Pasang Surut Pemberantasan Korupsi 2008

 clipped from www.antara.co.id

29/12/08 20:52


Pasang Surut Pemberantasan Korupsi 2008


Oleh FX Lilik Dwi Mardjianto

Jakarta (ANTARA News) - Tindak pidana korupsi menjadi hal yang melekat dan mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Upaya pemberantasan tindak pidana
tersebut menjadi salah satu dari setumpuk agenda pemerintah.

Adakalanya, upaya tersebut berada pada puncak keberhasilan. Sayangnya, tidak jarang perjuangan itu berujung ketidakjelasan meski dana dan tenaga terlanjur dikucurkan.

Kehadiran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan harapan baru upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Komisi ini telah memasuki periode kepemimpinan kedua. Periode kepemimpinan kedua yang diketuai Antasari Azhar meneruskan sejumlah program pemberantasan korupsi yang dirintis oleh periode seblumnya dibawah kepemimpinan Taufiqurahman Ruki.

Sejumlah keberhasilan dalam mengungkap kasus dugaan korupsi juga merupakan tindak
lanjut dari penyelidikan yang dilakukan oleh periode kepemimpinan pertama KPK.

Periode kedua kepemimpinan KPK menuju akhir tahun 2008 di penghujung Desember. Selama satu tahun, KPK telah mencatatkan sejumlah keberhasilan dalam mengungkap dugaan pemberantasan korupsi.

Catatan fenomenal keberhasilan KPK adalah penangkapan sejumlah penyelenggara negara yang diduga terlibat kasus suap. Para penyelenggara negara tersebut tertangkap tangan karena diduuga menerima suap.

Jaksa Urip Tri Gunawan divonis 20 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi pada September 2008.

Majelis hakim yang diketuai oleh Teguh Hariyanto menyatakan Urip terbukti secara sah dan meyakinkan menerima uang 660 ribu dolar AS dari Artalyta Suryani dan melakukan pemerasan sebesar Rp1 miliar terhadap mantan Kepala BadanPenyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Glen Surya Yusuf. Dalam kasus tersebut, Artalyta juga tak luput dari jerat hukum.

Kasus Urip mendapat perhatian publik lantaran menyeret dan menyebut sejumlah nama pejabat teras di Kejaksaan Agung. Akibatnya, para pejabat tersebut dicopot dari jabatan.

Selain itu, selama persidangan juga terungkap bahwa Urip menerima suap untuk melindungi kepentingan obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Sjamsul Nursalim. Atas permintaan Artalyta, Urip mengatur penyelidikan BLBI sehingga Sjamsul tidak diperiksa oleh kejaksaan dan bebas dari jerat hukum.

Payung hukum, integritas, dan sarana yang dimiliki oleh KPK memungkinkan lembaga itu untuk melakukan operasi tertutup yang berbuah penangkapan tangan para pihak yang diduga melakukan tindak pidana korupsi.

Dewan Perwakilan Rakyat adalah lembaga tinggi negara yang harus mananggung malu karena beberapa anggotanya ditangkap oleh KPK. Al Amien Nur Nasution dan Bulyan Royan adalah mereka yang bernasib sial.

Al Amien ditangkap di hotel Ritz Carlton Jakarta, setelah menerima sejumlah uang dari Sekretaris Daerah Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Azirwan. Berdasarkan pengembanggan yang dilakukan oleh tim KPK, terungkap bahwa pemberian uang itu juga melibatkan para anggota DPR lain yang berkepentingan dalam proses alih fungsi hutan lindung di Bintan dan di Banyuasin, Sumatera Selatan.

Sementara itu, Bulyan Royan tertangkap di sekitar pusat perbelanjaan di kawasan Jakarta Selatan setelah menukarkan uang yang dia terima dari seorang pengusaha perkapalan, Dedy Suwarsono. Selama proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, terungkap bahwa Bulyan telah memberkaya diri sedikitnya Rp1,6 miliar dalam proyek pengadaan kapal patroli di Direktorat Perhubungan Laut Departemen Perhubungan.

