Gus Im: "PKS Mainan Baru Amerika"

 clipped from www.berpolitik.com
Gus Im: "PKS Mainan Baru Amerika"

Analisis menarik tentang fenomena PKS dikemukakan pengamat politik internasional KH Hasyim Wahid (Gus Iim). Gus Im menyatakan, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), salah satu partai politik berbasis Islam yang mulai berkembang luas di Indonesia hanyalah mainan baru Amerika Serikat.
 
Dikatakannya, keadaan dunia berubah pasca perang dingin. Dunia menjadi kawasan pasar bebas sehingga dikehendakilah masyarakat yang pro pasar. Sementara kelompok Islam tradisionalis dan modernis dianggap terlalu nasionalis untuk bisa menyesuaikan diri dengan pasar bebas. "Maka dimunculkanlah Islam baru yang namanya PKS, yang lebih sesuai dengan pasar global," katanya.

Gus Iim berbicara dalam acara refleksi akhir tahun bertajuk NU dalam Konstalasi Politik Nasional yang diselenggarakan oleh Pengurus Besar Ikatan Keluarga Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia atau IKA-PMII di aula gedung PBNU Jakarta, Kamis (18/12).

Menurut adik kandung KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini, sebagai organisasi yang berjenjang global, PKS terpolarisasi dalam beberapa kelompok. "Di dalamnya memang retak-retak. Yang satu berkiblat ke Departemen Luar Negeri Amerika, satu lagi terkait dengan DI/TII tapi semuanya Amerika juga," katanya.


Tidak Ada Reformasi

Menurut Gus Iim, reformasi Indonesia sebenarnya tidak ada. Yang ada hanyalah peristiwa penjatuhan Soeharto oleh Amerika Serikat. Menurutnya, pasca perang dingin Amerika sudah tidak perlu lagi "centeng" di beberapa negara, termasuk Soeharto.

"Gelombang demokratisasi itu sebenarnya tidak ada. yang ada adalah cerita bahwa Amerika sedang sibuk membawa pembaharuan pengelolaan ekonomi di negara kaya minyak dan mineral," katanya.

Bersamaan dengan itu kelompok Islam tradisionalis dan modernis dianggap sudah tidak dibutuhkan.

Dikatakannya, sebelumnya memang dimunculkan dikotomi Islam tradisionalis dan Islam modernis. Islam yang tradisionalis dalam hal ini diwakili oleh Nahdlatul Ulama (NU) disingkirkan. Kelompok yang identik dengan kaum sarungan ini dianggap tidak layak turut serta dalam pembangunan ekonomi sehingga dianggap tidak berhak mendapatkan akses.

Namun, lanjut Gus Iim, meski tak mendapat akses langsung, kelompok tradisionalis bergerak dan berkembang terus. Anak-anak dari kelompok sarungan ini belajar berbagai macam disiplin ilmu, selain ilmu keagamaan, sehingga bisa beraktifitas di mana-mana.
Sent with Clipmarks

No comments:

Archives