpa tekanan dan arahan" tandas Sugeng.

(ddt/ndr)
Rabu, 28/10/2009 16:57 WIB
Rekaman Rekayasa Kriminalisasi KPK
Ritonga Gelar Jumpa Pers Lagi di Kejagung
Novia Chandra Dewi - detikNews

Jakarta - Baru Selasa kemarin buka-bukaan seputar dugaan rekayasa penyidikan kasus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga menggelar jumpa pers lagi.

Ritonga menggelar jumpa pers di Gedung Kejagung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Rabu (28/10/2009) sekitar pukul 16.47 WIB.

Ritonga yang mengenakan baju safari warna biru ini didampingi Kapuspenkum Didiek Darmanto.

"Iya nanti Bapak akan bicara," kata Didiek saat ditanya wartawan seputar rekaman rekayasa kasus KPK.

Jumpa pers dihadiri puluhan wartawan kini telah berlangsung.

Ritonga sebelumnya menggelar jumpa pers terkait dugaan rekayasa penyidikan kasus KPK. Dia membantah keras adanya rekayasa itu. Namun, Ritonga menolak berbicara seputar rekaman rekayasa kriminalisasi KPK yang menghebohkan itu.

(aan/nrl)
Rabu, 28/10/2009 18:06 WIB
KPK Belum Putuskan Rekaman Dibuka di MK
Rachmadin Ismail - detikNews

(Foto: Dok. detikcom)
Jakarta - Tim kuasa hukum 2 pimpinan KPK nonaktif, Chandra Hamzah dan Bibit Samad Riyanto meminta agar KPK membuka rekaman rekayasa di sidang Mahkamah Konstitusi (MK). Atas hal ini, KPK belum menentukan sikap.

"Belum ada keputusan apakah akan diberikan atau tidak," kata Juru Bicara KPK Johan Budi SP di Gedung KPK, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jaksel, Rabu (28/10/2009).

Menurut Johan, rekaman akan dibuka lewat sarana yang formal dalam penegakan hukum. Media tersebut bisa lewat pengadilan atau proses hukum yang ada di KPK.

"Untuk di MK kita belum putuskan," imbuhnya.

Sebelumnya, tim kuasa hukum Chandra-Bibit melakukan gugatan ke MK untuk melakukan uji materil pasal 32 UU KPK tentang pemberhentian sementara dan tetap pimpinan KPK. Tim merasa keberatan karena aturan tersebut melanggar asas praduga tak bersalah dan bersifat diskriminatif.

(mad/gah)
Rabu, 28/10/2009 18:03 WIB
Rekayasa Kriminalisasi KPK
Ritonga: Saya Adalah Korban yang Tertindas
Novia Chandra Dewi - detikNews

(Foto: dok detikcom)
Jakarta - Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga mengaku dirinya hanya korban dengan beredarnya kasus transkrip rekaman yang beredar itu. Meski mengaku menjadi korban, Ritonga menganggap kasus yang menimpanya biasa-biasa saja.

"Saya ini dalam bekerja mengambil falsafah dalam hidup biaso-biaso sajo. Itu yang saya pelajari dari ajaran HAMKA. Prinsip itu yang selalu saya terapkan," ujar AH Ritonga.

Hal itu disampaikan dia dalam jumpa pers di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Rabu (28/10/2009).

Ketika ditanya apa akan mengambil langkah atas beredarnya transkrip yang juga menyebut SBY dan mantan Jamintel Wisnu Subroto, atau akan melakukan konfirmasi ke KPK, Ritonga enggan menjawab dengan alasan dirinya hanyalah korban.

"Kalau alamat pertanyaan itu bukan ke saya seharusnya. Karena saya adalah korban. Ditanyakan itu perasaannya akan terbanting dan mengakibatkan jadi tidak obyektif. Kalau pertanyaan itu ditanyakan ke pejabat lain seperti Jaksa Agung, Jamwas atau lainnya saya anggap tepat," jawab Ritonga.

Apakah Kejaksaan akan melakukan pengusutan untuk menindaklanjuti hal itu?

"Saya kira arah pertanyaan itu jangan ke saya. Diajukan ke pejabat lain akan lebih cocok. Kalau ke saya, seorang yang namanya korban yang tertindas pasti emosinya, nggak..ya begitulah. Kita pokoknya mengacu pada prinsip biaso-biaso sajo," jelasnya.

Ketika dicecar kembali apakah akan mengajukan kasus ini sebagai pencemaran nama baik, dijelaskan Ritonga, penyebaran transkrip ini bisa dijerat dengan pasal pencemaran nama baik di KUHP.

