Situs Parangkusuma

Menelusuri jejak-jejak situs kerajaan Mataram Islam

Situs Parangkusuma

Pantai Parangkusuma merupakan kawasan sakral kerajaan Mataram, di sana terdapat batu yang konon merupakan tempat pertemuan antara Kanjeng Ratu Kidul dan Panembahan Senapati berikut raja-raja Mataram penerusnya. Di tempat inilah Senapati pernah bertapa untuk meminta bantuan Ratu Kidul dalam memperbesar kerajaannya.

Parangkusuma pada saat ini masih sering dipergunakan sebagai tempat untuk meditasi atau nenepi oleh masyarakat yang ingin memanjatkan doa/permintaan, khususnya setiap malam Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon. Pada malam 1 Sura tempat ini penuh sesak didatangi para peziarah dari berbagai kota untuk melakukan sesaji dan ziarah terhadap Ratu Kidul.


CEPURI PARANGKUSUMA: Cepuri ini di dalamnya terdapat 2 buah batu tempat pertemuan antara Panembahan Senapati dengan Kanjeng Ratu Kidul. Untuk masuk ke cepuri, peziarah harus meminta izin terlebih dahulu kepada juru kunci. Apabila juru kunci tidak ada di tempat peziarah cukup menabuh kentongan yang ada di pintu masuk cepuri sebagai isyarat memanggil kedatangan juru kunci.


SELA GILANG: Inilah 2 buah batu tempat pertemuan antara Senapati dan Ratu Kidul, tempat ini sangat disakralkan.


KOMPLEKS CEPURI: Di sekitar cepuri terdapat gugusan batu karang yang hampir menjadi fosil, batu tersebut termasuk tempat yang disakralkan.

KERATON MATARAM KARTA

Menelusuri jejak-jejak situs kerajaan Mataram Islam

KERATON MATARAM KARTA

Karta, Kerta, atau Charta adalah nama sebuah dusun di wilayah Kalurahan Plered, Kecamatan Plered, Kabupaten Bantul, Yogyakarta (kurang lebih 4 kilometer arah selatan dari Kotagede). Karta dulunya adalah sebuah nama kompleks Keraton Mataram (setelah Mataram Kotagede). Keraton Mataram Karta dibangun oleh Sultan Agung. Waktu pembangunan keraton ini tidak diketahui dengan pasti. Akan tetapi mengingat Sultan Agung naik tahta sekitar tahun 1614-an, maka pada abad itulah kira-kira Karta dibangun. Ketika pembangunan Keraton Kerta dilakukan, Sultan Agung untuk sementara masih tinggal di dalam keraton ayah dan neneknya, yaitu di Kotagede.

Peninggalan-peninggalan Keraton Kerta dapat dikatakan sangat minim. Peninggalan yang minim itu pun tidak begitu banyak membantu untuk memperkirakan bagaimanakah kira-kira bentuk Keraton Kerta pada zamannya. Benda peninggalan yang dapat ditemukan di sana hanya berupa dua buah umpak/alas tiang yang terbuat dari batu andesit, sisa batuan berbentuk persegi yang diduga merupakan salah satu komponen batur. Umpak tersebut berbentuk prisma terpancung. Jumlah umpak tersebut semula adalah empat buah. Satu buah dibawa ke Taman Sari Yogyakarta dan digunakan sebagai alas tiang/umpak Masjid Saka Tunggal yang ada di kompleks Taman Sari Yogyakarta. Sedangkan umpak yang satu lagi berada di Desa Trayeman, Bantul.

Pada sisi selatan umpak-umpak tersebut terdapat struktur batu putih yang membujur ke arah timur-barat (sekarang sudah tidak kelihatan bekas-bekasnya). Selain peninggalan-peninggalan tersebut, ada lagi peninggalan yang lain yang berupa kompleks makam lama dan sisa-sisa masjid agung Kerta.

Situs Pleret

Menelusuri jejak-jejak situs kerajaan Mataram Islam

Situs Plered

Situs Plered merupakan bekas ibukota Mataram masa pemerintahan Sultan Agung.. Keraton Plered dapat dikatakan sudah tidak bersisa. Kini hanya menjadi nama kalurahan dan kecamatan di wilayah Kabupaten Bantul.

Di Plered ini juga terdapat Segarayasa, berasal dari kata segara (Laut) dan yasa (buatan) atau laut buatan. Secara harafiah diartikan sebagai telaga buatan. Konon dibuat oleh Sultan Agung untuk memenuhi permintaan Sang Permaisuri yang mempunyai keinginan agar dibuatkan laut yang mirip laut selatan. Permintaan ini dipenuhi dengan membuat telaga buatan di dekat Sungai Opak, tidak jauh dari Karaton Mataram yang waktu itu berada di Plered. Kini Segarayasa diabadikan sebagai nama desa di wilayah Kecamatan Plered, Kabupaten Bantul.

TINGGAL NAMA: Keraton Plered tinggal nama, namun nama itu diabadikan menjadi nama dusun, desa, dan kecamatan di wilayah Kabupaten Bantul. Seperti yang terlihat di foto, Keputren tempat para puteri Mataram bersemanyam kini menjadi nama dusun.

TAMBAK SEGARAYASA: Bekas-bekas tambak/bedheng Segarayasa masih dapat ditemukan di kawasan Segarayasa, Plered, Bantul, Yogyakarta.

SUMUR GUMULING: Merupakan sumur kuno peninggalan kerajaan Mataram di Plered. Sampai sekarang sumur ini ramai dikunjungi peziarah yang meyakini berkah dari air sumur.

