Menjadi Kiblat Peradaban Dunia Islam?

 
2009-03-16
Menjadi Kiblat Peradaban Dunia Islam?

Oleh Nasaruddin Umar

Bukanlah Mrs Clinton yang pertama kali mengungkap dunia Islam perlu belajar terhadap Indonesia dalam banyak hal dalam kunjungannya ke Indonesia. Mantan PM Inggris Tonny Blair dan Pangeran Charles saat ke Indonesia juga menyampaikan hal yang sama. Bahkan, Tonny Blair bersama Presiden SBY membentuk UK Indonesia Islamic Advisory Group. Sejumlah tokoh Muslim kedua negara duduk di dalamnya dengan tugas memberi pertimbangan kepada kedua kepala pemerintahan tentang penanganan umat Islam di kedua negara.

Sejumlah pemimpin komunitas umat Islam Inggris (imam) diutus ke Indonesia. Mengapa Inggris memilih bekerja sama dengan Indonesia, bukan negara-negara Timur Tengah? Pemerintah Australia sejak tahun 2005 memilih bekerja sama dengan ormas Islam Indonesia, seperti NU dan Muhammadiyah dalam pembinaan imam-imam di Australia, setelah sebelumnya bekerja sama dengan Lebanon dan Saudi Arabia. Pemerintah Kanada, Jerman, dan Belanda jauh sebelumnya sudah menjalin kerja sama dunia pendidikan Islam dengan sejumlah institusi pendidikan Islam di Indonesia, seperti UIN Jakarta, UIN Jogyakarta, dan sejumlah pondok pesantren. Semua ini menunjukkan adanya sesuatu yang positif bagi Indonesia.

Pilihan dan kebijakan mereka bukan tanpa alasan. Indonesia memiliki banyak kekhususan, antara lain:

Pertama, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia. Berdasarkan survei penduduk tahun 2005 jumlahnya 189.014.015 jiwa, atau 88,58 % dari total penduduk 213.375.287. Jumlah umat Islam di Indonesia lebih besar dibandingkan dengan jumlah umat Islam di negara-negara Arab atau Afrika.

Kedua, wilayah Indonesia terluas jika dibandingkan dengan negara-negara berpenduduk mayoritas Islam lainnya. Dari Sabang sampai Merauke, dibagi 3 bagian waktu, yaitu waktu Indonesia bagian barat, tengah dan timur. Jika terbang dari ujung ke ujung dibutuhkan sekitar tujuh jam, sama dengan terbang dari Ankara ke London yang melintasi hampir 15 negara.

Ketiga, Indonesia berada di posisi silang. Artinya, orang Barat yang mau ke Timur atau sebaliknya harus melewati Indonesia.

Keempat, umat Islam Indonesia didukung oleh kebudayaan lembut (soft culture). Wilayah Indonesia sangat memungkinkan untuk terbentuknya soft culture, karena alamnya begitu bersahabat. Juga sebelum Islam datang sudah dikenal ajaran agama yang tergolong soft culture seperti Hindu dan Budha. Kelima, Indonesia terdiri atas ribuan pula. Lautnya lebih luas dari daratan. Kebudayaan maritim (kelautan) cenderung lebih terbuka ketimbang kultur continental. Keenam, bebas dari konflik regional Timur Tengah Israel dan Palestina. Dengan demikian Indonesia bisa memegang peran yang lebih besar dalam upaya mewujudkan hegemoni dan kawasan lebih damai.


Mazhab Homogen

Ketujuh, mazhabnya lebih homogen (sunni). Hal ini memberi keuntungan tersendiri bagi Indonesia. Sekiranya Indonesia yang super heterogen ini dikotak-kotakkan lagi oleh mazhab dan aliran maka akan lebih merepotkan.

Kedelapan, mazhab Sunni yang dianut di Indonesia sangat membantu meringankan beban pemerintah menyatukan bangsa ini. Pandangan politik Sunni berasumsi bahwa 100 tahun dipimpin penguasa dolim lebih baik ketimbang sehari terjadi kekosongan kepemimpinan negara. Bandingkan mazhab Syi'ah yang tidak menoleransi pemimpin yang dolim.