"Kemarin saya sudah mengemukakan di pers rilis bahwa perbuatan itu bisa diancam oleh hukum pidana. Baik Pasal 310 dan Pasal 311 maupun Pasal 20 UU ITE. Tapi apakah akan menggunakan hak atau tidak sampai sekarang saya masih biaso-biaso sajo," jelasnya.

(nwk/iy)
Rabu, 28/10/2009 17:42 WIB
Rekayasa Kriminalisasi KPK
Presiden Diminta Jadi Mediator KPK, Polri dan Kejagung
Didi Syafirdi - detikNews

Jakarta - Presiden SBY diminta untuk segera mempertemukan KPK, Polri dan Kejaksaan Agung untuk menyelesaikan konflik berkepanjangan. Persoalan belum selesai meski SBY mengklarifikasi soal rekaman yang berisi rekayasa kriminalisasi pimpinan KPK tersebut.

"Saya kira presiden jangan hanya mengklarifikasi tentang dirinya saja. Tapi rekaman ini juga terkait dengan institusi ini yang ada di bawahnya, kepolisian dan kejaksaan. Presiden harus mengambil inisiatif mempertemukan mereka sekaligus melihat sejauh mana isi rekaman tersebut, " ujar Sekjen Transparency International Indonesia (TII) Teten Masduki di Hotel Atlet Century, Jl Pintu Satu Senayan, Jakarta, Rabu (28/10/2009).

Dengan mempertemukan ketiga lembaga tersebut, SBY jangan khawatir dituding melakukan intervensi politik. Menurut Teten, pertemuan itu penting untuk penegakan hukum serta dalam upaya memperbaiki Polri dan Kejaksaan.

"Sebagai pimpinan negara sebaiknya ikut mencairkan," tambahnya.

Rekaman itu, lanjut Teten, juga bisa menjadi bukti kuat kalau ada yang salah dalam penetapan Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah. Jika terbukti benar, ketiga lembaga tersebut akan dapat mengambil tindakan terhadap oknum-oknum yang terlibat.

"Kalau memang benar, itu bisa dijadikan masukan untuk mengambil tindakan terhadap oknum-oknum yang terlibat," tandasnya.

(mok/iy)
Rabu, 28/10/2009 17:52 WIB
Mirip Kasus Munir, Kriminalisasi KPK Harus Diusut Tim Independen
Gagah Wijoseno - detikNews

Jakarta - Beredarnya rekaman kriminalisasi pimpinan KPK dikritisi. Akan lebih baik bila Presiden SBY membentuk tim independen guna mengusut kasus ini. Mirip kasus Munir, kasus ini melibatkan institusi negara.

"Kasus Munir telah membuktikan bahwa jika sebuah kasus melibatkan elemen institusi negara, khususnya aparat hukum, TNI, atau BIN misalnya, dibutuhkan jalan extraordinary. Itu pun belum jaminan, bahwa kasus itu terungkap tuntas," jelas Ketua Badan Pengurus SETARA Institute, Hendardi dalam siaran pers, Rabu (28/10/2009).

Menurut Hendardi, tim independen harus dibentuk dengan melibatkan elemen-elemen lintas termasuk perwakilan masyarakat sipil.

"Tanpa penuntasan, skandal ini akan menjadi kontroversi berkepanjangan dan menimbulkan ketidakpercayaan publik," tambahnya.

Sekalipun rekaman itu belum terbukti kebenarannya namun dinilai harus dilakukan penyikapan serius.

"Ini skandal politik tingkat tinggi. Presiden harus bertindak, mengeluarkan Perpu Plt saja bisa, kenapa membentuk tim yang akan menyelamatkan integritas penegak hukum tidak berani," tutupnya.

Nama Presiden SBY Dicatut - Kasus KPK

http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/10/28/05110826/Nama.Presiden.SBY.Dicatut

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merasa namanya dicatut dalam rekaman pembicaraan yang mengindikasikan kriminalisasi terhadap Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.

"Saya tanyakan dan konsultasikan hal ini dengan Presiden. Presiden menegaskan tidak pernah ada pembicaraan kepada siapa pun mengenai posisi Wakil Jaksa Agung," kata Juru Bicara Kepresidenan Dino Patti Djalal di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (27/10).

