Banting "Buaya" Berbuntut

Minggu, 15 November 2009 | 02:35 WIB

Kata "buaya" menjadi sensitif di tengah perseteruan KPK vs Polri. Betapa tidak, hanya karena menjadikan "buaya" sebagai mainan, Kepala Sekolah Menengah Pertama Keluarga di Kudus, Jawa Tengah, M Basuki Sugita, Sabtu (7/11), terpaksa membatalkan tidur siang karena dua kali kedatangan tamu dari kepolisian setempat.
"Kami dapat perintah atasan saya di Pati untuk menanyakan kebenaran lomba banting 'buaya' seperti yang muncul di berita siang sebuah tv swasta," kata petugas sambil mengenalkan diri.
Petugas berpakaian preman itu kemudian menyiapkan kertas dan pulpen layaknya pembuatan BAP (berita acara pemeriksaan). Ia menyimak kalimat demi kalimat yang diungkapkan oleh Basuki.
Diakui pagi hari sebelumnya, siswa SMPK Kudus sebanyak 200-an orang pada jam pelajaran pendidikan antikorupsi (PAK) mengadakan acara gelar tanda tangan dukung KPK. Pada akhir acara diadakan lomba banting "buaya" yang diikuti beberapa siswa. Lomba itu hanya bersifat simbolis.
"Buaya" yang dimaksud terbuat dari bahan (sejenis) karet dengan panjang sekitar 10 cm dan dijual seharga Rp 10.000 per buah sekaligus mudah ditemukan di pasar malam Gebyar Raya Kudus 2009 yang tengah digelar di halaman GOR Wergu Wetan, Kudus. Ada "buaya" warna hitam, coklat, dan kuning. Untuk menarik minat pengunjung, pedagang di pasar malam selalu berteriak: "Ayo banting buaya", sambil membanting "buaya" karet ke tengah papan.
Jika dibanting di tempat keras, sang "buaya" akan memanjang—karena pengaruh energi panas—sebelum kemudian kembali mengecil seperti bentuk semula. Karena lucu dan menarik itulah barang mainan ini diikutsertakan dalam acara di SMPK Kudus. Siapa yang mampu membanting "buaya" menjadi panjang melebihi ukuran asli dinyatakan sebagai pemenang.
Kegiatan di SMPK Kudus tertayang di berita siang sebuah tv swasta sehingga terlihat oleh Polwil Pati yang langsung menindaklanjuti dengan permintaan keterangan kepada pihak penyelenggara lewat Polres Kudus.
"Mungkin banting 'buaya' dianggap menyudutkan salah satu instansi. Padahal di depan anak-anak, kami berkata bahwa 'buaya' di sini sebagai simbol pelanggaran penegakan hukum. Siapa saja yang salah perlu 'dibanting' termasuk KPK," kata Basuki menjelaskan.
Keterangan yang ia berikan agaknya cukup memuaskan tamu yang telanjur bertandang ke rumahnya.
Yang pasti, tidur siang Pak Kepala Sekolah jadi terganggu gara-gara "buaya" mainan.... (POM)


No comments:

Archives