Situs Makam Ki Ageng Giring

Situs Makam Ki Ageng Giring

Makam Ki Ageng Giring III merupakan makam pepunden Mataram yang diyakini oleh sementara masyarakat sebagai penerima wahyu Karaton Mataram. Makam kuna itu terletak di Desa Sada, Kecamatan Paliyan, Kabupaten Gunung Kidul, atau sekitar 6 kilometer ke arah barat daya dari kota Wanasari.

Menurut Mas Ngabehi Surakso Fajarudin yang menjabat jurukunci makam Giring, disebutkan bahwa Ki Ageng Giring adalah salah seorang keturunan Brawijaya IV dari Retna Mundri, yang hidup pada abad XVI. Dari perkawinannya dengan Nyi Talang Warih melahirkan dua orang anak, yaitu Rara Lembayung dan Ki Ageng Wanakusuma yang nantinya menjadi Ki Ageng Giring IV.

Pencarian wahyu Keraton Mataram itu konon atas petunjuk Sunan Kalijaga kepada Ki Ageng Giring dan Ki Ageng Pemanahan. Ki Ageng Giring disuruh menanam sepet (sabut kelapa kering), yang kemudian tumbuh menjadi pohon kelapa yang menghasilkan degan (buah kelapa muda). Sedangkan Ki Ageng Pemanahan melakukan tirakat di Kembang Semampir (Kembang Lampir), Panggang, Gunung Kidul.

Menurut wisik 'bisikan gaib' yang didapat, air degan milik Ki Ageng Giring itu harus diminum saendhegan (sekaligus habis) agar kelak dapat menurunkan raja. Oleh karenanya Ki Ageng Giring berjalan-jalan ke ladang terlebih dulu agar kehausan sehingga dengan demikian ia bisa menghabiskan air degan tersebut dengan sekali minum (saendhegan). Namun sayang, ketika Ki Ageng Giring sedang di ladang, Ki Ageng Pemanahan yang baru pulang dari bertapa di Kembang Lampir singgah di rumahnya, dalam keadaan haus ia meminum air kelapa muda itu sampai habis dengan sekali minum.

Betapa kecewa dan masygulnya perasaan Ki Ageng Giring melihat kenyataan itu sehingga dia hanya bisa pasrah, namun ia menyampaikan maksud kepada Ki Ageng Pemanahan agar salah seorang anak turunnya kelak bisa turut menjadi raja di Mataram. Dari musyawarah diperoleh kesepakatan bahwa keturunan Ki Ageng Giring akan diberi kesempatan menjadi raja tanah Jawa pada keturunan yang ke tujuh.

Versi lain menyebutkan bahwa Ki Ageng Giring ketika tirakat memperoleh Wahyu Mataram di Kali Gowang. Istilah gowang konon berasal dari suasana batin yang kecewa (gowang) karena gagal meminum air degan oleh karena telah kedahuluan Ki Ageng Pemanahan. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa kesempatan menjadi raja Mataram pupus sudah, tinggal harapan panjang yang barangkali bisa dinikmati pada generasi ke tujuh.

Hal itu berarti setelah keturunan Ki Ageng Pemanahan yang ke-6, atau menginjak yang ke-7, ada kemungkinan bagi keturunan Ki Ageng Giring untuk menjadi raja. Apakah Pangeran Puger menjadi raja setelah 6 keturunan dari Pemanahan ? Kita lihat silsilah di bawah ini.

Puger menjadi raja Mataram setelah mengalahkan Amangkurat III. Jika angka 6 dianggap perhitungan kurang wajar, yang wajar adalah 7, maka dapat dihitung Raden Mas Martapura yang bertahta sekejap sebelum tahtanya diserahkan ke Raden Mas Rangsang (Sultan Agung). Jadi pergantian keluarga berlangsung setelah 7 raja keturunan Ki Ageng Pemanahan.

Bukti bahwa Puger memang keturunan Giring dapat dilihat dalam Babad Nitik Sultan Agung. Babad ini menceritakan bahwa pada suatu ketika parameswari Amangkurat I, Ratu Labuhan, melahirkan seorang bayi yang cacat. Bersamaan dengan itu isteri Pangeran Arya Wiramanggala, keturunan Kajoran, yang merupakan keturunan Giring, melahirkan seorang bayi yang sehat dan tampan. Amangkurat mengenal Panembahan Kajoran sebagai seorang pendeta yang sakti dan dapat menyembuhkan orang sakit. Oleh karena itu puteranya yang cacat dibawa ke Kajoran untuk dimintakan penyembuhannya. Kajoran merasa bahwa inilah kesempatan yang baik untuk merajakan keturunannya. Dengan cerdiknya bayi anak Wiramanggala-lah yang dikembalikan ke Amangkurat I (ditukar) dengan menyatakan bahwa upaya penyembuhannya berhasil.

Sudah ditakdirkan bahwa Amangkurat III, putera pengganti Amangkuat II berwatak dan bernasib jelek Terbukalah jalan bagi Pangran Puger untuk merebut tahta. Sumber lain menceritakan silsilah Puger sebagai berikut:

Dengan demikian, benarlah bahwa pada urutan keturunan yang ke-7 keturunan Ki Ageng Giring-lah yang menjadi raja, meskipun silsilah itu diambil dari garis perempuan. Namun ini cukup menjadi dalih bahwa Puger alias Paku Buwana I adalah raja yang berdarah Giring.


PINTU GERBANG:
Inilah pintu gerbang kompleks makam Ki Ageng Giring III
di Desa Sada, Paliyan, Gunung Kidul.
Makam ini selalu ramai dikunjungi peziarah pada malam Jumat,
khususnya malam Jumat Kliwon.


