Aliran Dana YPPI ke DPR Masuk Ranah Pidana

Jumat, 23 November 2007

Jakarta – Aliran uang yang berasal dari Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) sebesar Rp 68,5 miliar kepada penegak hukum dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah bentuk penyalahgunaan wewenang oleh pejabat Bank Indonesia (BI). Pasalnya, para petinggi di BI yang menyetujui aliran dana tersebut juga merangkap jabatan di YPPI. Tindakan ini bahkan masuk dalam ranah pidana.
”Untuk mencairkan uang dari yayasan itu harus melalui rapat gabungan dan atas perintah pimpinan-pimpinan yayasan. Yang menjadi persoalan adalah pimpinan di YPPI memiliki jabatan rangkap sebagai petinggi-petinggi di BI juga. Di sinilah letak penyalahgunaan kewenangan itu dan ini perbuatan pidana,” kata auditor senior BPK Surachmin kepada SH, Jumat (23/11).
Untuk mengusut tuntas kasus ”mega skandal” yang melibatkan bank sentral tersebut dengan pihak-pihak lainnya, Badan Kehormatan (BK) DPR secara kelembagaan harus meminta kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit terhadap YPPI.
Seyogianya, lanjut Surachmin, dana yang tersimpan di YPPI digunakan untuk dana pendidikan dan bukan untuk membantu persoalan hukum BI, apalagi petinggi BI yang terlibat dalam suatu kasus hukum.
Surachmin juga mengkritik langkah Ketua BPK Anwar Nasution yang dinilai kurang berkoordinasi dengan DPR ketika pertama kali mengungkap kasus ini. Anwar seharusnya melaporkan temuannya kepada BK dan bukan berjalan sendiri.
”Tapi belum terlambat. Sekarang BK harus minta BPK dan bukan Anwar secara pribadi untuk mengaudit YPPI. Ini kasus mega skandal dan harus diusut tuntas,” katanya.
Pernyataaan senada disampaikan Wakil Ketua BK DPR Gayus Lumbuun kepada SH, seputar pertemuan BK dengan Surachmin, Kamis (22/11).
Dalam pertemuan itu, Surachmin menjelaskan panjang lebar tentang banyaknya peraturan dan penggunaan anggaran di BI yang dilakukan dengan cara menyimpang, salah satunya adalah penggunaan dana YPPI yang tidak sesuai dengan peruntukan.
Dari pertemuan tersebut, tambah Gayus, BK semakin yakin bahwa telah terjadi pelanggaran konstitusi. BK dalam waktu dekat ini akan mengundang pihak-pihak yang diduga terlibat atau membuat kebijakan (mengalirkan uang YPPI) yang diduga untuk mempengaruhi pembahasan beberapa undang-undang tentang keuangan dan tentang supervisi terhadap perbankan. ”Akan saya buktikan bahwa memang ada pelanggaran ketentuan hukum maupun etika yang melibatkan anggota Dewan,” kata Gayus.

Sumber SH di BK menyebutkan orang BI yang rencananya akan diundang adalah R dan D, orang yang diduga menjadi bagaian dari pembuatan maupun pelaksanaan kebijakan gratifikasi tersebut. Sumber SH di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menyebutkan Anwar Nasution dan seorang anggota Dewan akan dipanggil Senin (25/11).
Sebagaimana diketahui, dari sebuah surat ketua BPK ke ketua KPK pada 14 November 2006, terindikasi kuat kalau aparat penegak hukum itu kecipratan uang puluhan miliar rupiah. Dalam surat tersebut, Ketua BPK Anwar Nasution menyebut total dana untuk bantuan hukum mantan pejabat BI yang menjadi tersangka kasus BLBI senilai Rp 96,25 miliar. Perinciannya, dari YPPI Rp 68,5 miliar dan dari anggaran resmi BI Rp 27,75 miliar.
Dana tersebut diberikan kepada mantan Gubernur BI J Soedradjat Djiwandono Rp 28,41 miliar, mantan Deputi Gubernur BI Iwan R Prawiranata Rp 13,5 miliar, mantan Direktur BI Heru Supraptomo Rp 16,7 miliar, mantan Direktur BI Hendrobudianto Rp 16,7 miliar, dan mantan Direktur BI Paul Sutopo Rp 16,7 miliar. Selain itu, masih ada dana bantuan hukum gabungan untuk Heru Supraptomo, Hendrobudianto, dan Paul Sutopo Rp 4,09 miliar. (leo wisnu susapto/rafael sebayang)

No comments:

Archives