"Cita-citaku Ingin Jadi Presiden"

21/07/2008 16:27
Liputan6
Semasa kecil dulu, sebagian di antara kita, jika ditanya oleh ibu, bapak, oom, tante, saudara atau siapa saja, apa cita-citamu, salah satu yang sering kita sebut adalah, "Aku ingin jadi presiden." Tak terbayang di benak kita betapa cita-cita itu begitu susah untuk digapai.

Berbeda jika cita-cita kita ingin jadi tukang insinyur atau tukang dokter, menjadi presiden tidak saja membutuhkan banyak syarat tapi posisi ini hanya tersedia untuk satu orang, sehingga intensitas persaingan menuju kursi presiden amat ketat. Tapi, namanya juga masih bocah ditambah idealisasi kanak-kanak kita mengenai jabatan presiden yang amat mulia, membuat kita memasukkan posisi presiden sebagai salah satu cita-cita. Saya sendiri tidak pernah bercita-cita jadi presiden, mungkin karena sadar tidak punya potongan untuk itu--kira-kira, meminjam istilah Tukul, katrolah gitu.

Belakangan ini, sejumlah orang muda, yang mungkin mengingat kembali cita-cita masa kecilnya, berniat untuk maju menjadi presiden. Sebut saja, Rizal Mallarangeng dan M. Fadjroel Rachman. Jauh sebelumnya, Zulvan Lindan juga mencalonkan diri menjadi orang nomor satu negeri ini. Di waktu-waktu mendatang, mungkin kita masih akan menyaksikan banyak anak muda mencalonkan diri jadi pemimpin Indonesia.

Apakah ada yang salah? Jelas tidak ada. Bagi mereka yang muak dengan kepemimpinan orang-orang tua (berapa persisnya umur seseorang untuk bisa dikategorikan muda atau tua, tidaklah jelas benar dan tidak ada definisi yang baku. Tapi sebagian orang sepakat umur di bawah 50 tahun bisa disebut orang muda dalam kategori politik), pasti akan berteriak, "Saatnya orang muda memimpin." Bukan soal umur betul yang membuat kita mendukung anak muda itu untuk ikut bertarung jadi presiden, tapi memang karena tidak ada aturan yang melarangnya. Siapa pun, dalam demokrasi, sah mengajukan diri jadi presiden.

Anak-anak muda yang berlomba jadi calon presiden itu jelas membawa udara segar dalam dunia politik Indonesia. Minimal tidak ada lagi rasa sungkan bahwa untuk jadi presiden harus tua terlebih dulu. Jangan seperti kata iklan, "Kalau belum tua belum bisa bicara." Pokoknya anak muda maju jadi presiden, top markotop, mantap surantap. Dari semua anak muda yang menyatakan maju jadi calon presiden itu, mungkin Rizal Mallarangeng yang paling getol, dan boleh jadi paling siap. Doktor ilmu politik berusia 44 tahun ini menyebar iklan di banyak televisi dan termasuk iklan luar ruang, sedangkan yang lain baru sebatas berkampanye di dunia maya.

Jika sudah memasang iklan di televisi, itu berarti urusannya dengan uang yang tidak sedikit jumlahnya. Harga iklan pada waktu tayang utama, antara pukul 18.00 hingga 22.00 berkisar Rp 18 juta hingga Rp 25 juta per 30 detik. Nah, silakan menghitung jumlah uang yang harus disediakan jika Anda beriklan di televisi. Karena melibatkan uang sebanyak itulah, saya berasumsi Rizal tidak sedang bermain-main. Sementara Fadjroel, hingga tulisan ini dibuat, belum lagi muncul iklannya di televisi, tapi sudah berkampanye di Internet.

Tapi kendaraan apa yang akan dipakai anak-anak muda itu untuk menuju kursi presiden? Bukankah, di luar Zulvan Lindan, mereka tidak menjadi kader partai politik. Sepanjang yang kita ketahui, baik Rizal maupun Fadjroel, tidak menjadi anggota partai politik. Karena calon independen belum diakomodasi dalam pemilihan presiden 2009, saya berasumsi bahwa jika anak-anak muda itu mau maju jadi presiden, mereka harus memiliki kendaraan partai politik.

Jika hal itu yang terjadi, artinya ada parpol yang meminang mereka, betapa buruknya sistem politik yang kita bangun. Orang bisa masuk kancah politik tanpa harus berkeringat di dalam partai. Lantas apa gunanya jadi anggota atau kader partai, jika toh kelak yang maju jadi pemimpin adalah orang luar.
Jangan karena seseorang terkenal, katakanlah artis, lalu dilamar atau melamar ke partai untuk maju dalam Pemilu atau Pilkada. Lama-lama tidak akan ada orang mau bergabung ke partai, dan mereka memilih jalur artis untuk kemudian mencalonkan diri jadi pemimpin. Kita harus menempatkan partai politik sebagai arena rekrutmen kader, bukan yang lain. Masuk dan bangunlah partai jika ingin terjun ke politik. Jika tidak, ambil jalur independen.


Rahman Andi Mangussara
Kepala Produksi Berita Liputan 6

No comments:

Archives