Transkrip yang beredar saat ini terkait percakapan seseorang yang diduga Anggodo Widjojo, adik Anggoro Widjojo, tersangka kasus korupsi proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu di Departemen Perhubungan, dengan sejumlah orang yang diduga pejabat di Kejaksaan Agung. Rekaman itu mengungkapkan upaya kriminalisasi terhadap Bibit dan Chandra, Wakil Ketua (nonaktif) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (Kompas, 27/10).

Menurut Dino, "Presiden menegaskan, itu adalah aksi pencatutan nama oleh orang yang diberitakan menyatakan itu dalam rekaman. Sama sekali tidak benar. Presiden mengharapkan masyarakat tak terpengaruh pada berita pencatutan nama itu."

Ketika ditanyakan apakah Presiden sudah membicarakan atau melakukan klarifikasi mengenai rekaman itu kepada KPK, kejaksaan, atau kepolisian, Dino tak memberikan jawaban.

Program 100 hari

Anggota Komisi III DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Trimedya Panjaitan, berpandangan, seharusnya penyelesaian konflik antara "cicak dan buaya", yaitu KPK dan Polri, tergambar jelas dalam program 100 hari bidang hukum pemerintahan Yudhoyono.

Apabila ada rapat kerja Komisi III dengan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, dia akan mempertanyakan hal itu karena kasus ini jelas terkait dengan arah pemberantasan korupsi di Indonesia lima tahun mendatang.

Secara terpisah, Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin mendorong Polri proaktif menyelidiki kebenaran rekaman yang menunjukkan kemungkinan terjadinya rekayasa kriminalisasi kasus pimpinan KPK. "Polri jangan pasif menunggu. Polri harus jemput bola bekerja profesional dan obyektif mengungkap kasus itu," ujarnya.

Langkah proaktif yang bisa dilakukan Polri adalah membentuk tim dan segera mendatangi KPK untuk mengecek kebenaran rekaman itu. Polri juga bisa memanggil orang-orang yang ada dalam rekaman itu untuk diperiksa.

Neta S Pane dari Indonesian Police Watch mengatakan, polisi harus segera minta rekaman itu kepada KPK. "Bukti itu untuk meyakinkan masyarakat bahwa polisi bekerja profesional. Jika dalam pemeriksaan ada indikasi rekayasa terhadap KPK, Polri harus memeriksa orang yang terlibat dalam rekayasa itu," ujarnya.

Namun, pengajar kajian ilmu kepolisian Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar, mengatakan, "Jangan berharap polisi atau kejaksaan bisa adil dalam penyelesaian kasus Bibit dan Chandra. Apalagi, mereka diduga sebagai pihak yang ingin melemahkan KPK."

Menurut Bambang, apa yang terjadi saat ini adalah konflik antarlembaga. "Hanya Presiden yang bisa memutuskan. Untuk proses hukumnya bisa diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung. Untuk penyelidikan dan penyidikan perlu dibentuk tim independen," katanya.

Bambang menambahkan, alternatif lainnya adalah meminta DPR bersikap dan meminta keterangan kepada KPK, Polri, dan kejaksaan. "Bahkan, jika diperlukan, Presiden juga bisa dipanggil untuk memberikan kejelasan," ujarnya.

Minta perlindungan

Di Jakarta, Selasa, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) AH Semendawai mengakui, pada Juli-Agustus 2009 Anggoro dan Anggodo memohon perlindungan kepada LPSK. Namun, belum bisa dipastikan apakah permohonan itu dikabulkan atau belum.

Semendawai tak menjelaskan lebih rinci permohonan perlindungan bagi Anggoro dan Anggodo itu terkait perkara apa. Perlindungan saksi dapat diberikan kepada seorang tersangka sepanjang pemohon merupakan saksi dalam perkara yang berbeda.

Komisioner Bidang Perlindungan Myra Diarsi mengatakan, LPSK tak akan memublikasikan apakah permohonan seseorang dikabulkan atau tidak. Hal itu demi keperluan hukum itu sendiri. Lain halnya jika pemohon memublikasikan statusnya sebagai saksi yang dilindungi atau tidak.

Sebaliknya, Sugeng Teguh Santosa, pengacara Ary Muladi, mengatakan kini kliennya ketakutan. Salah satu penyebab yang membuat Ary ketakutan adalah soal keputusannya mencabut keterangan dalam berita acara pemeriksaan pada 18 dan 26 Agustus 2009. Keterangan yang dicabut itu terkait pengakuan Ary yang menyatakan pernah memberikan uang suap dari Anggodo kepada Chandra dan Bibit. Dia sebelumnya disuruh Anggodo untuk mengakui pemberian itu.