PINTU MASUK KEDUA:
Setelah para peziarah memasuki pintu gerbang,
mereka akan melewati makam para pengikut Ki Ageng Giring
yang berada di luar tembok.
Makam Ki Ageng Giring sendiri berada di dalam tembok
yang dibangun pada masa Sri Sultan Hamengku Buwana IX.
Para peziarah dilarang memakai alas kaki jika memasuki kompleks ini.


BATU NISAN:
Di sinilah Ki Ageng Giring III dimakamkan.
Para peziarah dilarang mendekati batu nisan,
mereka hanya diperbolehkan berdoa di luar ruangan cungkup.
Pada umumnya para peziarah memohon agar diberi pangkat dan derajat.


KOMPLEKS MAKAM KI AGENG SUKADANA:
Sekitar 2 kilometer arah tenggara Makam Ki Ageng Giring III
terdapat kompleks makam Ki Ageng Sukadana.
Oleh sebagian penduduk, Ki Ageng Sukadana diyakini sebagai
nama lain dari Ki Ageng Giring II atau ayah dari Ki Ageng Giring III.
Berbeda dengan makam Ki Ageng Giring III, makam ini terlihat tidak terawat.
Cungkup Ki Sukadana terletak paling ujung.


BATU NISAN KI SUKADANA:
Sama dengan Ki Ageng Giring III, makam ini selalu ramai dikunjungi para peziarah.
Di tempat ini peziarah diperbolehkan masuk cungkup dan berdoa di sisi batu nisan.


SENDANG PITUTUR:
Sendang ini terdapat di utara (sekitar 3 kilometer) dari makam Ki Ageng Sukadana.
Menurut legenda penduduk setempat, sendang ini sering
dipakai mandi Ki Ageng Sukadana ketika ia masih hidup.

Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat

Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1755. Pemerintah Hindia Belanda mengakui Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangga sendiri. Semua itu dinyatakan di dalam kontrak politik. Kontrak politik terakhir Kasultanan tercantum dalam Staatsblad 1941, No. 47. Secara resmi pada tahun 1950, Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (dan Kadipaten Pakualaman) menjadi bagian dari Indonesia, yaitu sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta.

Lambang Ngayogyakarta Hadiningrat


Kadipaten Paku Alaman

Kadipaten Paku Alaman didirikan pada tanggal 17 Maret 1813, ketika Pangeran Notokusumo, putra dari Sultan Hamengku Buwono I dengan Permaisuri Srenggorowati dinobatkan oleh Gubernur-Jenderal Sir Thomas Raffles (Gubernur Jendral Britania Raya yang memerintah saat itu) sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (K.G.P.A.A.) Paku Alam I. Status kerajaan ini mirip dengan status Praja Mangkunagaran di Surakarta.

Lambang Pakualaman

Kasunanan Surakarta

Kasunanan Surakarta Hadiningrat berdiri sebagai suatu kerajaan pecahan dari Kesultanan Mataram pada 13 Februari 1755, yaitu sebagai akibat dari ditanda-tanganinya Perjanjian Giyanti. Pemerintah Hindia Belanda dalam perjanjian tersebut juga mengakui Sunan Pakubuwana III sebagai raja yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri. Di awal masa kemerdekaan (1945-1946), bersama Praja Mangkunegaran sempat menjadi Daerah Istimewa Surakarta. Akan tetapi karena kerusuhan dan agitasi politik saat itu, maka pada tanggal 16 Juni 1946 oleh Pemerintah Indonesia statusnya diubah menjadi Karesidenan Surakarta, menyatu dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Lambang Surakarta Hadiningrat

Masjid Agung Surakarta

Solo Lama

Tokoh Antagonis Darmo Gandhul

Tokoh Antagonis Darmo Gandhul Tragedi Sosial Historis dan Keagamaan di Penghujung Kekusaan Majapahit”, ditulis oleh Nurul Huda didasarkan pada Gancaran basa Jawa ngoko. Babon asli tinggalane KRT Tandhangara, Surakarta. Cap-capan ingkang kaping sekawan 1959 Toko Buku “Sadu-Budi” Sala.
-------------------------------------------------
(draft) Link



Jayaba - Wikipedia

Ratu Joyoboyo, also Sri Mapanji Jayabaya or Jayabhaya, reigned over the Indianized kingdom of Kediri in East Java from AD1135 to 1157. He reunified the kingdom after a split that occurred with the death of his predecessor Airlangga. He is also remembered for his just and prosperous rule, and reputed to have been an incarnation of the Hindu deity Vishnu. He is the archetypal Ratu Adil the just king who is reborn during the dark age of reversal "Jaman Edan" at the end of each cosmic cycle to restore social justice, order, and harmony in the world.

The manggala ("prologue") of the famous Kakawin Bhāratayuddha names Joyoboyo as the patron of the two poets, Mpu Sedah and Mpu Panuluh who wrote this work. Joyoboyo is also described as author of the Pralembang Joyoboyo, a prophetic book that played an important role in the Japanese occupation.

When Japan occupied the Netherlands East Indies, in the first weeks of 1942, Indonesians danced in the streets, welcoming the Japanese army as the fulfillment of the prophecy ascribed to Joyoboyo, who foretold the day when white men would one day establish their rule on Java and tyrannize the people for many years – but they would be driven out by the arrival of yellow men from the north. These yellow men, Joyoboyo had predicted, would remain for one crop cycle, and after that Java would be freed from foreign domination. To most of the Javanese, Japan was a liberator: the prophecy had been fulfilled.