Sepak terjang petugas KPK juga berhasil mengungkap penyuapan Rp500 juta yang dilakukan oleh seorang bernama Billy Sindoro terhadap Komisioner Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Mohammad Iqbal. Petugas KPK berhasil mengungkap Billy yang pernah menjadi petinggi di Grup Lippo meminta M Iqbal untuk merumuskan keputusan KPPU yang menguntungkan Grup Lippo dalam menayangkan siaran Liga Utama Inggris.


Korupsi kebijakan

Catatan akhir tahun KPK juga diwarnai prestasi pengungkapan tindak pidana korupsi yang berasal dari penyalahgunaan kewenangan serta kebijakan yang menyalahi prosedur.

Korupsi kebijakan tersebut antara lain mencuat dalam kasus dugaan penyalahgunaan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) sebesar Rp100 miliar. Dana itu diduga dialirkan ke sejumlah anggota DPR untuk membahas penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan pembahasan revisi UU Bank Indonesia.

Selain itu, tim KPK menduga dana tersebut digunakan untuk bantuan hukum sejumlah mantan pejabat Bank Indonesia yang terjerat kasus hukum pada 2003.

Kasus dana YPPI telah menjerat mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, mantan Deputi Direktur Hukum BI Oey Hoy Tiong, mantan Kepala Biro Gubernur BI Rusli Simanjuntak, mantan anggota DPR Antony Zeidra Abidin, dan anggota DPR Hamka Yandhu.

KPK juga telah menetapkan empat mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Aulia Pohan, Maman H. Somantri, Bun Bunan Hutapea, dan Aslim Tadjuddin sebagai tersangka.

Berbagai bentuk korupsi kebijakan, baik di tingkat pusat maupun daerah, menjadi perhatian KPK. Sebut saja dugaan korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran di berbagai daerah.

Proyek yang didasari radiogram menteri dalam negeri ketika dijabat oleh Hari Sabarno itu telah menjerat sejumlah kepala daerah sebagai tersangka, terdakwa, dan terpidana. Kasus itu juga menjerat mantan Dirjen Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri Oentarto Sindung Mawardi yang menandatangani radiogram proyek tersebut.

KPK juga menilisik dugaan korupsi di sejumlah instansi di tingkat pusat, seperti dugaan korupsi proyek pengadaan alat di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dugaan korupsi pungutan pengurusan dokumen keimigrasian di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Malaysia.

Selain itu, KPK juga berhasil melimpahkan sejumlah kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di sejumlah instansi dan daerah ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Ketua KPK, Antasari Azhar dalam beberapa kesempatan mengatakan, dugaan korupsi kebijakan mendapat perhatian besar. Hal itu disebabkan, kasus-kasus jenis tersebut menguras daya dan upaya petugas KPK dalam mengumpulkan alat bukti sebanyak mungkin.

"Kita tidak mengejar pengakuan, melainkan alat bukti," kata Antasari.


Pasang surut

Nilai merah memang jarang terlihat di rapor akhir tahun kinerja KPK. Hal itu terlihat kepercayaan dan harapan besar publik yang disandarkan kepada KPK.

Koordinator Bidang Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menegaskan, publik relatif lebih menaruh kepercayaan kepada KPK daripada kepada aparat penegak hukum lainnya. Publik menilai KPK cukup berhasil dalam mengungkap sejumlah dugaan korupsi.

Namun demikian, kolom nilai akhir tahun KPK tidak semuanya terisi. Hal itu disebabkan masih banyaknya sejumlah tunggakan kasus yang menjadi tanggung jawab KPK.

Sejak didirikan tahun 2003, KPK telah menampung sedikitnya 27 ribu pengaduan dari pusat dan daerah-daerah di seluruh Indonesia.

Dari jumlah itu baru sekitar 10 persen yang ditangani dan ditindaklanjuti. Dari 10 persen kasus yang ditangani itu KPK sudah menyelesaikan sekitar 80 kasus korupsi.

"Memang belum banyak, kalau dihitung-hitung baru sekitar satu persennya saja yang sudah terselesaikan," kata Deputi Bidang Pencegahan Korupsi KPK, Eko Susanto Ciptadi.