Menurut Ary kepada Sugeng, Anggodo membuat sendiri kronologi 15 Juli 2009 soal pemberian suap itu. Ary juga diminta menandatanganinya.

Menurut Sugeng, Ary memberikan uang dari Anggodo itu kepada seorang pengusaha asal Surabaya, Yulianto. Namun, Yulianto hingga kini belum jelas.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Nanan Soekarna mengatakan, polisi masih kesulitan mencari identitas Yulianto. Yulianto belum dapat dinyatakan sebagai buronan.

Pelemahan KPK

Bambang Widjojanto, seorang penasihat hukum Bibit dan Chandra, meminta Presiden cepat bersikap terhadap dugaan pelemahan KPK oleh lembaga lain. Beberapa waktu lalu keduanya juga sudah mengirimkan surat pribadi kepada Presiden.

"Surat itu disampaikan sebelum pelantikan. Isinya antara lain permintaan agar masalah ini diselesaikan cepat," katanya.

Danang Widoyoko dari Indonesia Corruption Watch juga mendesak pelemahan KPK ditangani serius, tak perlu menanti kasus Bibit dan Chandra ke pengadilan. (SUT/IDR/AIK/DAY/SF)

John Perkins : 4 cara suap resmi di Indonesia

Dalam Confessions of Economic Hit Man, aku menggambarkan hubunganku pada akhir 1980-an dan 1990-an dengan Stone and Webster Company (SWEC), yang pada saat itu merupakan firma konstruksi dan konsultan paling terhormat dan terbesar di AS. SWEC akan memberiku sekitar setengah juta dolar asalkan aku menghentikan penulisan buku tentang kehidupanku sebagai Bandit Ekonomi. Sesekali, perusahaan tersebut meminta aku benar-benar mengabdi kepada mereka.

Suatu hari pada tahun 1995, seorang petinggi SWEC menelepon untuk meminta bertemu denganku. Sambil makan siang, ia membahas proyek pembangunan kompleks pemrosesan bahan kimia di Indonesia. Ia berusaha meyakinkanku bahwa pembangunan itu akan menjadi salah satu proyek terbesar sepanjang seabad sejarah perusahaan. Nilainya tak kurang dari 1 Milyar dolar. "Aku bertekad mewujudkan proyek ini," katanya dan kemudian, sambil melirihkan suaranya, ia mengaku, "tapi aku tak bisa melakukannya sebelum menemukan cara membayar salah seorang anggota keluarga Soeharto sebesar 150 juta dolar."

"Suap," jawabku.
Ia mengangguk. "Anda pernah tinggal lama di Indonesia. Tolong beritahukan kepadaku bagaimana mewujudkannya."

Aku katakan ada empat cara memberi "suap resmi".
SWEC bisa menyewa buldozer, mesin derek, truk, dan peralatan berat lainnya dari perusahaan milik keluarga Soeharto dan kroninya dengan harga yang lebih tinggi dari harga normal
Cara kedua dengan mengalihkan kontrak beberapa proyek kepada perusahaan milik keluarga tersebut dengan harga tinggi
Ketiga, menggunakan cara serupa untuk memenuhi kebutuhan makanan, perumahan, mobil, bahan bakar dan kebutuhan lainnya
Dan keempat, mereka bisa menawarkan diri untuk memasukan putra-putri para kroni orang Indonesia itu ke kampus-kampus prestisius AS, menanggung biaya mereka, dan menggaji mereka setara dengan konsultan dan pegawai perusahaan ketika berada di AS

Meski tahu bahwa barangkali dibutuhkan keempat pendekatan di atas sekaligus, dan butuh waktu beberapa tahun untuk mengatur uang sebanyak itu, aku meyakinkan dirinya bahwa aku sudah menyaksikan keberhasilan siasat semacam ini, dan bahwa perusahaan dan eksekutif AS yang melakukannya tak pernah terseret hukum. Aku sarankan juga agar ia memikirkan usulan menyewa geisha untuk memuluskan rencana.

"Geisha," katanya sambil menyerangi culas, "itu saja pekerjaan sulit." Selain itu, ia mengaku prihatin karena anak buah Soeharto meminta "uang di muka secara terang-terangan."

Harus aku akui, aku tidak tahu bagaimana menyediakan uang tunai sebanyak itu "di muka". Setidaknya secara ilegal.

Ia berterimakasih kepadaku, dan aku tak mendengar kabar lebih jauh darinya.