The Japanese freed Indonesian nationalists from Dutch prisons and hired them as civil servants and administrators. In the waning days of 1944, however, it was clear that Japan could not win the war. The Japanese officially granted Indonesia its independence on 9 August 1945, and the commander of Japan's Southeast Asian forces appointed future President Sukarno as chairman of the preparatory committee for Indonesian independence. As one account of Indonesian history puts it, "With the minor exception that three crops had been harvested, Jayabaya's prophecy had been realized."

Many believe that the time for the arrival of a new Ratu Adil is near (as the prophecies put it, "when iron wagons could drive without horses and ships could sail through the sky"), and that he will come to rescue and reunite Indonesia after an acute crisis, ushering in the dawn of a new golden age.

Telaah Jangka Jayabaya : Perpustakaan Nasional RI

Perpustakaan Nasional RI Menggelar Telaah Jangka Jayabaya



JAKARTA – Perpustakaan Nasional RI menggelar sarasehan Bedah Jangka Jayabaya dan pagelaran wayang kulit, Rabu (18/7) bertempat di Ruang Auditorium Perpusnas, Jl. Salemba Raya 28A Jakarta. Dalam sarasehan yang mengambil tema “Dengan Telaah Jangka Jayabaya, Kita Tumbuhkembangkan Budaya Kritis Bangsa untuk Menuju Masyarakat Jujur dan Cemerlang” ini, tampil sebagai pembicara adalah Hidayat Yoedoprawiro dan Prof. Dr. H. Soetarno, DEA dengan moderator Sudarko Prawiro Yudo. Sedangkan pagelaran wayang kulit oleh Ki Dalang Sumbowo dengan cerita Jitaprasa dan Dewa Ruci yang dimainkan dalam dua sesi.

Dari jutaan koleksi Perpusnas terdapat bahan pustaka yang bersubyek tentang “Ramalan Jayabaya” dan untuk sebagian orang, ramalan tersebut dijadikan rujukan tentang kejadian masa lalu, sekarang dan yang akan datang. “Dengan menelaah ramalan Jayabaya, kita berusaha mengaktualisasikan nilai-nilai yang ada didalamnya, mempertebal jatidiri bangsa dan memanfaatkan petuah serta petunjuk yang ada didalamnya, sehingga kita menjadi bangsa yang besar dan berwibawa,” demikan diungkapkan Lilik Soelistyowati, Kepala Pusat Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka, selaku ketua penyelenggara kegiatan ini.

Kepala Perpusnas, Dady P. Rachmananta dalam sambutannya mengatakan dengan kegiatan telaah Jangka Jayabaya ini bisa membawa manfaat terhadap perbaikan kondisi bangsa. “Dengan ramalan-ramalan Jayabaya, kita bisa telaah maknanya sehingga bisa membangkitkan dan meningkatkan rasa cinta akan hasil budaya bangsa,” katanya.

Dalam sesi sarasehan, Hidayat Yudoprawiro membawakan makalah bertema “Makna Metafisika Ramalan Pralambang Jayabaya”. Dalam pemaparannya, dikatakan bahwa ramalan Jayabaya adalah pemandu gaib keselamatan dan persatuan bangsa. Ramalan Jayabaya Ranggawarsito menunjukkan datangnya kemerdekaan Indonesia tahun 1945M. Ramalan Jayabaya Sabdo Palon menunjukkan datangnya kesadaran keuniversalan semua agama yang tercakup dalam filsafat abadi Ketuhanan Yang Maha Esa yang dimulai pada tahun 2000M.

Prof. Dr. H. Soetarno, DEA , dalam pemaparannya menjelaskan bahwa ramalan Jayabaya mengandung unsur filosofis yang sangat dalam tentang masyarakat Jawa dan Indonesia pada umumnya. Unsur filosofis tersebut perlu diterjemahkan dalam kehidupan, agar dipahami oleh generasi muda. Menurut Rektor ISI Solo ini, berdasarkan pengalaman empris, banyak Ramalan Jayabaya terjadi pada zaman sekarang ini. “Oleh sebab itu generasi harus memahami apa yang tersurat dan tersirat dari ramalan Jayabaya. Banyak nilai-nilai kebaikan yang terkandung didalamnya, seperti kemanusiaan, religius, kejujuran dan keadilan,” tambahnya.

Acara telaah Jangka Jayabaya ini berlangsung cukup meriah dan diapresiasi dengan baik oleh para peserta. Acara menjadi lebih hidup, karena diselingi dengan pagelaran wayang dan gending-gending pada masing-masing sesi. Banyak bermunculan pertanyaan dan ide-ide dari peserta terkait dengan ramalan Jayabaya terhadap upaya perbaikan kondisi bangsa.

Dengan kegiatan ini, diharapkan dapat membangkitkan rasa cinta akan hasil budaya bangsa, mampu menumbuhkan sikap kritis bagi upaya mencerdaskan bangsa serta bisa mengkomunikasikan isi ramalan Jayabaya untuk menjadi pedoman pada masa sekarang dan yang akan datang. Semoga!


Berita terkait: Kompas, Kamis, 19 Juli 2007, hlm. 12.

R. Ng. Ronggowarsito : Serat Joko Lodhang

SERAT JOKO LODANG

Gambuh
1. Jaka Lodang gumandhul, Praptaning ngethengkrang sru muwus, Eling-eling pasthi karsaning Hyang Widhi, Gunung mendhak jurang mbrenjul, Ingusir praja prang kasor

    Joko Lodang datang berayun-ayun diantara dahan-dahan pohon, kemudian duduk tanpa, kesopanan dan berkata dengan keras. Ingat-ingatlah sudah menjadi kehendak Tuhan bahwa gunung-gunung yang tinggi itu akan merendah sedangkan jurang yang curam akan tampil kepermukaan (akan terjadi wolak waliking jaman), karena kalah perang maka akan diusir dari negerinya.

