Apa Jadinya Kalau Demokrat Mendepak Golkar dan Megawati Mundur?

 clipped from www.berpolitik.com
Senin, 22 Desemberß 2008

Apa Jadinya Kalau Demokrat Mendepak Golkar dan Megawati Mundur?

Dalam politik konon berlaku adigium: tidak ada yang tak mungkin. Inilah yang barangkali mendorong berkembangnya dua isu yang mulai menjadi bahan perbincangan di kalangan terbatas.

Isu yang pertama menyangkut kemungkinan Demokrat menendang Golkar. Di atas kertas, yang diyakini publik adalah sebaliknya. Sebab postur dan kekuatan Golkar dianggap terlalu besar untuk diabaikan Demokrat. Terlebih mengingat persyaratan pengajuan pilpres yang terbilang tinggi.

Tapi, rupanya perkembangan mutakhir menunjukkan adanya kemungkinan tersebut. Dari survei-survei terlihat, pergerakan Demokrat yang makin moncer. Menurut Saeful Mudjani, Direktur Eksekutif LSI, Demokrat sudah mulai merambah basis-basis suara Golkar di Sumatera, Jawa Barat dan juga Indonesia Timur.

Pada saat yang sama, faksionalisasi di tubuh Golkar malah meruncing karena berbagai sebab. Gontok-gontokan itu tak hanya terjadi di tingkat elit, tetapi juga menyebar hingga tingkat wilayah. Untuk sebagian pertikaian itu merupakan imbas pilkada yang tak tertuntaskan. Sebagian lagi bersumber dari penetapan caleg.

Sebuah sumber mengkonfirmasi bahwa Kalla semakin mendapat pertentangan di dalam tubuh Golkar. Para penentangnya berupaya keras memisahkan SBY dan Jusuf Kalla. Salah satu modusnya adalah dengan melansir permintaan jatah menteri yang besar. Di lain waktu, mereka mendorong Kalla untuk menjadi capres.

Kalla sendiri justru berupaya mati-matian menjadi wakil yang baik di mata SBY. Ini terlihat dari ucapan dan tindakannya akhir-akhir ini yang sangat terjaga. Dalam beberapa isu krusial, Kalla bahkan berani tampil di depan sebagai "sasaran tembak" publik. Ini, misalnya, terlihat dari kasus kelangkaan gas tabung 3 kg dan 12 kg.

Menurut sejumlah kalangan, kemungkinan Demokrat menedang Golkar akan sangat terbuka jika perolehan partai ini tak meleset terlalu jauh dari prediksi survei hari ini. Yakni di kisaran 13% - 16%. Dengan perolehan suara sebesar itu, Demokrat lebih leluasa bermanuver. Problemnya, peraihan suara partai ini sangat ditentukan oleh elektibilitas SBY.

Jadi, jika tingkat kepuasan publik terhadap SBY minimal terpelihara seperti sekarang, Demokrat besar kemungkinan akan terbang tinggi. Ironinya, kepuasan publik sedikit banyak juga ditentukan oleh kinerja Jusuf Kalla dan departemen-departemen yang sebagian diisi oleh kader-kader partai lain.

Mundur?
Yang kedua terkait spekulasi mundurnya Megawati. Ada sementara kalangan yang meyakini Megawati akan mengundurkan diri. Isu ini sejatinya sudah pernah beredar sekitar 8-9 bulan silam. Setelah sempat menghilang, wacana ini kembali dihembuskan.

Jika Megawati mundur, maka peluang pesaing-pesaing SBY yang lain memang membesar. Hal ini terutama akan menjadikan mereka sebagai pilihan alternatif terhadap SBY.

Sejauh ini ada tiga kandidat presiden yang diuntungkan jika Megawati benar-benar keluar dari gelanggang: Sultan HB X, Hidayat Nur Wahid dan juga Prabowo. Secara kebetulan, ketiga-tiganya disebut sebagai cawapres yang paling serius dipertimbangkan kubu presiden RI ke 5 ini.

Mungkinkah Megawati mengundurkan diri?

Beberapa kalangan yang dimintai pendapatnya soal ini umumnya meragukan kemungkinan tersebut. Menurut salah satu dari mereka, Megawati baru benar-benar mempertimbangkan akan mengundurkan diri jika perolehan suara PDIP anjlok secara drastis, katakanlah menjadi di bawah 10%.

Jika Demokrat menggempur PDIP dan Megawati secara massif di berbagai lini, bukan tak mungkin peraihan suara si moncong putih ini memang melorot habis. Apalagi jika di internal PDIP juga berkembang konflik sebagai imbas pencalegan.Maka lengkaplah sudah "penderitaan" partai bernomor urut 28 ini.

Sebagai akibatnya, Megawati sangat besar peluangnya untuk mengibarkan bendera putih. Nah, mundurnya Megawati akan memberi ruang bagi kandidat presiden alternatif untuk tampil lebih mencorong merengkuh hati publik. Mereka diprediksi mempunyai peluang yang besar untuk mengalahkan SBY ketimbang jika Megawati kembali behadap-hadapan dengan SBY.

Jadi, mundur tidaknya Megawati untuk sebagian ditentukan oleh seberapa besar manuver Demokrat. Semakin besar intensitas serangan balik mereka, semakin mungkin Megawati keluar dari bursa. Tapi, persis bersamaan dengan itu, bakal hadir kandidat alternatif yang bisa menumbangkan SBY.

Menarik bukan?
Sent with Clipmarks

No comments:

Archives