Pada 15 Maret 2006, The Boston Globe memuat tajuk berikut ini dalam halaman depan segmen bisnisnya : MEMO SUAP DAN BANGKRUTNYA STONE & WEBSTER. Artikel itu membeberkan kisah tragis bagaimana perusahaan yang berdiri tahun 1889 dan memiliki sejarah cemerlang itu ambruk dan mencatatkan kebangkrutannya pada tahun 2000. Ujung-ujungnya perusahaan ini diakuisisi Shaw Group. Menurut Globe "lebih dari 1.000 karyawan di PHK, dan tabungan mereka dalam bentuk saham Stone & Webster lenyap." Wartawan Globe, Steve Bailey menyimpulkan bahwa keruntuhan tersebut berpangkal pada "Memo kritis (yang) membeberkan suatu usaha rahasia perusahaan secara detail. Yakni, membayar suap senilai 147 juta dolar kepada seorang kerabat Presiden Soeharto untuk mengamankan kontrak terbesar sepanjang sejarah Stone & Webster.

Insiden kedua bermula dengan email yang aku terima dari putra seorang pejabat pemerintah Indonesia yang pernah mempekerjakanku pada tahun 1970-an. Ia meminta bertemu denganku.

Emil (bukan nama sebenarnya) bertemu denganku di sebuah restoran Tailand yang tenang di Upper West Side New York. Ia mengaku terkesan dengan bukuku, Confessions of Economic Hit Man. Ayahnya mengenalkan padaku di Jakarta saat usianya kira-kira sepuluh tahun. Seingatnya ia sering mendengar namaku. Ia mengaku mafhum bahwa ayahnya adalah salah seorang pejabat korup yang aku gambarkan dalam buku itu. Lalu, sambil menatap lurus ke mataku, ia mengaku telah mengikuti jejak ayahnya. "Aku ingin bertobat," katanya. "Aku ingin mengaku seperti Anda." Ia tersenyum lembut. "Tapi aku mempunyai keluarga dan akan kehilangan banyak hal. Aku yakin Anda mengerti maksudku."

Aku meyakinkannya bahwa aku tak akan memberitahukan namanya atau apa saja yang bisa membuat identitasnya terbongkar.

Kisah Emil sesungguhnya membuka pikiran kami. Ia menegaskan bahwa militer Indonesia memiliki sejarah panjang mengumpulkan uang dari sektor swasta untuk membiayai kegiatan-kegiatannya. Dia mencoba menganggap enteng hal ini, mengabaikannya dengan tawa, karena sepengetahuannya, hal semacam itu sudah biasa di negara Dunia Ketiga. Lalu ia menjadi serius. "Sejak lengsernya Soeharto 1998, segalanya bahkan kian buruk. Soeharto benar-benar diktator militer yang bertekad tetap mengendalikkan angkatan bersenjata. Begitu kekuasaan berakhir, banyak tokoh Indonesia yang berusaha mengubah hukum agar kedudukan sipil bisa lebih tinggi dibanding militer, tapi sia-sia. Mereka pikir dengan mengurangi anggaran militer, tujuan akan tercapai. Tapi para jenderal tahu kemana mereka harus meminta bantuan: perusahaan-perusahaan pertambangan dan energi asing."

Aku katakan kepada Emil bahwa ucapannya mengingatkanku pada kondisi di Kolombia, Nigeria, Nikaragua, dan banyak negara lain. Di negara-negara itu, milisi swasta digunakan untuk menambah angkatan bersenjata nasional.

Emil mengiyakan. " Di Indonesia pun banyak tentara bayaran. Tapi yang aku ceritakan ini lebih buruk. Dalam beberapa tahun terakhir angkatan bersenjata kami dibeli oleh korporasi-korporasi asing. Dampaknya menakutkan karena, seperti Anda lihat, sekarang korporasi memiliki angatan bersenjata sekaligus sumber daya alam kami."

Saat aku bertanya mengapa ia membeberkan informasi ini, ia menoleh dan memandang lalu lintas jalanan dari jendela restoran. Akhirnya ia kembali menatapku. "Aku seorang kolaborator. Korupsi yang aku lalukan bahkan lebih parah kalau dibandingkan ayahku. Aku satu diantara orang yang mengatur, mengumpulkan uang dari perusahaan, dan menyerahkan kepada militer. Aku malu. Yang bisa aku lakukan hanya berbicara dengan Anda dan berharap Anda memberitahukannya kepada dunia."

