Menunggu Angsa Hitam Pilpres 2009



Menunggu Angsa Hitam Pilpres 2009
Oleh: Akhmad Sekhu

Tahukah Anda kalau terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai presiden dalam Pemilu 2004 adalah sebuah fenomena yang dinamakan angsa hitam? Bahkan hasil 300 % perolehan suara Partai Demokrat dalam Pemilu Legislatif (Pileg) 9 April, yang membuat orang terkesima, juga termasuk fenomena angsa hitam. Meski hasilnya baru berdasarkan quick count (penghitungan cepat) yang menjadi kontroversi, tapi mengacu pada pemilu sebelumnya, hasil penghitungan cepat ini dapat dikatakan akurat dan mendekati penghitungan sebenarnya.

Apa dan mengapa disebut angsa hitam? Dalam buku The Black Swan, Nassim Nicholas Taleb, menulis tentang rahasia peristiwa-peristiwa langka yang disebut dengan istilah angsa hitam. Salah satu karakteristik utamanya adalah peristiwa yang sesudah terjadi mendorong kita membuat penjelasan bahwa kejadian itu bukan kebetulan, dan lebih bisa diramalkan daripada sesungguhnya. Angsa hitam mendasari hampir segala sesuatu yang terkait dengan dunia kita.

SBY tentu bukan kuda hitam karena kedudukannya sekarang sudah menjadi raja (baca: presiden) jadi tinggal melanjutkan jabatannya, seperti dalam jargon kampanyenya: lanjutkan! Tapi dalam sebuah tayangan televisi negeri impian yang di dalamnya terdapat orang mirip tokoh politik, seperti mirip Gus Dur, yaitu Gus Pur menambahkan dengan celetukan: lanjutan penderitaan rakyat.

Begitu juga SBY bukan kambing hitam, meski penyelenggaraan Pileg ini penuh carut-marut karena teruatama kasus DPT (Daftar Pemilih Tetap) yang kacau, sehingga kemudian Pileg 2009 dianggap sebagai pemilu terburuk sepanjang sejarah pesta demokrasi di Indonesia. Karena pemilu punya penyelenggara yang dibentuk khusus pemilu, jadi yang paling bertanggung jawab adalah ketua KPU (Komisi Pemilihan Umum), meski kemudian pertanggungjawaban bermuara pada pemerintah, dalam hal ini SBY sebagai kepala pemerintahan, tapi tentu bukan kesalahan satu-dua orang melainkan seluruh jajaran pemerintahan, terutama para oknum yang meracuni pesta demokrasi. Betapa tak mungkin pemerintah sengaja membuat pemilu carut-marut karena besar resikonya yang berakibat sangat fatal mencoreng muka sendiri.

Fenomena Angsa Hitam Tak Hanya SBY
Fenomena angsa hitam tentu tak hanya SBY sebagai presiden Pemilu 2004, atau hasil 300 % perolehan suara Partai Demokrat dalam Pileg. Sebuah fenomena yang membuat orang terkesima, sama seperti terpilihnya Barack Obama sebagai Presiden AS walau beberapa tahun sebelumnya namanya belum beredar, tapi akhirnya mampu meraih istana kepresidenan gedung putih.
Ada juga fenomena angsa hitam yang tragis membuat orang menangis miris. Seperti jebolnya Situ Gintung yang membuat ratusan orang tewas dan ratusan rumah rusak parah. Setelah kejadian para ahli bicara, bahwa pintu pelimpasan yang menjadi jalan bagi luberan air Situ Gintung merupakan titik lemah yang mengakibatkan tanggul jebol. Kalau sudah tahu akan begitu kenapa tidak dari dulu mengatakannya sehingga tidak terjadi korban tewas yang sedemkian banyaknya.

Untuk mengantisipasi kejadian serupa, ia pun merekomendasikan agar situ yang ada di Jabodetabek disurvei untuk melihat potensi bencana. Juga perlu dibangun sistem peringatan dini. Audit teknologi terhadap struktur dan kelayakan bendungan, tanggul, jembatan, dan infrastruktur juga perlu dilakukan. Penyebab jebolnya bendung yang diakibatkan lemahnya pintu pelimpasan, seperti terjadi di Situ Gintung, di dunia terjadi sekitar 38 persen. Sementara itu, akibat peluapan 35 persen, fondasi jebol 21 persen, serta karena longsoran enam persen.

Antisipasi ini menjadi ngeri kalau kenyataannya seperti kita mengantisipasi Gunung Merapi akan meletus sehingga banyak orang tinggal di sekitarnya diungsikan, tapi Mbah Marijan, sang juru kunci tak mau mengungsi karena punya keyakinan bahwa merapi tak meletus. Sebuah keyakinan yang dianggap bertentangan dengan ilmu pengetahuan, tapi terbukti gunung memang tidak meletus. Keberaniannya tak mengungsi membuat ia menjadi bintang iklan salah satu produk minuman energi. Mengantisipasi Gunung Merapi meletus, tapi yang terjadi bencana gempa bumi tektonik kuat mengguncang Yogyakarta dan Jawa Tengah pada 27 Mei 2006.