Pasang surut penanganan kasus korupsi juga terjadi pada sejumlah kasus yang menjadi perhatian publik. Salah satu contohnya adalah kasus aliran dana YPPI sebesar Rp100 miliar yang digunakan oleh Bank Indonesia.

Dalam kasus tersebut, KPK menetapkan semua mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, kecuali Anwar Nasution, sebagai tersangka. Anwar yang kini menjadi Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah salah satu Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia yang hadir dalam sejumlah Rapat Dewan Gubernur (RDG), termasuk RDG yang membahas pembentukan panitia sosial kemasyarakatan yang bertugas menatausahakan dana YPPI.

Selama persidangan kasus itu terungkap dana YPPI mengalir ke hampir semua anggota Komisi IX DPR pada 2003. Namun, hingga kini hanya dua anggota DPR, Antony Zeidra Abidin dan Hamka Yandhu, yang meringkuk di penjara.

KPK juga belum menjawab kegelisaahn publik tentang dugaan aliran dan YPPI kepada sejumlah aparat penegak hukum, terkait penanganan kasus BLBI yang menjerat sejumlah mantan petinggi BI.

Hal yang sama juga terjadi dalam kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran yang diduga melibatkan Hari Sabarno ketia menjabat Menteri Dalam Negeri. Untuk sementara, kasus itu hanya menjerat Dirjen Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri Oentarto Sindung Mawardi dan sejumlah kepala daerah.

Dalam beberapa kesempatan, Anwar Nasution dan Hari Sabarno membantah terlibat dalam kasus yang sedang bergulir.

Selain itu, publik masih menanti tindak lanjut penanganan kasus pembagian ratusan cek kepada para anggota DPR beberapa saat setelah pemilihan Miranda S Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior BI. Kasus itu berawal dari pengakuan mantan politisi PDIP Agus Condro.

Sebelum tak terdengar kelanjutannya, Ketua KPK Antasari Azhar pernah menegaskan bahwa kasus itu telah memasuki tahap penyelidikan.

"Kami masih mendalami hal itu," kata Antasari setiap kali ditanya oleh wartawan.

Kemudian, salah satu kasus yang pernah menghiasi pemberitaan di sejumlah media massa adalah kasus penjualan aset PT Timor Putra Nasional (TPN) oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Pada 2003, PT Vista Bela Pratama membeli aset TPN dari BPPN dengan harga Rp445 miliar. Padahal, nilai aset itu diperkirakan mencapai Rp4,05 triliun. Dugaan pelanggaran juga diperkuat setelah tercium indikasi bahwa Vista Bella adalah perusahaan bantukan TPN untuk membeli asetnya kembali.

Awalnya, kejakasaan dan KPK sepakat untuk berbagi tugas dalam menangani kasus itu. Kejaksaan bertanggung jawab dalam mengusut kasus itu secara perdata, sedangkan KPK dari sisi pidana.

Namun demikian, dalam perkembangannya proses perdata kasus itu berujung pada perdamaian. Sedangkan pimpinan KPK cenderung tidak memberikan keterangan panjang lebar ketika dikonfirmasi tentang kasus tersebut.

Ketua KPK Antasari Azhar mengatakan, KPK masih mencermati perdamaian penanganan kasus Vista Bela yang berujung pada penyerahan sejumlah dokumen jual beli kepada negara melalui Departemen Keuangan.

"Justru itu kita sedang periksa dan teliti dokumennya," kata Antasari.

Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah tidak mau bercerita tentang kehadirannya dalam acara penyerahan dokumen tersebut. "Kita cuma hadir doang," kata Chandra ketika ditemui di gedung DPR (11/12).

Sejumlah kasus dugaan korupsi memang masih dalam proses pengusutan. Publik harus terbiasa bersabar dalam ketidakpastian dan pintar-pintar memaknai pernyataan pimpinan KPK ketika dikonfirmasi tentang tunggakan kasus.

"Tolong beri KPK kesempatan. Kami tahu apa yang harus dilakukan," kata Ketua KPK Antasari Azhar dalam beberapa kesempatan.(*)
Sent with Clipmarks

No comments:

Archives