Ada sebagian dari kita rakyat Indonesia yang menanggapi pemilu ini dengan pesimistis. "Buat apa ikutan milih, paling juga hasilnya tettep aja seperti sebelumnya dipenuhi dengan korupsi, kolusi, serta nepostisme. Rusak!". Mereka menganggap proses pemilu adalah suatu kesia-siaan dan bahkan merugikan karena akan meneguhkan kedudukan para politisi busuk (dianggap bahwa semua politisi Indonesia telah terkena virus KKN semua, dan memang kenyataan membuktikan bahwa semenjak gaung reformasi beberapa tahun lalu tetap saja banyak politisi melakukan tindakan tidak bermoral).
Ada pula warga yang tidak mengikuti pemilu dikarenakan keyakinan bahwa aturan-aturan pemilihan pemimpin dengan cara pemilu tidak sesuai dengan keyakinan agama yang telah mempunyai aturan-aturan dan proses berbeda dengan apa yang dilaksanakan pemerintah. Akhirnya mereka berketetapan untuk tidak ikut pemilu.
Selain dua alasan diatas, ada pula alasan-alasan lain yang menjadi dasar warga untuk tidak ikutan memilih pada pemilu 2009 ini. Pada saat ini, keberadaan para warga yang tidak ikut pemilu ini semakin bertambah besar dan memunculkan jumlah golput yang cukup signifikan. Padahal, pemilu yang tidak diikuti mayoritas rakyat yang sebenarnya mempunyai hak pilih akan menciptakan pemerintahan yang rentan, rapuh, dan bahkan kurang legitimasi akibat kurangnya dukungan rakyat.
Pola-pola golput pada dasarnya adalah hak setiap warga negara, namun demikian akibat yang ditimbulkannya bisa lebih memperburuk situasi. Mari kita perhatikan saja, seandainya semua warga yang beralasan pesimistis tidak mau memilih (mereka sebenarnya orang-orang baik yang tidak mau menjadi pendukung keberadaan politisi busuk), ditambah lagi warga-warga lainnya dengan alasan masing-masing yang menjadikan mereka tidak mau mengikuti pemilu. Maka, tinggallah kemudian sebagian besar pemilih adalah dari kalangan orang-orang yang tidak tahu perpolitikan, dibodohi para politisi busuk untuk memilih mereka menduduki parlemen, bahkan mungkin ada yang dibayar untuk memilih mereka, maka apa jadinya negeri ini? Bisa-bisa makin rusak dan tidak terkontrol dengan baik. Yang kaya makin kaya karena menindas yang lemah yang pada saat pemilu tertipu janji-janji busuk para politisi, juga semakin banyak kerusakan dan kesengsaraan, kebodohan dan kemiskinan.
Kenapa demikian? Karena sebagian besar orang-orang baik dan bersih tidak mau ikut pemilu dan tidak ikut memilih politisi dari parpol yang terbaik diantara partai-partai yang ada. Dengan golput ini mereka akhirnya makin dimarginalkan dan disingkirkan oleh pihak-pihak yang tidak suka kebaikan, dan bahkan terkikis oleh penularan virus-virus jahat yang ditebarkan para pendukung kerusakan moral.
Kemudian muncul pertanyaan, "lantas kalaupun ikut pemilu, gimana mengetahui politisi mana yang pantas untuk dipilih dan parpol mana yang kira-kira tidak terlalu terkontaminasi kerusakan?"
Untuk itu, lebih baik kiranya untuk memilah-milah dengan jeli dan teliti parpol yang ada dengan memperhatikan tindakan-tindakan rusak mereka sebagai kriterianya. Kalau sekiranya kita membuat patokan berdasar kriteria ideal demi mendapat hasil yang optimal, maka sangat susah kita dapati parpol yang benar-benar bersih dari kerusakan. Untuk itu, cukup kiranya dengan indikator kerusakan yang ada, akan menjadi cerminan kemampuan mereka menata bangsa dan negara ini ke depannya. Indikator-indikator itu bisa kita peroleh dari berbagai tayangan media, memperhatikan sekitar kita, dan juga kabar-kabar yang beredar di masyarakat.
Pertama, perhatikan berita-berita yang ada, jika suatu parpol selama masa kampanye ini tidak mampu menjaga ketertiban peserta kampanye mereka, apalagi untuk menata negara, bisa amburadul. Jangan dipilih!
Kedua, jika suatu parpol selama kampanye mempertontonkan tarian penyanyi yang urakan dan erotis atau dengan kata lain tidak pantas dilihat masyarakat adat ketimuran, bahkan dilihat pula anak-anak kecil yang ikut serta ada di lokasi kampanye, berarti nantinya jika terpilih memimpin negara ini juga tidak mampu menata moral dan ketentraman rakyat dari hal-hal yang tidak etis. Jangan dipilih!
Ketiga, jika ada suatu parpol yang selama kampanye ini banyak mengeluarkan uang untuk sesuatu yang tidak sepantasnya demi menarik dukungan warga (money politic), maka parpol seperti ini jika benar-benar ditunjuk memimpin negara ini akan mlorotin rakyat karena menginginkan balik modal. Kalau diberi uangnya terima saja buat nambah uang saku, tapi jangan dipilih!
Keempat, jika para politisi pada suatu parpol itu banyak melakukan hujatan dan hinaan kepada pihak lain, maka seandainya terpilih maka haaya akan suka lempar batu sembunyi tangan, tidak bisa dipercaya dan suka membual saja, tidak punya solusi tapi menjegal lawan politiknya. Janji mereka pada saat kampanye juga hanya sekedar janji yang tidak mungkin akan ditepati. Mereka tidak mungkin akan memperhatikan rakyatnya. Jangan dipilih!
Kelima, jika pada masa kampanye politisi suatu parpol turun ke rakyat, bersih-bersih pasar (kampanye simpatik, katanya), kebetulan ada bencana datang lalu buka posko dengan menampilkan bendera mereka besar-besar, maka perhatikan track record-nya, apakah selain pada masa kampanye mereka juga turun ke lapangan membantu rakyat yang terkena bencana dan kesusahan atau diam saja. Jika ada partai yang diluar masa kampanye juga turun ke lapanagn membantu rakyat berarti bagus, tapi jika sekedar pada masa kampanye saja, maka jika terpilih nantinya maka mereka juga akan meninggalkan rakyatnya dalam kesusahan. Maka jangan dipilih!
Kalau ada indikator lainnya, silahkan ditambahkan dan dianalisis bersama demi masa depan kita semua.
Dengan semua indikator tersebut, kita dapat memperoleh pengetahuan tentang kebersihan dan kekotoran pada suatu partai, kepantasan dan ketidakpantasan untuk dipilih, kecenderungan memenuhi janji-janji mereka atau kecenderungan untuk tidak akan memenuhi janji-janji mereka. Ingat, jangan sampai kita termakan janji-janji palsu dan bualan busuk. Silahkan perhatikan setiap indikator yang ada dan semoga kita temukan partai politik yang diisi politisi yang bersih demi kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Amiin.