Servis Gratis RS Omni Untuk Jaksa

Kasus Prita
Pengumuman Servis Gratis RS Omni untuk Jaksa yang Menggemparkan Itu
Nograhany Widhi K - detikNews

Pengumuman periksa medis gratis
Jakarta - Pemeriksaan medis gratis dari RS Omni International untuk jaksa di Kejaksaan Negeri Tangerang diduga membuat jaksa kasus Prita Mulyasari mengalami konflik kepentingan. Berikut foto dan isi pengumuman pemeriksaan medis gratis itu.

Rabu (10/6/2009) pagi ini detikcom menerima email dari pembaca berupa foto yang menunjukkan pengumuman pemeriksaan medis gratis dari RS Omni International.

Pengumuman itu ditulis dalam huruf kapital semua. Bunyinya sebagai berikut.

'DIBERITAHUKAN KEPADA SELURUH PEGAWAI KEJARI TANGERANG UNTUK MENGIKUTI MEDICAL CHECK UP DAN PAPSMEAR GRATIS!!!!!!!!!! DARI PETUGAS OMNI INTERNASIONAL HOSPITAL.

HARI  : SENIN, 18 MEI 2009
PUKUL : 08.00 Wib s/d selesai
TEMPAT: AULA KEJAKSAAN NEGERI TANGERANG

DEMIKIAN UNTUK MENJADI CATATAN

                    AN KEPALA KEJAKSAAN NEGERI TANGERANG

Berkaitan dengan periksa medis gratis ini, pada Senin 8 Juni kemarin,
Kapuspenkum Kejagung Jasman Pandjaitan mengakui bahwa jasa pemeriksaan gratis dari RS Omni yang berupa bakti sosial.  

"Kalau bakti sosial kan tidak harus ke Kejaksaan saja. Mungkin mereka memberikan itu karena melihat gaji jaksa yang kecil," jelasnya.

Sedang
RS Omni International Alam Sutra, Tangerang, melalui kuasa hukumnya Risma Situmorang pada Selasa 9 Juni kemarin membantah ada pemeriksaan gratis bagi Kejari Tangerang. Yang ada hanyalah fasilitas bagi PNS yang memiliki Asuransi Kesehatan (Askes).

"Wah itu tuduhan, itu fitnah. Begini lho, itu kan ada ditempel check-up bagi pegawai negeri sipil yang punya Askes," kata Risma.

Sedangkan
Jaksa Agung Hendarman Supandji kemarin mengatakan fasilitas periksa medis gratis itu baru sebatas dugaan.

"Saya belum tahu. Karena itu kan masih dugaan dan harus dibuktikan dengan keterangan saksi, baru bisa diambil kesimpulan," kata Hendarman.
(nwk/nrl)

Selasa, 09/06/2009 15:41 WIB
RS Omni Sangkal Beri Check-Up Gratis Bagi Jaksa
Indra Subagja - detikNews


foto: Prita
Jakarta - RS Omni Internasional menyangkal memberikan check-up bagi jaksa di Kejari Tangerang. Yang ada hanyalah fasilitas bagi PNS yang memiliki asuransi kesehatan (askes).

"Wah itu tuduhan, itu fitnah. Begini lho, itu kan ada ditempel check-up bagi pegawai negeri sipil yang punya askes," kata pengacara RS Omni, Risma Situmorang saat dihubungi melalui telepon, Selasa (9/6/2009).

Dia menjelaskan, bagi PNS yang mempunyai askes tentunya hal itu adalah hal yang umum. "Jadi itu check-up bagi masyarakat yang punya askes," elaknya.

Sementara itu terkait permintaan agar RS Omni menarik gugatan dan laporan pada Prita, Risma menerangkan semuanya diserahkan pada proses hukum, walau jalan perdamaian tetap dibuka.

"Kita tetap menghargai proses hukum, kita juga mengharapkan ada mediasi win-win solution," tambahnya.

Bagaimana dengan rencana Prita yang akan menggugat balik? "Kita nggak mau komentar soal itu. Saat ini kita masih menunggu dan berharap semoga ada penyelesaian kekeluargaan," tutupnya.
(ndr/asy)
Rabu, 10/06/2009 09:04 WIB
Kasus Prita
KPK: Kalau Periksa Medis Gratis Tak Ada Aturan, Itu Bisa Gratifikasi
Nograhany Widhi K - detikNews

M Jasin (Foto: dok detikcom)
Jakarta - Fasilitas medis gratis yang diterima pejabat instansi pemerintah bisa dikategorikan gratifikasi bila tak ada aturan yang menaunginya. Kalau tak ada, fasilitas itu bisa termasuk gratifikasi dan harus dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Kalau itu sudah diatur dalam suatu aturan, ya bukan. Seperti ada Permen (Peraturan Menteri) atau Perpres (Peraturan Presiden) instansinya bahwa pejabat ini mendapatkan fasilitas. Kalau tidak ada aturannya itu pemberian, ya bisa dianggap gratifikasi," ujar Wakil Ketua KPK M Jasin kepada detikcom, Rabu (10/6/2009).

Jasin menyatakan hal itu saat ditanya tentang pengumuman medical check up dan papsmear gratis RS Omni International Alam Sutera untuk pegawai di lingkungan Kejari Tangerang. Kegiatan periksa medis tanpa bayar ini dilakukan 18 Mei.

Jasin mencontohkan, seperti adanya ketentuan walikota, gubernur atau menteri bahwa untuk pejabat bereselon 1 atau 2 mendapatkan fasilitas tertentu, seperti kesehatan atau mobil dinas. Dan ketentuan itu harus sepengetahuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)/Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

"Ini harus disetujui anggota DPR karena yang memantau pelaksanaan dari kebijakan. Kalau di daerah ya DPRD, di pusat ya DPR. Karena DPR yang punya fungsi pengawasan, perundang-undangan dan fungsi anggaran," imbuhnya.

Jika tidak ada aturan, tidak sepengetahuan atau tidak dengan persetujuan anggota Dewan, plus berlawanan dengan kewajibannya sebagai pejabat instansi publik, maka bisa dikategorikan gratifikasi.

"Di eksekutif, baik Kejaksaan atau di mana pun juga instansinya harus sepengetahuan DPR. Kalau hanya di lingkungan terbatas tertentu dan tidak ada aturan, ada indikasi bertentangan dengan kewajiban maka itu gratifikasi. Dan harus dilaporkan pada KPK," jelas Jasin.

(nwk/nrl)

--------------------------
Notes : Mari saling berbantahan! Anggap saja  masyarakat itu buta, budeg dan goblog!

No comments:

Archives