2.Nanging awya kliru, Sumurupa kanda kang tinamtu, Nadyan mendak mendaking gunung wis pasti, Maksih katon tabetipun, Beda lawan jurang gesong

    Namun jangan salah terima menguraikan kata-kata ini. Sebab bagaimanapun juga meskipun merendah kalau gunung akan tetap masih terlihat bekasnya. Lain sekali dengan jurang yang curam.

3. Nadyan bisa mbarenjul, Tanpa tawing enggal jugrugipun, Kalakone karsaning Hyang wus pinasti, Yen ngidak sangkalanipun, Sirna tata estining wong

    Jurang yang curam itu meskipun dapat melembung, namun kalau tidak ada tanggulnya sangat rawan dan mudah longsor. (Ket. Karena ini hasil sastra maka tentu saja multi dimensi. Yang dimaksud dengan jurang dan gunung bukanlah pisik tetapi hanyalah sebagai yang dilambangkan). Semuanya yang dituturkan diatas sudah menjadi kehendak Tuhan akan terjadi pada tahun Jawa 1850. (Sirna=0, Tata=5, Esthi=8 dan Wong=1). Tahun Masehi kurang lebih 1919-1920.

Sinom
1. Sasedyane tanpa dadya, Sacipta-cipta tan polih, Kang reraton-raton rantas, Mrih luhur asor pinanggih. Bebendu gung nekani, Kongas ing kanistanipun, Wong agung nis gungira, Sudireng wirang jrih lalis, Ingkang cilik tan tolih ring cilikira

    Waktu itu seluruh kehendaki tidak ada yang terwujud, apa yang dicita-citakan buyar, apa yang dirancang berantakan, segalanya salah perhitungan, ingin menang malah kalah, karena datangnya hukuman (kutukan) yang berat dari Tuhan. Yang tampak hanyalah perbuatan - perbuatan tercela. Orang besar kehilangan kebesarannya, lebih baik tercemar nama daripada mati,sedangkan yang kecil tidak mau mengerti akan keadaannya.

2. Wong alim-alim pulasan, Njaba putih njero kuning, Ngulama mangsah maksiat, Madat madon minum main, Kaji-kaji ambataning, Dulban kethu putih mamprung, Wadon nir wadorina, Prabaweng salaka rukmi. Kabeh-kabeh mung marono tingalira

    Banyak orang yang tampaknya alim, tetapi hanyalah semu belaka. Diluar tampak baik tetapi didalamnya tidak. Banyak ulama berbuat maksiat. Mengerjakan madat, madon minum dan berjudi. Para haji melemparkan ikat kepala hajinya. Orang wanita kehilangan kewanitaannya karena terkena pengaruh harta benda. Semua saja waktu itu hanya harta bendalah yang menjadi tujuan.

3. Para sudagar ingargya, Jroning jaman keneng sarik, Marmane saisiningrat, Sangsarane saya mencit, Nir sad estining urip, Iku ta sengkalanipun, Pantoging nandang sudra, Yen wus tobat tanpa mosik, Sru nalangsa narima ngandel ing suksma,

    Hanya harta bendalah yang dihormati pada jaman tersebut. Oleh karena itu seluruh isi dunia penderitaan kesengsaraannya makin menjadi-jadi. Tahun Jawa menunjuk tahun 1860 (Nir=0, Sad=6, Esthining=8, Urip=1). Tahun Masehi kurang lebih tahun 1930. Penghabisan penderitaan bila semua sudah mulai bertobat dan menyerahkan diri kepada kekuasaan Tuhan seru sekalian alam.

Megatruh
1. Mbok Parawan sangga wang duhkiteng kalbu, Jaka Lodang nabda malih, Nanging ana marmanipun, Ing waca kang wus pinesthi, Estinen murih kelakon

    Mendengar segalanya itu Mbok Perawan merasa sedih. Kemudian Joko Lodang berkata lagi : "Tetapi ketahuilah bahwa ada hukum sebab musabab, didalam ramalan yang sudah ditentukan haruslah diusahakan supaya segera dan dapat terjadi ".

2. Sangkalane maksih nunggal jamanipun, Neng sajroning madya akir, Wiku Sapta ngesthi Ratu, Adil parimarmeng dasih, Ing kono kersaning Manon

    Jamannya masih sama pada akhir pertengahan jaman. Tahun Jawa 1877 (Wiku=7, Sapta=7, Ngesthi=8, Ratu=1). Bertepatan dengan tahun Masehi 1945. Akan ada keadilan antara sesama manusia. Itu sudah menjadi kehendak Tuhan.

3. Tinemune wong ngantuk anemu kethuk, Malenuk samargi-margi, Marmane bungah kang nemu, Marga jroning kethuk isi, Kencana sesotya abyor,

    Diwaktu itulah seolah-olah orang yang mengantuk mendapat kethuk (gong kecil), yang berada banyak dijalan. Yang mendapat gembira hatinya sebab didalam benda tersebut isinya tidak lain emas dan kencana.

