OC Kaligis: Saya Bukan Pengacara Karbitan

Suara Media



JAKARTA (Berita SuaraMedia) - Niat pengacara kondang OC Kaligis untuk mencalonkan diri menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nampaknya tak main-main. 

Secara tegas OC Kaligis memiliki sejumlah misi bersama KPK. Bahkan, OC Kaligis bertekad akan membongkar kasus korupsi yang melibatkan dua petinggi KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah.

“Dengan dipilihnya saya sebagai Ketua KPK, perkara Bibit-Chandra akan saya bongkar,” tegas OC Kaligis dalam sepucuk surat yang dikirimkan kepada Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar beberapa waktu lalu.

Bahkan, OC Kaligis siap menutup kantornya di kawasan Jalan Majapahit yang sudah berdiri puluhan tahun dan akan lebih fokus kepada KPK jika dirinya resmi terpilih sebagai Ketua KPK.

“Saya bukan pengacara karbitan, saya sudah menangani banyak kasus. Sekarang saatnya saya mengabdi kepada negara selama empat tahun di KPK,” tekad pengacara Keluarga Cendana tersebut.

Sejak kasus Bibit dan Chandra bergulir, OC Kaligis secara vokal memang menuding dua petinggi KPK tersebut bersalah. Bahkan, untuk membongkar kasus ini, OC rela menerbitkan buku setebal 698 halaman berjudul Korupsi Bibit & Chandra.

Sebelumnya, Anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Rhenald Kasali, mengatakan, pendaftar calon pimpinan KPK masih minim karena banyak orang yang memiliki kompetensi tidak berani mendaftarkan diri.

"Hal itu kemungkinan karena masa jabatannya terlalu singkat serta takut dikriminalisasi," Rhenald Kasali pada diskusi "Mencari Pimpinan KPK" di Jakarta, Sabtu 29 Mei 2010

Dikatakannya, hal itu terlihat dari minimnya pendaftar yang telah mengembalikan formulir lengkap yang telah diisinya.

Sejak Panitia Seleksi mengumumkan secara terbuka pendaftaran calon pimpinan KPK pada 25 Mei lalu hingga saat ini, kata dia, baru ada lima nama yang telah mengisi formulir secara lengkap dan mengembalikannya.

Mereka antara lain Brigjen Polisi W Warrouw, praktisi hukum Farhat Abbas, serta seorang hakim dari Provinsi Bengkulu.

"Padahal yang mengambil formulir sudah sebanyak 63 orang," katanya.

Menurut Rhenald, Panitia Seleksi masih membuka pendaftaran hingga 14 Juni mendatang yang diharapkan sebelum batas akhir pendaftaran sudah cukup banyak calon anggota yang mengembalikan formulir secara lengkap, sehingga Panitia Seleksi bisa memilihnya lebih leluasa.

Rhenald menegaskan, Panitia Seleksi akan mencari mutiara terpendam yakni figur yang memiliki kompetensi dan integritas tinggi meskipun tidak populer.

"Kami akan mencari referensi dari publik yang peduli di bidang pemberantasan korupsi untuk mereferensikan figur mutiara terpendam tersebut," katanya.

Staf Pengajar Magister Manajemen Universitas Indonesia itu menyatakan, publik sudah memberikan masukan sejumlah nama tokoh aktivis pemberantasan korupsi yang telah populer.

Menurut dia, nama-nama tersebut menjadi masukan tapi Panitia Seleksi juga mencari figur mutiara terpendam untuk dimunculkan.

Dari nama-nama yang mendaftarkan diri, Panitia Seleksi akan memilih dua nama untuk diusulkan kepada DPR.

DPR kemudian akan memilih salah satu di antaranya untuk menjadi pimpinan KPK.

Sementara itu, DPR dinilai tak bisa menolak usulan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang diusulkan oleh panitia seleksi. "Dalam UU KPK, tidak membuka ruang bagi DPR untuk menolak calon pimpinan KPK yang diusulkan oleh Panitia Seleksi," kata anggota Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Denny Indrayana di Jakarta.

Menurut Denny, kalau DPR diberi ruang untuk menolak calon pimpinan KPK maka Dewan akan menolak seluruh calon yang diusulkan panitia seleksi. Kalau hal itu sampai terjadi beberapa kali, kata dia, maka hingga selesai periode pimpinan KPK saat ini calon pimpinan KPK pengganti Antasari Azhar belum terpilih juga.

Anggota panitia seleksi, Renald Rasali, membenarkan dalam UU KPK tak menyebutkan DPR bisa menolak seluruh calon pimpinan KPK. Menurut dia, dalam UU KPK menyebutkan DPR memilih separuh dari jumlah calon yang diusulkan. "Karena calon pimpinan KPK yang akan digantikan hanya satu, maka panitia seleksi akan mengusulkan dua nama untuk dipilih salah satu," katanya.

Menurut dia, panitia seleksi masih menjaring nama-nama calon pimpinan KPK hingga 14 Juni mendatang. Pimpinan KPK yang akan digantikan adalah Antasari Azhar yang diberhentikan secara tetap setelah menerima vonis dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas kasus pembunuhan pengusaha Nasruddin Zulkarnaen.

Pansel akan mengirim calon yang dinilai layak ke DPR. DPR kemudian akan memilih satu orang untuk duduk jadi pimpinan KPK. Itulah prosedur penyeleksian pimpinan KPK yang diatur oleh undang-undang.

Namun, ada kekhawatiran prosedur ini tidak berjalan mulus. Penolakan DPR atas dua calon Gubernur BI yang diajukan oleh Presiden misalnya, menjadi preseden buruk. Akibatnya, sampai saat ini, posisi Gubernur BI masih kosong.

"Saya tidak khawatir dengan pansel. Tapi saya tidak yakin dengan DPR," ujar Denny Indrayana dalam diskusi bertajuk 'Mencari Pimpinan KPK' di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat.

Untuk menghilangkan peluang DPR 'bermain' dalam pemilihan pimpinan KPK, Denny menyarankan Pansel untuk benar-benar memilih nama dua calon terbaik, sebelum diajukan ke DPR guna mereka pilih.

"Dan, nama-nama yang diusulkan ke DPR harus bagus track record (rekam jejak)-nya, sehingga DPR tidak punya peluang untuk 'bermain' di situ," ujar Denny. Ia pun mengingatkan, tidak seperti dalam fit and proper yang biasa digelar DPR, kali ini DPR tidak boleh menolak dua calon pimpinan KPK yang diajukan oleh pansel.

"Kalau DPR menolak Gubernur BI, itu karena memang dimungkinkan dalam undang-undang," tegas Denny. UU KPK, kata Denny, berbeda karena tidak membuka ruang bagi DPR untuk menolak calon yang diajukan pansel. Jika tidak, DPR jelas melanggar undang-undang.

Denny berharap, anggota Komisi III bidang Hukum DPR kali ini sungguh-sungguh berniat membantu upaya pemberantasan korupsi. Terkait hal itu, aktivis antikorupsi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Korupsi (KOMPAK), Fadjroel Falakh, mengungkapkan niatnya untuk bertemu dengan Komisi III DPR.

"KOMPAK berencana menemui Komisi III untuk berbicara mengenai pemilihan pimpinan KPK ini," kata Fadjroel di forum yang sama. Ia menyatakan, KOMPAK akan mengimbau dan mengingatkan DPR untuk tidak menolak pimpinan KPK yang diajukan pansel, karena hal itu akan inkonstitusional. (fn/ok/ant/lp/vs) www.suaramedia.com

No comments:

Archives