Kesembilan, Indonesia menganut sistem demokrasi, dan telah melakukan pemilihan presiden secara langsung. Kesepuluh, kekayaan alamnya amat besar dan bervariasi. Kesebelas, memiliki keanekaragaman budaya yang menjadi warna-warna lokal ajaran Islam di Indonesia. Misalnya Islam Jawa, Islam Sumatera, Islam Bugis-Makassar, Islam Maluku, Islam Madura, dan sebagainya.

Kedua belas, kehadiran pondok pesantren sebagai salah satu subsistem pendidikan nasional memberikan pengaruh penting di dalam masyarakat. Sosiologi pesantren menyatukan paradigma agama dan paradigma budaya, ibarat sebuah mata uang yang memiliki dua sisi, saling melengkapi.

Ketiga belas, kehadiran perguruan tinggi Islam, seperti UIN, IAIN, STAIN, dan perguruan tinggi Islam swasta lainnya, di hampir setiap provinsi bahkan sampai di kabupaten, memegang peranan penting untuk pencerdasan umat.

Keempat belas, kehadiran ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah dan yang lainnya ikut serta menciptakan kondisi yang baik untuk lahirnya sebuah umat yang menjunjung tinggi pluralitas. Kelima belas, kehadiran MUI di samping majelis agama lain juga menjadi faktor penting dalam memelihara kerukunan umat.Keenam belas, kehadiran Departemen Agama yang mengurus dan melayani kepentingan umat beragama, telah berhasil menempatkan diri bagaikan melting pot untuk mencairkan berbagai fenomena ketegangan dan konflik.

Ketujuh belas, keberadaan Pancasila sebagai falsafah bangsa terbukti sangat "sakti" mempersatukan bangsa Indonesia yang sedemikian majemuk. Pancasila menghimpun yang berserakan dalam suatu wadah tunggal NKRI.

Kedelapan belas, kesetaraan gendernya lebih maju, Indonesia lebih baik di banding dengan negara-negara Islam lainnya. Kesembilan belas, bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam menyampaikan nilai-nilai dan ajaran Islam juga sangat menentukan. Bahasa Indonesia memiliki karakteristik yang senapas dengan substansi ajaran Islam yang egaliter. Belum lagi kosa kata bahasa Indonesia memang banyak sekali yang bersal dari bahasa Arab.

Sembilan belas kekhususan ini menjadi modal bagi Indonesia untuk menjadi pusat peradaban dunia Islam pada masa depan. Hal ini pernah disampaikan Pangeran Gozy, adik kandung Raja Abdullah, pemimpin Yordania, yang mengatakan, tampuk kepemimpinan peradaban dunia Islam saat ini lebih berpotensi diemban oleh Indonesia mengingat banyaknya kekhususan positif yang dimiliki Indonesia yang tidak dimiliki dunia Islam lainnya. Tentu kita berharap Islam di Indonesia betul-betul tampil sebagai rahmat bagi alam semesta (rahmatan lil alamin).

Penulis adalah Katib Am PB NU dan Rektor Institut PTIQ Jakarta

1 comment:

Fahmi Irfani said...

islam indonesia merupakan islam yang unik, dengan kultur dan tradisi lokal yang berbaur dengan islam memberikan warna tersendiri. islam seperti inilah yang mesti kita pelihara bersama-sama. persentuhan islam dengan tradisi lokal, akulturasi, difussi dan asimilasi memberikan warna tersendiri bagi wajah islam indonesia yang moderat. faktor historis dan kultural telah menunjukan bahwa masyarakat indosesia menjungjung tinggi nilai toleransi, tenggang rasa, dan pluralitas keberagamaan. akhir-akhir ini nilai tersebut telah terkontaminasi dengan munculnya gerakan-gerakan, ormas-ormas sempalan, yang melakukan tindakan radikal atas justifikasi islam..... gerakan seperti inilah yang mencoreng islam indonesia yang rahmatan lil alamin......

Archives