Kabut Antasari


Media Indonesia

PARA eksekutor Nasrudin Zulkarnaen, Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, telah divonis hakim Pengadilan Negeri Tangerang. Mereka dihukum antara 17 tahun dan 18 tahun penjara. Vonis itu jauh lebih ringan daripada tuntutan jaksa yang menginginkan kelima terdakwa dihukum seumur hidup. Salah satu pertimbangan yang meringankan, menurut hakim, adalah para terdakwa berada dalam tekanan menjalankan 'tugas negara'. Tugas yang ternyata masih menimbulkan perdebatan sampai hari ini.

Bila terhadap eksekutor hakim telah menjatuhkan vonis, berarti persidangan menghadirkan bukti yang mencukupi untuk meyakinkan majelis bahwa telah terjadi perbuatan melawan hukum. Bagaimana dengan terdakwa lain yang dituduh sebagai aktor intelektual?
Persidangan mereka masih berlangsung. Mereka adalah Antasari Azhar, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi. Kombes Wiliardi Wizard seorang polisi yang masih aktif dan telah beberapa kali menjadi kapolres. Lalu, Sigid Haryo Wibisono, pengusaha yang menggelontorkan dana operasi 'tugas negara'.

Dari tiga terdakwa yang dituduh sebagai <i>intellectuele dader, kasus Antasari menarik perhatian. Tidak semata karena dialah tokoh publik yang terhormat karena memimpin lembaga KPK yang berwibawa, tetapi dalam kasusnya terselip roman dengan seorang wanita Rani Juliani.

Kita tidak hendak mengupas materi karena itu adalah wilayah hakim dan persidangan. Tetapi, yang memikat masyarakat awam adalah kegelapan yang masih menyelimuti kasus Antasari. Itulah sebabnya editorial ini diberi judul <i>Kabut Antasari.
Sebuah pengadilan yang menyidangkan tindak kejahatan lazim diliputi kegelapan. Gelap karena mereka yang dituduh bersalah berusaha sekuat tenaga menyembunyikan kesalahan, sedangkan jaksa dan polisi harus berusaha sekuat tenaga membuktikan agar kebohongan dibongkar.

Kegelapan semakin pekat ketika sebuah tindak kejahatan melibatkan banyak orang. Dalam kasus Antasari publik mendengar berbagai keterangan di persidangan yang menimbulkan tanda tanya. Tanda tanya tentang sosok Rani Juliani yang bisa dijebak suaminya sendiri ketika berada di kamar sebuah hotel dengan Antasari. Lalu mengapa pembicaraan tentang ajakan Rani agar Antasari melanjutkan keanggotaan klub golf, tempat Rani bekerja, direkam diam-diam oleh Rani?

Sebuah pertanyaan baru juga muncul menyelimuti. Jaksa menggunakan SMS--<i>short message service--ancaman dari ponsel Antasari ke ponsel Nasrudin sebagai bukti yang menguatkan. Tetapi jaksa tidak bisa menunjukkan nomor yang dimaksud di hadapan persidangan.

Bahkan dua saksi ahli teknologi informasi yang dihadirkan di persidangan tidak menemukan SMS yang dimaksud itu. Padahal, mereka dengan kemampuan ilmu pengetahuan yang dimiliki bisa melacak andaikata SMS itu memang ada. Inilah sekadar contoh dari banyak hal serupa yang menyelimuti kasus Antasari. Sampai-sampai Antasari kini bertanya-tanya, mengapa dia sering disadap? Ada apa ini semua?

No comments:

Archives