Begitu juga peristiwa dukun cilik Ponari termasuk fenomena angsa hitam. Bocah bernama lengkap Muhammad Ponari itu mendapatkan batu ajaib seusai disambar petir, kini menjadi fenomena yang mencengangkan. Ia menjelma sebagai juru sembuh. Puluhan ribu orang berjejal di rumahnya di Megaluh, Jombang, Jawa Timur, yang berharap batu ajaib di tangannya bisa sembuhkan segala macam penyakit. Mereka berdatangan dari berbagai kota di Jawa Timur, bahkan dari seluruh pelosok negeri ini. Dalam sekejap, tak sampai sebulan, Ponari menjadi sebuah brand yang menasional mungkin efek viral marketing tanpa disengaja. Pemikiran para pakar marketing tentu tak sampai sebegitu fenomenal menganalisanya.

Mengapa kita tidak mengakui fenomena angsa hitam? Menurut Taleb, adalah karena manusia telah dirancang untuk mempelajari hal-hal yang spesifik ketika seharusnya mereka lebih fokus ke hal-hal umum. Terpilihnya SBY nyaris mustahil dapat diprediksi; namun setelah terjadi, kita selalu berusaha untuk merasionalisasinya. Angsa hitam menunjukkan kepada kita mengapa kita mesti berhenti berusaha memprediksi segala sesuatu dan justru mengambil keuntungan dari ketidakpastian.

Dalam sebuah majalah terbitan ibu kota, menurunkan berita tentang prediksi nama-nama calon presiden Pemilu 2004, seperti Megawati, Amien Rais, Hidayat Nurwahid, Wiranto, Nurcholish Madjid, dengan pembahasan panjang-lebar, tapi sangat sedikit pembahasan tentang SBY, bahkan bisa dibilang buncit (terakhir), yang disebut sebagai seorang politisi di simpang jalan. Salah satu ulasannya, menurut tokoh pers Aristides Katoppo, bahwa sikap menunggu ini banyak disesalkan berbagai kalangan. Kalaupun akhir tahun ini (maksudnya tahun 2003) SBY menyatakan diri maju, hal itu tidak akan menolong dalam kompetisi merebut kursi presiden. Ia sudah telat start, kata Aristides.

Terjadi ketidakpastian yang menunjukkan bahwa dalam dunia politik segala sesuatu bisa saja terjadi, yang kemudian berkembang penuh kejutan prediksi pada Megawati dan SBY yang akan meraih kemenangan. Megawati dinilai sebagai tokoh karakter ibu dalam kultur keluarga di tengah krisis, sedangkan SBY dinilai sebagai impian peran bapak yang memberi perubahan di tengah kejenuhan peran Megawati. Akhirnya kita semua tahu, SBY yang menggadeng Jusuf Kalla, terpilih menjadi presiden dan wakil presiden dalam Pemilu 2004. Lalu, bagaimana dengan Pemilu Presiden (Pilpres) 2009? Tampaknya kita masih akan menunggu angsa hitam Dalam Pilpres 2009, SBY tentu akan maju sebagai capres untuk mengulang kesuksesan Pilpres 2004, meski belum pasti akan menggandeng siapa yang jadi cawapres-nya.

Megawati juga masih belum pasti memilih cawapres-nya dengan gencar melakukan silaturahmi politik ke berbagai tokoh partai. Nama-nama lain dapat kita catat sebagai calon kandidat yang cukup kuat, seperti Jusuf Kalla yang pada awalnya bermaksud jalan sendiri dari duet SBY-JK, tapi karena perolehan suaranya kalah dalam Pileg jadi berbalik badan akan kembali ke samping SBY.
Wiranto dan Prabowo Subianto, yang dulu dalam nauangan partai Golkar, kini punya partai sendiri: Hanura dan Garindra, tampak masih percaya diri mencalonkan sebagai presiden. Ada lagi, Sutiyoso, Sri Sultan HB X, atau Deddy Mizwar, yang meski tidak punya partai, tapi masih punya peluang dengan mengambil peran angsa hitam karena kita semua tahu tentang ketidakpastian itu yang menunjukkan bahwa dalam dunia politik memang segala sesuatu bisa saja terjadi. Oleh karena itu, sebaiknya, kita harus sabar berdebar-debar menunggu angsa hitam Pilpres 2009!

Penulis adalah pengamat politik, alumni Universitas Widya Mataram Yogyakarta, kini tinggal di Jakarta

No comments:

Archives