Berminggu-minggu setelah pertemuan itu, sebuah artikel di website The New York Time menggelitik sanubariku. Tulisan itu merinci kegiatan sebuah perusahaan yang berbasis di New Orleans, Freeport-McMoRan Copper and Gold. Mereka "membayar 20 juta dolar untuk para komandan dan unit militer di kawasan tersebut (Papua) selama tujuh tahun terakhir sebagai imbalan perlindungan terhadap berbagai fasilitas mereka di sana." Selanjutnya ditegaskan, "Hanya sepertiga dana untuk angkatan bersenjata Indonesia yang berasal dari anggaran negara. Selebihnya dikumpulkan dari sumber "tak resmi" sebagai "biaya perlindungan", sehingga administrasi militer bisa berjalan mandiri, terpisah dari kontrol keuangan pemerintah.

Artikel tersebut mengantarkanku kepada dua artikel lainnya yang pernah muncul di website The Times pada September 2004. Keduanya mendeskripsikan dua kejadian baru-baru ini di tempat aku dahulu bermain, Sulawesi, selain mendokumentasikan dugaan bahwa perusahaan penghasil emas terbesar dunia, Newmont Mining Corp., yang berbasis di Denver, membuang arsenik dan merkuri secara ilegal ke lautan di Teluk Buyat. Saat membaca, aku teringat pekerjaanku- jaringan listrik, jalanan, pelabuhan, dan infrastruktur lainya yang didanai Bandit Ekonomi dan dibangun kembali pada 1970-an. Semua itu menciptakan kondisi yang memungkinkan Newmont menjalankan aktivitas penambangan sekaligus meracuni laut. Sebagaimana ditegaskan manajer proyekku, Charlie Illingworth, pada kunjungan pertamaku, kami dikirim ke Indonesia untuk memastikan perusahaan minyak mendapatkan apa saja yang mereka perlukan. Tapi sebentar kemudian aku paham bahwa misi kami tidak sebatas itu. Sulawesi menjadi contoh utama bagaimana uang "bantuan" memberi keuntungan pada perusahaan multinasional.

The Times menunjukan, "perseteruan dengan Newmont telah menyulut kesan populer yang menguat bahwa perusahaan pertambangan dan energi mengendalikan sistem regulasi Indonesia yang lemah. Banyak yang menuding korupsi, kronisme, dan tidak berkembangnya struktur hukum adalah kondisi yang diwariskan Jenderal Soeharto, diktator yang lengser pada 1998 dan yang, demi sejumlah uang, membuka pintu bagi investasi asing."

Saat menatap artikel-artikel itu, dugaan yang dulu dilontarkan walikota "Desa Kelelawar" dan orang Bugis pembuat kapal, muncul di layar komputer. Seolah para rasul yang disebutan kitab suci turun kembali untuk menghantuiku. AS benar-benar telah mengirim kelelawarnya untuk mengekspliotasi dan mencemari negeri-negeri asing. Para pelaut dan kapal-kapal kuno, yang hanya bersenjatakan golok besar, tak punya banyak peluang untuk mempertahankan negeri mereka dari kekuatan Pentagon, atau melawan angkatan bersenjata yang menjadi antek perusahaan.

Kopi Memperlambat Penyebaran Penyakit Liver

Kopi Memperlambat Penyebaran Penyakit Liver

Nurul Ulfah - detikHealth


img
(Foto: Reuters)
Washington, Setelah terbukti meningkatkan kemampuan otak, membunuh bakteri di mulut dan mencegah infeksi saluran kemih, peneliti menemukan satu lagi manfaat kopi. Kopi terbukti bisa memperlambat penyebaran penyakit liver atau hepatitis C.

Sebanyak 766 pasien penyakit liver (hepatitis C) dilibatkan dalam studi tersebut. Mereka diminta peneliti untuk mengonsumsi kopi, teh hijau dan teh hitam. Selama 4 tahun studi, pasien pun dimonitor keadaannya setiap 3 bulan sekali. Biopsi liver diambil pada bulan ke-18 dan tahun ke 3,5 untuk mengetahui progres dari penyakit liver.

Setelah studi selesai, peneliti menarik kesimpulan bahwa pasien yang minum tiga gelas kopi tiap harinya bisa memperlambat penyebaran penyakit liver hingga 53 persen. Sementara itu, teh hijau dan teh hitam justru tidak memiliki efek apa-apa. Hasil penemuan ini rencananya akan dipublikasikan dalam Journal Hepatology bulan November mendatang.

"Memberikan kopi pada penderita hepatitis C dalam jumlah banyak ternyata bisa memperpanjang umur seseorang yang sudah memiliki penyakit hepatitis C kronis. Namun faktor lain seperti obat-obatan juga sangat berpengaruh terhadap proses penyembuhan," jelas Neal Freedman dari U.S. National Cancer Institute seperti dikutip dari Healthday, Senin (26/10/2009).

