16/07/08 14:11
Jakarta, (ANTARA News) - Penggunaan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) sebesar Rp100 miliar, tidak ada pertanggungjawabannya, demikian mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Aulia Pohan, dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Saat menjadi saksi atas terdakwa mantan Gubernur Bank Indonesia, penggunaan dana YPPI tersebut saat dirinya menjabat sebagai ketua dewan pengawas yayasan, hanya menerima tanda terima, katanya.
"Tidak ada pertanggungjawabannya," katanya saat ditanya majelis hakim mengenai selanjutnya penggunaan aliran dana tersebut.
Dikatakan, pengucuran dana itu untuk bantuan hukum kepada pejabat BI saat itu yang terkait dengan kasus hukum dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yakni, Gubernur BI Soedrajat Djiwandono, Deputi Gubernur BI, Iwan R Prawiranata, dan tiga direksi BI, yakni Heru Supraptomo, Hendro Budianto, dan Paul Sutopo.
Kemudian diberikan kepada DPR untuk amandemen Undang-Undang (UU) Nomor 23 tahun 1999 tentang BI dan penyelesaian masalah BLBI.
"Bantuan hukum itu merupakan disposisi dari Gubernur BI sebelumnya, Syahril Sabirin yang kemudian diajukan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 3 Juni 2003 yang dipimpin Burhanuddin Abdullah," katanya.
Ia menyebutkan, bantuan hukum kepada mantan pejabat BI tersebut senilai Rp68,5 miliar, kemudian untuk amandemen UU BI senilai Rp16,5 miliar dan masalah BLBI senilai Rp15 miliar (diberikan dua tahap masing-masing sebesar RP7,5 miliar).
Untuk dana bantuan hukum tersebut, kata dia, dirinya tidak menerima tanda terima.
"Tanda terimanya saja, tidak ada," ujarnya.
Dikatakan, besarnya biaya untuk amandemen UU BI itu sendiri terkait dengan sejumlah pertemuan seperti dengan Komisi IX dan Komisi III DPR. "Yang saya tahu pertemuan itu dengan Komisi IX dan komisi yang menangani hukum," katanya.
Kemudian, dikatakan, RDG BI dilakukan berikutnya pada 22 Juli 2008 dengan tidak ada bantahan dan protes dari anggota rapat tersebut.
Berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kasus dana BI bermula ketika RDG BI mengeluarkan persetujuan untuk memberikan bantuan peningkatan modal kepada YPPI senilai Rp100 miliar. "Katanya tidak ada ongkos untuk membahas UU BI di DPR," katanya.
Saat dicecar majelis hakim, siapa yang menanyakan ongkos itu. "Ada beberapa, yakni, Daniel Tanjung," kata Aulia Pohan sembari menyebutkan pernyataan itu disampaikan seusia rapat konsultasi BI dengan DPR RI.
Kasus tersebut menyeret mantan Gubernur BI, Burhanuddin Abdullah, mantan Deputi Direktur Hukum BI, Oey Hoy Tiong dan mantan Kepala Biro Gubernur BI, Rusli Simandjuntak, menjadi tersangka oleh KPK.
Kemudian mantan anggota DPR, Antony Zeidra Abidin dan anggota DPR, Hamka Yamdu turut menjadi tersangka. Semua tersangka dalam status tahanan. (*)
Jakarta, (ANTARA News) - Penggunaan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) sebesar Rp100 miliar, tidak ada pertanggungjawabannya, demikian mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Aulia Pohan, dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Saat menjadi saksi atas terdakwa mantan Gubernur Bank Indonesia, penggunaan dana YPPI tersebut saat dirinya menjabat sebagai ketua dewan pengawas yayasan, hanya menerima tanda terima, katanya.
"Tidak ada pertanggungjawabannya," katanya saat ditanya majelis hakim mengenai selanjutnya penggunaan aliran dana tersebut.
Dikatakan, pengucuran dana itu untuk bantuan hukum kepada pejabat BI saat itu yang terkait dengan kasus hukum dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yakni, Gubernur BI Soedrajat Djiwandono, Deputi Gubernur BI, Iwan R Prawiranata, dan tiga direksi BI, yakni Heru Supraptomo, Hendro Budianto, dan Paul Sutopo.
Kemudian diberikan kepada DPR untuk amandemen Undang-Undang (UU) Nomor 23 tahun 1999 tentang BI dan penyelesaian masalah BLBI.
"Bantuan hukum itu merupakan disposisi dari Gubernur BI sebelumnya, Syahril Sabirin yang kemudian diajukan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 3 Juni 2003 yang dipimpin Burhanuddin Abdullah," katanya.
Ia menyebutkan, bantuan hukum kepada mantan pejabat BI tersebut senilai Rp68,5 miliar, kemudian untuk amandemen UU BI senilai Rp16,5 miliar dan masalah BLBI senilai Rp15 miliar (diberikan dua tahap masing-masing sebesar RP7,5 miliar).
Untuk dana bantuan hukum tersebut, kata dia, dirinya tidak menerima tanda terima.
"Tanda terimanya saja, tidak ada," ujarnya.
Dikatakan, besarnya biaya untuk amandemen UU BI itu sendiri terkait dengan sejumlah pertemuan seperti dengan Komisi IX dan Komisi III DPR. "Yang saya tahu pertemuan itu dengan Komisi IX dan komisi yang menangani hukum," katanya.
Kemudian, dikatakan, RDG BI dilakukan berikutnya pada 22 Juli 2008 dengan tidak ada bantahan dan protes dari anggota rapat tersebut.
Berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kasus dana BI bermula ketika RDG BI mengeluarkan persetujuan untuk memberikan bantuan peningkatan modal kepada YPPI senilai Rp100 miliar. "Katanya tidak ada ongkos untuk membahas UU BI di DPR," katanya.
Saat dicecar majelis hakim, siapa yang menanyakan ongkos itu. "Ada beberapa, yakni, Daniel Tanjung," kata Aulia Pohan sembari menyebutkan pernyataan itu disampaikan seusia rapat konsultasi BI dengan DPR RI.
Kasus tersebut menyeret mantan Gubernur BI, Burhanuddin Abdullah, mantan Deputi Direktur Hukum BI, Oey Hoy Tiong dan mantan Kepala Biro Gubernur BI, Rusli Simandjuntak, menjadi tersangka oleh KPK.
Kemudian mantan anggota DPR, Antony Zeidra Abidin dan anggota DPR, Hamka Yamdu turut menjadi tersangka. Semua tersangka dalam status tahanan. (*)
No comments:
Post a Comment