R. Ng. Ronggowarsito : Sejarah

Pada hari Senin Legi tanggal 10 Zulkaidah tahun Jawa 1728 atau tanggal 15 Maret 1802 Masehi kurang lebih jam 12.00 siang lahirlah seorang bayi dirumah kakek yang bernama R. Ng. Yosodipuro I, seorang Pujangga Keraton yang terkenal dijamannya. Bayi yang baru lahir itu diberi nama Bagus Burham. Sejak umur 2 tahun sampai 12 tahun Bagus Burham ikut kakeknya.Ayahnya bernama R. Tumenggung Sastronegoro yang mengharapkan anaknya dikelak kemudian hari menjadi orang yang berguna bagi bangsa dan negaranya. Maka oleh sang ayah, Bagus Burham dikirim ketempat pendidikan yang memungkinkan dapat mendidik anaknya lebih baik dari dirinya sendiri.Waktu itu pondok Pesantren di kawasan Ponorogo yang dipimpin oleh Kyai Imam Besari terkanal sampai dipusat Kerajaan Surakarta. Kesanalah Bagus Burham dikirim untuk mendapatkan tambahan ilmu lahir batin serta keagamaan. Pondok Tegalsari yang dipimpin Kyai Imam Besari ini mempunyai murid yang banyak dan memiliki kepandaian yang pilih tanding.

Bagus Burham berangkat ke Pesantren Tegalsari disertai embannya yang bernama Ki Tanujoyo. Ditempat yang baru itu Bagus Burham sangat malas. Ditambah lagi lebih suka menjalankan maksiat dari pada mengaji. Berjudi adalah merupakan pekerjaannya setiap hari. Juga pekerjaan maksiat yang lainnya. Adu ayam termasuk kesukaan yang tidak perbah diluangkan. Dari pada mengaji hari-harinya dihabiskan dimeja-meja judi dari satu desa ke desa lainnya. Sehingga terkenallah Bagus Burham bukan sebagai santri yang soleh tetapi sebagai penjudi ulung dikalangan orang-orang di daerah Ponorogo. Dasar seorang anak Tumenggung, uang banyak dan biasanya dimanja oleh orang tua atau kakeknya. Karena kegemarannya bermain judi, adu ayam dan perbuatan-perbuatan maksiat yang lain Bagus Burham banyak berkenalan dengan warok-warok Ponorogo yang satu kegemaran. Perbuatan putra Tumenggung ini sangat merepotkan hari Kyai Imam Besari. Diharapkan seorang putra priyayi keraton ini akan memberi suri teladan bagi murid-murid (santri-santri) yang lein tetapi ternyata sebaliknya.Seringkali Bagus Burham mendapat teguran dan marah dari Kyai Besari. Namun hal itu tidak merubah sifatnya. Dia tetap penjudi, tetap penyabung ayam, tetap gemar pada tindakan-tindakan yang menjurus ke maksiat. Karena merasa bosan setiap hari mendapat dampratan dari gurunya maka Bagus Burham perni meninggalkan pondok Tegalsari diikuti oleh Ki Tanujoyo.

(Versi lain mengatakan bahwa kepergian Bagus Burham karena KyaiImam Besari merasa jengkel akan ulah Bagus Burham. Kemudian pimpinan pondok Tegalsari itu memanggil abdi kinasih Ki Tanujoyo dan menseyogyakan Bagus Burham tidak usah belajar mengaji di pondok Tegalsari).

Meninggalkan pondok Tegalsari Bagus Burham tidak mau pulang ke Solo. Dengan diiring oleh oleh abdinya yang bernama Ki Tanujoyo. Bagus Burham bertualang sampai di Madiun. Ditempat itu uang sakunya habis. Ki Tanujoyo kemudian berdagang barang loakan. Sedangkan Bagus Burham tetap pada kegemarannya semula. Betapa bingungnya Raden Tumenggung Sastronegoro tatkala mendapat laporan Kyai Imam Besari bahwa puteranya pergi dari Tegalsari. Kemudian dipanggillah di Josono agar mencari Bagus Burham sampai ketemu. Bila ketemu agar diajal kembali ke Tegalsari. Kyai Imam Besari kembali dari Keraton Solo mendapat laporan dari penduduk Tegalsari bahwa sekarang daerah Tegalsari tidak aman. Banyak pencuri serta tanaman diserang hama. Kyai Imam Besari memohon petunjuak dari Tuhan. Mendapatkan ilham bahwa keadaan daerahnya akan kembali aman damai apabila Bagus Burham kembali ke Tegalsari lagi. Oleh karena itu Kyai Imam Besari segera mengutus ki Kromoleyo agar supaya berangkat mencari kemana gerangan perginya Bagus Burham. Bagi Ki Kromoleyo bukan pekerjaan yang sulit mencari Bagus Burham. Sebab dia tahu kehidupun macam apa yang digemari Bagus Burham. Tempat judi, tempat adu ayam. Itulah sasaran Ki Kromoleyo. Pada penjudi dan pengadu ayam ditanyakan apakah kenal dengan pemuda yang bernama Bagus Burham. Orangnya tampan. Jejak Bagus Burham akhirnya terbau juga. Ki Kromoleyo dapat menemukan Bagus Burham dan mengajak kembali ke Tegalsari. Namun Bagus Burham tidak mau. Karena bujukan Ki Josono utusan orang tuanya yang kebetulan juga sudah menemukan tempat Bagus Burham maka kembalilah Bagus Burham ke Tegalsari. Kyai Imam Besari menghadapi Bagus Burham dengan cari lain. Sebab ternyata sekembalinya dari petualangannya Bagus Burham bukan semakin rajin mengaji tetapi semakin boglok dan bodoh. Tampaknya. Menghadapi murid yang demikian Kyai yang sudah berpengalaman itu lalu mengambil jalan lain. Bagus Burham tidak langsung tidak langsung diajar mengaji seperti santri-santri yang lain. Dia bukan keturunang orang biasa tetapi masuk memiliki darah satriya. Maka tidak mengherankan kalau dia juga memiliki/mewarisi sifat-sifat leluhurnya. Gemar sekali kepada hal-hal yang memperlihatkan kejantanan seperti adu ayam dan lain sebagainya.

