Enam Tahun Menunggu Eksekusi Amrozi Dkk

09/11/08 03:02

Enam Tahun Menunggu Eksekusi Amrozi Dkk

Oleh Hernawan W

Semarang (ANTARA News) - Enam tahun sudah masyarakat menanti kepastian terhadap pelaksanaan eksekusi tiga terpidana mati kasus Bom Bali I, Amrozi, Mukhlas alias Ali Gufron, dan Abdul Aziz alias Imam Samudra.

Hari Minggu dini hari pukul 00.15 WIB, seperti yang diungkapkan Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung, Jasman Pandjaitan, ketiga terpidana mati tersebut telah dieksekusi oleh regu tembak.

Kapuspen Kejaksaan Agung belum menyebutkan lokasi eksekusi tetapi berdasarkan sumber menyebutkan bahwa eksekusi dilaksanakan di suatu tempat yang bernama Nirbaya yang jaraknya sekitar enam kilometer dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Batu Nusakambangan Kabupaten Cilacap, Jateng, tempat mereka menjalani masa hukuman sebelum dieksekusi.

Ketiga terpidana mati itu dibawa keluar oleh anggota Gegana dari selnya di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Batu, Pulau Nusakambangan, Cilacap, Sabtu (8/11) malam.

Mereka dinaikkan ke sebuah mobil dan dibawa ke suatu tempat yang dikenal dengan nama "Nirbaya", sebuah lembaga pemasyarakatan peninggalan Belanda yang telah ditutup tahun 1986.

Proses eksekusi dimulai dengan pemberian siraman rohani yang dilakukan rohaniawan yang meminta kepada mereka agar menerima dengan ikhlas apa yang dilakukan oleh negara, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan ayat-ayat suci Alquran.

Selanjutnya jaksa eksekutor, Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, I.B. Wiswantanu membacakan surat perintah pelaksanaan eksekusi dengan didampingi jaksa eksekutor lainnya, Kasubsi Prapenuntutan Kejaksaan Negeri Denpasar Edy Arta Wijaya dan Aspidum Kejati Jateng Monang Pardede.

Setelah surat perintah dibacakan, tiga regu tembak segera menembakkan peluru ke arah Amrozi dkk yang masing-masing terikat pada sebuah kayu dengan kepala tertutup kain hitam.

Sepuluh menit kemudian, Amrozi dan kawan-kawan dinyatakan meninggal, setelah menjalani autopsi oleh tim dokter forensik Polda Jawa Tengah dan jenazah mereka dimandikan oleh keluarganya.

Menurut rencana, jenazah tiga terpidana mati tersebut akan dibawa ke rumah duka di kampung halaman masing-masing pada hari Minggu (9/11), pukul 05.00 WIB.

Ketiga terpidana mati tersebut adalah otak peledakan di Sari Club dan Paddy's Cafe Legian, Kuta, Bali, Hari Minggu tanggal 12 Oktober 2002 yang menewaskan 202 orang dan melukai ratusan orang lainnya. Dari jumlah korban yang meninggal dunia tersebut paling banyak adalah Australia sebanyak 88 orang.

Kemudian 38 orang Indonesia, 26 orang Inggris, 7 orang Amerika, 6 orang Jerman, 5 orang Swedia, Belanda dan Prancis masing-masing 4 orang, Denmark, Selandia Baru, Swiss, dan Brasil masing-masing 3 orang, Kanada, Jepang, Afrika Selatan, dan Korsel masing-masing 2 orang.

Ekuador, Yunani, Italia, Polandia, Portugal, dan Taiwan masing-masing 1 orang. Untuk mengenang peristiwa yang memilukan tersebut didirikan monumen yang ada di Jalan Raya Legian, Kuta, Bali dan setiap tahun musibah ini diperingati dengan menabur bunga oleh keluarga korban maupun masyarakat baik asing maupun lokal.

Selain ketiga oprang tersebut, beberapa orang yang menjadi tersangka kasus Bom Bali I adalah Abdul Goni (divonis seumur hidup), Dr. Azahari (tewas dalam penyergapan di Batu Malang tanggal 9 November 2005), Dulmatin (diduga sudah meninggal di Filipina), Ali Imron, dan lain sebagainya.