Saat ini, virus hepatitis C atau Hepatitis-C Virus (HCV) menginfeksi sekitar 3 juta warga Amerika. Virus ganas ini berkembang tanpa ada ciri-ciri yang terdeteksi, sehingga sering disebut sebagai silent killer. Berdasarkan US Centers for Disease Control and Prevention, sekitar 8.000 hingga 10.000 orang pun meninggal dunia tiap tahunnya.

Di Indonesia sendiri diperkirakan ada 7 juta orang yang mengidap virus ini, namun hingga kini belum ada vaksin yang bisa mencegah penularannya karena sifat virusnya yang sangat mudah bermutasi.

Tak Perlu Tunggu Donor Mata, Terapi Gen Sembuhkan Cacat Buta

Tak Perlu Tunggu Donor Mata, Terapi Gen Sembuhkan Cacat Buta

Nurul Ulfah, Vera Farah Bararah - detikHealth


img
(Foto: sciencedaily)
Philadelphia, Seorang gadis buta di Amerika bisa melihat kembali setelah menjalani terapi gen. Hanya dengan menyuntikkan sebuah gen ke dalam mata, penderita buta turunan bisa kembali melihat tanpa harus menunggu donor mata.

Terapi gen yang dikembangkan peneliti di Philadelphia diketahui bisa memulihkan penglihatan yang semakin memburuk akibat penyakit turunan langka yang disebut Leber Congenital Amaurosis atau LCA. Penyakit ini membuat penderitanya akan mengalami kebutaan pada umur sekitar 40 tahun.

Dr Katherine High dari The Children's Hospital of Philadelphia and the Howard Hughes Medical Institute mengatakan bahwa LCA menyebabkan kemampuan retina mata berkurang seiring bertambahnya usia, dan terapi gen yang diberikan sejak kecil bisa mencegah penurunan kemampuan tersebut.

Studi yang dimuat dalam Lancet Medical Journal ini menurutnya bisa menjadi acuan untuk pengobatan penyakit retina lainnya.

"Sebelumnya belum ada terapi yang bisa mengembalikan penglihatan seperti semula, kecuali dengan donor mata. Apalagi untuk penyakit LCA yang memang langka, ujar High seperti dilansir Reuters, Senin (26/10/2009).

Penderita LCA mulai memiliki pandangan yang kabur pada usia anak-anak, dan tidak ada terapi yang yang bisa mencegah kaburnya penglihatan tersebut sebelum ada terapi gen ini.

Awalnya, peneliti mencoba membuat virus tidak berbahaya yang disebut adeno-associated virus, yang berfungsi membawa DNA yang tepat langsung ke dalam mata. Namun teknik tersebut ternyata tidak membawa efek positif pada penderita LCA.

Akhirnya, peneliti merancang teknik baru selama 2 tahun dengan cara menyuntikkan gen terapetik (RPE65) ke dalam retina, dan terapi itu ternyata berhasil memulihkan penglihatan para penderita muda LCA umur 8, 9, 10 dan 11.

"Sangat sulit dan sedih rasanya melihat anak kita tidak bisa melihat dan bermain layaknya anak normal. Tapi dengan terapi itu, kini anak saya bisa melihat lagi. meskipun terapi ini cukup mahal, tapi sangat wajar dan sesuai dengan hasil yang didapatkannya," jelas ibu dari Corey, penderita LCA umur 9 tahun.

Terapi gen diharapkan bisa menjadi salah satu perawatan yang efektif untuk menangani masalah penglihatan turunan pada anak.

Studi melaporkan bahwa semua pasien memberikan respons yang baik terhadap perawatan ini. Perbaikan yang terukur termasuk setidaknya 100 kali lipat peningkatan respons cahaya pupil, ketika pupil mengecil saat ada cahaya. Tapi perbaikan yang paling banyak ditandai adalah saat pasien masih muda.

"Pemulihan visual pada anak-anak menegaskan hipotesis bahwa keberhasilan akan ditingkatkan jika pengobatan dilakukan sebelum degenerasi retina," ujar Profesor Jean Bennett, seperti dikutip dari BBCNews, Senin (26/10/2009).

Terapi gen juga telah berhasil dilakukan oleh tim di Institut Oftalmologi dan Moorfields Eye Hospital di London. Operasi pertama dilakukan pada tahun 2007 dan 3 pasien lagi pada tahun lalu. Salah satu pasien melaporkan adanya peningkatan yang signifikan. Mata dipandang sebagai sasaran yang sangat menarik bagi pengobatan baru ini.