Menurut serat "CANDRA KANTHA" buatan Raden Ngabehi Tjondropradoto antara lain menyebutkan bahwa : Raden Patah berputera R. Tejo ( Pangeran Pamekas). Pangeran Pamekas berputra Panembahan Tejowulan di Jogorogo. Panembahan Tejowulan berputra Tumenggung Sujonoputro seorang pujangga keraton Pajang. Kemudian Raden Tumenggung Sujonoputro berputra Tumenggung Tirtowiguno. Sedangkan Tumenggung Tirtowiguno ini mempunyai putra R. Ng. Yosodipuro I pujangga keraton Surakarta. Kemudian sang pujangga berputra R. Ng. Yosodipuro II (Raden Tumenggung Sastronegoro) ayah dari Bagus Burham. (Dari sumber lain menyebutkan bahwa R. Tumenggung Sastronegoro bukan ayah Bagus Burham tetapi kakeknya. Ayahnya bernama Mas Ngebehi Ronggowarsito Panewu Carik Kadipaten Anom). Dari silsilah tersebut diketahui bahwa Bagus Burham masih ada keturunan darah raja. Darah bangsawan yang biasanya sangat suka adu jago tetapi gemar melakukan tapa brata. Kesinilah Imam Kyai Besari mengarahkan. Disamping diberi pelajaran mengaji seperti murid yang lain maka Bagus Burham juga disuruh melakukan "tapa kungkum". Dari sini terbukalah hati Bagus Burham. Dikeheningan malam, dengen gemriciknya suara air, diatasnya bintang-bintang berkelap-kelip seolah-oleh menyadarkan Bagus Burham yang usianya juga sudah semakin dewasa itu.

Setelah menjalani tapa kungkum selama 40 hari lamanya maka Bagus Burham tumbuh menjadi anak yang pandai. Kyai Imam Besari tersenyum lega melihat perkembangan anak asuhnya yang paling bengal itu. Terapinya kena sekali. Padahal terapi itu hanya berdasarkan dongenn yang pernah didengarnya. Bahwa dahulu kala ada seorang pemuda yang bengal, nakal, penjudi, pemalas, perampok yang bernama Ken Arok. Namun karena ketekunan seorang pendidik yang bernama Loh Gawe maka akhirnya Ken Arok enjadi raja di Singosari. Menurunkan raja-raja besar di tanah Jawa. Dari Mojopahit sampai ke Surakarta semua menurut silsilah masih keturunan langsung dari Ken Arok. Dan R. Patah pun keturunan Ken Arok. Jadi Bagus Burham juga keturunan Ken Arok. Siapa tahu kenakalannya juga turunan yang dikelak kemudian hari akan menjadi orang yang luar biasa. Bagus Burham menjadi murid yang terpandai. Selama 4 tahun dipondok Tegalsari ilmu gurunya sudah terkuran habis. Tidak ada sisanya lagi. Kyai Imam Besari memuji keluhuran Tuhannya. Dia melimpahkan habis ilmunya kepada muridnya. Setelah dirasa cukup maka Bagus Burham kembali ke Surakarta. Oleh tuanya Bagus Burham disuruh langsung ke Demak untuk belajar mengenal sastra Arab dan kebatinan jawa pada Pangeran Kadilangu.

Apakah ayahnya punya maksud agar kelak anaknya dapat menandingi kepandaian rajanya ? Bagus Burham seorang kutu buku yang luar biasa. Dengan bekal kepandaian yang dimiliki dari beberapa guru-gurunya, Bagus Burham kemudian menekuni soal kesusastraan Jawa serta peninggalan - peninggalan nenek moyang. Buku-buku berbahasa kawi kuna ditelaah dan dipelajarai sebaik-baiknya.

Jiwa petualang masih juga membara dalam kalbunya. Dia seringkali mengadakan perjalanan dari satu daerah kedaerah yang lain. Bagus Burham meninjau tempat-tempat yang bersejarah, tempat-tempat yang mengandung nilai-nilai historis, tempat-tempat yang keramat, ke candi-candi dan tempat-tempat penting lainnya. Disembarang tempat dipelbagai daerah kalau dianggap ada orang yang memiliki kepandaian lebih maka tidak malu-malu Bagus Burham berguru para orang tersebut. Tidak peduli dia hanyalah seorang juru kunci atau orang biasa. Pada usia 18 tahun sebagaimana kebiasaan anak priyayi waktu itu ingin mengabdikan dirinya kepada keraton. Caranya haruslah dengan magang (pegawai percobaan) pada Kadipaten Anom. Jiwa senimannya atau darah kepujanggaannya terasa mengalir deras ditubuhnya. TIdak merasa puas dengan pekerjaan magang tersebut. Maka Bagus Burham mohon pamit sebab dirasa tidak ada kemajuan. Dia ingin mengembara ingin bertualan menuruti gejolak darah senimannya. Hampir seluruh pelosok pulau Jawa telah dijelajahi oleh Bagus Burham. Bahkan juga luar jawa sepeti Bali, Lombok, Ujung Pandang, Banjarmasin bahkan ada sumber yang mengatakan pengembaraan Bagus Burham sampai di India dan Srilanka. Melihat perjalanan hidupnya seperti tersebut diatas pantaslah kalau Bagus Burham menjadi manusia yang kritis menghadapi suatu persoalan. (Ungkapan perasaannya tampak ada karyanya " Serat Kala Tida ".

