INILAH.COM, Nusa Dua, Bali - Menteri Luar Negeri (Menlu), Marty Natalegawa menepis anggapan sementara kalangan di dalam negeri bahwa menempuh jalur diplomasi formal untuk mengentaskan perselisihan dengan Malaysia adalah kelemahan.
INILAH.COM
"Jangan dicampuradukkan seolah dengan menempuh diplomasi itu kita lemah, justru itu menunjukkan kekuatan kita dengan argumentasi yang kuat," katanya di Nusa Dua, Bali, Kamis (2/8).
Pada situasi saat ini, ia mengatakan, Indonesia-Malaysia memerlukan kebersamaan sehingga semua pihak merasakan hal sama, atau tidak ada perbedaan sama sekali. Akan tetapi, lanjut dia, semua itu harus dikanalisasi menjadi energi positif.
Thailand, kata dia, menyatakan secara terbuka peran Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan, juga Singapura beberapa hari lalu seusia penandatanganan naskah ratifikasi pertukaran tersangka pelanggar hukum. "Diplomasi bukan bentuk kelemahan, justru kekuatan argumentasi kita. Perbedaan pandangan lumrah, tapi jangan diwujudkan dengan cara yang tidak bersahabat," imbuh Marty.
Dia menjelaskan beberapa langkah yang dibebankan negara kepada kementerian yang dia pimpin. Agenda perundingan di Kota Kinabalu, Negara Bagian Sabah, Malaysia, pada 6 September nanti akan membahas masalah perbatasan kedua negara.
Sudah jadi ketetapan pemerintahan Indonesia bahwa masalah ini dimajukan perundingannya alias dipercepat, dan ditegaskan tahapan perundingannya. "Akan tetapi harap diingat, perundingan perbatasan tidak akan cepat, dengan Vietnam saja memerlukan 32 tahun. Kita selalu siap," tegas Marty.
Menurut dia, diplomasi di semua jajaran susah berjalan dan bukan cuma dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri saja. Menyinggung cara mewujudkan kedaulatan memakai asas effective occupation sebagaimana preseden peralihan kepemilikan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan kepada Malaysia pada 2004, dia menyatakan hal itu juga menjadi satu catatan penting. [jib]
No comments:
Post a Comment