Amrozi bin Nur Hasyim yang lahir di Lamongan, Jatim, 3 Juli 1962 ditangkap di Lamongan, Jatim, tanggal 6 November 2002 dan divonis mati oleh Pengadilan Negeri Denpasar pada tanggal 7 Agustus 2003.

Pria yang pernah menikah tiga kali masing-masing dengan Rochmah (dikarunia satu anak Mahendra), Astuti, dan Choiriyana Khususiyati (dikenal saat masih di Malaysia) tersebut berperan membeli bahan peledak di Toko Tidar Kimia dan membawanya sampai ke Bali.

Imam Samudra ditangkap tanggal 28 November 2002 di sebuah bus Kurnia di Dermaga I Pelabuhan Merak, Banten, saat bus tersebut antre akan menaiki lambung kapal feri Niaga Agung. Imam Samudra yang memiliki nama asli Abdul Aziz ternyata mempunyai nama samaran cukup banyak seperti Hudama, Al Fatih/Fatah, Heri, dan Abu Umar.

Pria kelahiran Serang, Banten, 14 Januari 1967 itu adalah aktor intelektual pelaku peledakan di Bali itu divonis mati oleh Pengadilan Negeri Denpasar tanggal 10 September 2003. Anak kedelapan dari 12 bersaudara dikaitkan dengan peledakan gereja di Batam (tahun 2000), Plaza Atrium Jakarta (tahun 2001), Santa Anna serta HKBP Jakarta.

Mukhlas yang memiliki nama asli Ali Gufron yang dilahirkan di Lamongan 2 Febuari 1960 tersebut merupakan kakak dari Amrozi dan Ali Imron yang juga pelaku Bom Bali I. Pria yang memiliki nama lain Huda bin Abdul Haq, dan Sofwan tersebut ditangkap di Solo tanggal 4 Desember 2002 dan divonis mati tanggal 2 Oktober 2003.

Mukhlas yang menamatkan pendidikan di Ponpes Ngruki, Sukoharjo dan sempat mengajar di ponpes yang dipimpin Abu Bakar Ba'asyir tersebut selama lima tahun ini bertindak sebagai pemimpin atau koordinator umum dalam kasus bom di Bali tersebut.

Setelah ditangkap dan divonis mati, ketiganya mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Krobokan Denpasar tetapi tanggal 11 Oktober 2005, mereka dipindahkan ke LP Batu Nusakambangan Kabupaten Cilacap, Jateng.

Pada sidang di PN Denpasar tanggal 18 Juli 2008, PK Amrozi dan kawan-kawan kembali ditolak karena PK hanya bisa diajukan sekali.

Jaksa Agung Hendarman Supandji pada tanggal 21 Juli 2008 mengatakan bahwa eksekusi terhadap mereka bakal dilaksanakan sebelum bulan puasa yang jatuh tanggal 1 September 2008.

Tetapi, Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Abdul Hakim Ritonga tanggal 27 Agustus 2008 menyatakan eksekusi terpidana mati bom Bali I, Amrozi dkk, yang semula akan dilakukan sebelum bulan puasa, ditunda sampai waktu yang tepat.

"Setelah melakukan pengkajian-pengkajian rencana eksekusi yang akan dilakukan sebelum bulan puasa, waktu eksekusinya tidak tepat," Abdul Hakim Ritonga.

Ia mengatakan pihaknya sudah menyampaikan kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali dan Jawa Tengah mengenai penundaan ekseksusi tersebut.

Kabar bakal dilaksanakan eksekusi terhadap tiga terpidana mati itu kembali muncul dari Kejaksaan Agung tanggal 24 Oktober 2008 yang menyatakan bahwa eksekusi terhadap mereka akan dilakukan awal bulan November 2008.

Begitu ada pengumuman resmi, petugas kepolisian dibantu aparat TNI langsung melakukan penjagaan ketat terhadap pintu-pintu masuk Pulau Nusakambangan, tempat ketiga orang itu menjalani hukuman.

Bahkan, sejak hari Jumat (31/10) dini hari, blok Super Maximum Security telah disterilkan dari terpidana yang lain, artinya mereka yang berada di blok tersebut dipindahkan ke sel yang lain dan sejak saat itu blok itu hanya ditempati oleh mereka bertiga hingga mereka dieksekusi hari Minggu dini hari pukul 00.15 WIB.(*)

COPYRIGHT © 2008

No comments:

Archives