Pulang dari pengembarannya Bagus Burham kawin. Karena sang mertua diangkat menjadi Bupati di Kediri maka Bagus Burhampun mengikuti ke Kediri. Ditempat tersebut yang terkenal sebagai tempat bersejarah banyak peninggalan-peninggalan dari jaman terdahulu. Di Kediri pernah berdiri kerajaan besar dimana salah satu rajanya adalah Sang Prabu Joyoboyo. Waktu sang prabu berkuasa agaknya keadaan negara sangat tenteram dan damai terbukti lahirnya beberapa karya sastra besar. Sang Prabu memerintahkan kepada Empu Sedah dan Empu Panuluh agar menceritakan kembali atau menyusun ceritera BARATAYUDAHA dalam bahasa yang lebih muda diambil dari buku Maha Barata asli dari India. Demikian indahnya gubahan tersebut sehingga banyak yang mengira bahwa kejadian itu terjadi di tanah Jawa. Sebelum raja Joyoboyo, di Kediri juga lahir hasil sastra yang tinggi mutunya. Smara Dahana kitab karya Empu Darmaja, juga buku Sumana Sentaka karya Triguna merupakan hasil sastra yang sulit dicari bandingannya. Di daerah yang seperti itu tentu saja banyak peninggalan-peninggalan berupan rontal-rontal yang dimiliki penduduk warisan dari nenek moyang. Dengan tekun Bagus Burham di Kediri waktunya dihabiskan untuk mempelajari rontal-rontal yang dapat dikumpulkan dari perbagai daerah. Dari rontal-rontal, pengalaman / pengetahuan selama mengembara dan berguru itulah dia dapat menimba pelbagai ilmu.

Baru setelah Bagus Burham berumur 38 tahun mulai produktif dengan karya sastranya. Dan pada tahun 1844 pihak keraton mengangkat menjadi Kliwon Carik dan disyahkan menjadi Pujangga Keraton. Namanya Raden Ngabehi Ronggowarsito dan semakin tenar. Kariernya tidak licin sebab agaknya juga dipengaruhi bahwa orang tuanya (Raden Tumenggung Sastronegoro) dianggap bersalah kepada kompeni Belanda sebab pernah merencanakan akan menggempur benteng Kompeni diwaku jaman pemberontakan Diponegoro (1825-1830). Akhirnya R.T. Sastronegoro dibuang dan makamnya ada di Jakarta.

(code) Leah Dizon Streaming

Leah Dizon I like U so much.. :)

Zednet.net : Manjakan Penguna Handphone dan Multimedia Maniac!!!




http://Zedge.net uploadnya cepat.

Bagus buat sharing Multimedia bagi yang koneksi nya pas-pasan dan parah seperti yang kupunya ni.

Hanya banyak adult contentnya saja yang rada kurang "nyaman".:)

Enjoy!!!

Great!, Guestbook kini ada pilihan support Html code atau tidak.

Guestbook adalah tempat yang menarik bagi para user MP saat say hi ke blog lain, kadang embed file nya sangat menarik namun kadang pula nyebelin, bahkan kadang dipakai buat mengacaukan halaman depan blogtertentu dengan dipasang gambar seguede bagong.

Karena kasus itu maka sering para bloger menyembunyikan guestbook mereka. dan rupanya hal ini jadi concer MP pula, untuk itu sekarang diedit guest book ada pilihan apakah guestbook masing-masing hanya terima text atau support html code.

Terserah anda tentunya. :)

Berikuti iini tulisan bahasa iggrisnya :
Block HTML in your guestbook The choice is yours – you can now choose to only allow others to leave text replies to your guestbook. Say good riddance to large, flashy, glittery animated images (and other paragons of tasteful, modern graphic design.) Unless, of course, you like that sort of thing. If you do, feel free to continue allowing them on your guestbook.

Pajang Wajah Nabi Muhammad, Wikipedia Dikecam

Link

Rabu, 06/02/2008 09:24 WIB
Fino Yurio Kristo - detikinet


Screenshot Wikipedia


New York - Sebuah artikel tentang Nabi Muhammad dalam situs Wikipedia versi bahasa Inggris, menuai protes keras. Hal ini karena dalam artikel tersebut, gambar sang Nabi turut ditampilkan.

Selain email bernada protes pada pihak Wikipedia, sebuah petisi online pun diciptakan untuk mengecam keberadaan gambar dalam artikel itu. Petisi ini dilaporkan telah ditandatangani sebanyak 80.000 kali.

Jay Walsh, juru bicara Wikimedia Foundation yang mengurusi administrasi Wikipedia, membenarkan bahwa memang banyak kecaman dilayangkan terkait dipublikasikannya gambar sang Nabi. Namun demikian, seperti dikutip detikINET dari NY Times, Rabu (6/2/2008), Walsh menyebut ada kebijakan Wikipedia untuk tidak menghapus gambar demi kepentingan pihak tertentu karena Wikipedia berada di pihak yang netral.

Dilaporkan, komentar protes dalam petisi online itu berdatangan dari seluruh penjuru dunia. "Penggambaran Nabi seperti ini sama sekali tak bisa diterima dan menyerang perasaan umat Muslim. Gambar itu harus segera dihapuskan," demikian pesan Saadia Bukhari dari Pakistan. ( fyk / wsh )

Pose Sampahnya Jupe

Real or Fake Video

montreals ufo explodes

Is this video real or fake?

Archives