Gen yang terkandung dalam virus yang disuntikkan ini tidak berbahaya dan tidak mungkin diserang oleh tubuh sebagai sistem kekebalan tubuh.

"Temuan ini memberikan bukti lebih lanjut bahwa terapi gen ini aman dan dapat meningkatkan kepekaan retina, terutama di lampu redup," ujar Prof. Robun Ali dari UCL Institute of Ophthalmology.

Tantangan selanjutnya adalah menentukan dosis dan sejauh mana perbaikan retina yang diperlukan untuk memperlambat degenerasi retina dan menjaga penglihatan.

Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut dalam memaksimalkan manfaat dari terapi gen, sehingga bisa menjadi pengobatan yang efektif untuk berbagai kondisi mata

Jadi Menteri SBY, Inilah Aturan Mainnya

JAKARTA, KOMPAS.com — Layaknya pimpinan perusahaan swasta yang menetapkan sejumlah aturan tidak tertulis kepada bawahannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga memiliki aturan tidak tertulis yang perlu diperhatikan oleh para pembantunya, anggota Kabinet Indonesia Bersatu II.

Aturan ringan ini mungkin tidak tercantum dalam pakta integritas dan kontrak kinerja yang ditandatangani mereka sewaktu menjalani proses wawancara serta uji kepatutan dan kelayakan di kediaman SBY di Puri Cikeas Indah, dua minggu silam. Salah satu hal utama yang Presiden SBY wanti-wanti adalah hotline antara presiden dan para menterinya.

"Saya paling tidak suka menghubungi menteri satu jam, dua jam, belum berhasil. Kecuali sedang terbang atau meninjau daerah di pelosok Indonesia yang tidak bisa dijangkau dengan alat komunikasi," kata SBY, beberapa waktu lalu di Sekretariat Negara, Jakarta.

Presiden melanjutkan, "Kalau di Jakarta, di kantor, termasuk hari libur, satu jam, dua jam tidak bisa dihubungi, tidak boleh itu. Satu hari tidak tembus, tidak boleh itu. Tidak boleh tidak menjawab, tidak merespons, dan tidak berusaha mencari tahu. Jadi, saya ingin hotline, tidak mungkin saya menelepon saudara kalau tidak ada tujuannya. Saudara menghubungi Presiden juga mesti ada yang sangat penting. Dengan demikian, hotline perlu dijaga agar masalah bisa segera diatasi, termasuk untuk jajaran yg lain."

Begitu juga ketika menteri ingin melakukan tugas dinas mendadak ke luar negeri. "Izin kepada presiden. Jika waktunya mendesak, saudara bisa (meminta izin) lisan, misalnya, 'Pak Presiden, saya izin'. Jika saya sibuk, bisa (meminta izin) lewat Mensesneg. Delegasi harus seramping dan seselektif mungkin. Jaga kehormatan dan penampilan sebagai anggota kabinet. Saya kira ini penting," tutur SBY.

Di samping itu, Presiden juga meminta agar ke-34 anggota kabinet tetap kompak dan tidak membawa pertentangan atau perbedaan dalam kabinet ke publik. "Tidak boleh, misalnya, Menteri Negara Lingkungan Hidup yang berbeda pendapat dengan Menteri Kehutanan membuat konferensi pers masing-masing. Lalu, Menteri Kehutananan berkata, 'Saya tolak Menneg Lingkungan Hidup', dan juga sebaliknya. Itu namanya pecah kongsi dan terlihat buruk di mata publik. Jangan saling hantam. Jangan menyerang dan mendiskreditkan atasan dan kolega menteri di depan publik," imbuhnya.

Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat ini juga mengkritik para duta besar Indonesia yang kerap kembali ke Jakarta. "Saya sampaikan ke Pak Marty Natalegawa (Menteri Luar Negeri), urusan apa itu? Ada dubes yang aktif urusan parpol. Dubes tentu wakil saya di luar negeri. Kalau bolak-balik meninggalkan posnya, bagaimana? Kalau balik ke Jakarta untuk keperluan tidak jelas, kasih peringatan. Dua kali seperti itu, cabut, tarik, tidak apa-apa. Tidak baik, dubes kok bolak-balik ke Jakarta," ujar SBY.

http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/10/27/1017331/Jadi.Menteri.SBY..Inilah.Aturan.Mainnya

Archives