Antara : Akhir dari Amrozi Cs

09/11/08 05:58

Akhir dari Amrozi Cs


Oleh Budi Setiawanto

Jakarta (ANTARA News) - Dua kakak beradik Amrozi dan Ali Ghufron alias Mukhlas, Abdul Aziz alias Imam Samudra, serta komplotannya membuat kemeriahan suasana dugem (dunia gemerlap) pada Sabtu malam 12 Oktober 2002 pukul 23:05 di kafe Sari Club, Paddy's Pub, dan tempat hiburan di kawasan Legian, Kuta, Bali menjadi duka mendalam.

Atas nama "jihad" yang mereka yakini, mereka menebar teror dengan meledakkan bom di depan kafe Sari Club yang menewaskan 202 orang tewas (38 WNI dan 164 turis asing) pada malam minggu itu.

Isa alias Feri masuk ke Paddy's Pub dan langsung meledakkan bom yang ada di dalam rompinya dan beberapa saat kemudian Arnasan alias Jimi meledakkan bom di mobil Mitsubishi L-300 yang diparkir di depan Sari Club. Dua orang teroris itu tewas dalam aksinya.

Enam tahun kemudian, pada malam yang sama namun dalam keheningan dan suasana mencekam Amrozi, Mukhlas, dan Imam Samudra dieksekusi mati masing-masing oleh satu regu tembak pada pukul 23:20 WIB di perbukitan "Nirbaya" yang berada sekitar enam kilometer sebelah selatan Lembaga Pemasyarakatan Batu Nusakambangan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.

Hingga tulisan ini dibuat hari Minggu (9/11) sekitar pukul 01:30 belum ada keterangan resmi dari Kejaksaan Agung. Sebelumnya Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Jasman Panjaitan memberikan keterangan pers bahwa Kejaksaan Agung belum menerima informasi apapun perihal eksekusi itu.

Panjaitan menyatakan bahwa satu-satunya sumber resmi terkait pelaksanaan eksekusi tersebut adalah dari Puspenkum Kejaksaan Agung dan dia merencanakan memberikan keterangan lengkap kepada pers pada Minggu pagi.

Panjaitan tidak membantah pemberitaan yang menyebutkan bahwa Amrozi, Mukhlas, dan Imam Samudra telah dieksekusi.

Sumber ANTARA di Nusakambangan, Minggu dinihari, menyebutkan, ketiga terpidana mati itu dibawa keluar oleh anggota Gegana dari selnya di LP Batu, Pulau Nusakambangan, Cilacap, Sabtu malam, sekitar pukul 23.00 WIB.

Mereka dinaikkan ke sebuah mobil dan dibawa ke suatu tempat yang dikenal dengan nama "Nirbaya" yakni berupa perbukitan yang berada sekitar 6 kilometer sebelah selatan LP Batu.

Nirbaya merupakan sebuah lembaga pemasyarakatan peninggalan Belanda yang telah ditutup sejak 1986. Kini tempat tersebut telah dijadikan tempat eksekusi bagi sejumlah terpidana mati.

Berdasarkan catatan ANTARA, empat peristiwa eksekusi terjadi di sana yakni dua terpidana kasus subversi, Umar (1985) dan Bambang Suswoyo (1987) serta dua terpidana warga negara Nigeria yang kasus narkoba, Samuel Iwuchukwu Okoye dan Hansen Anthony Nwaolisa pada 26 Juni 2008. Bahkan, jenazah para terpidana mati tersebut dimakamkan di tempat ini.

Di kawasan ini, Amrozi dan kawan-kawan menjalani eksekusi di hadapan tiga regu tembak dari Polda Jawa Tengah.

Prosesi eksekusi yang dimulai sekitar pukul 23.10 WIB, diawali dengan siraman rohani oleh rohaniwan yang meminta supaya Amrozi dkk menerima dengan ikhlas apa yang dilakukan oleh negara dan dilanjutkan pembacaan ayat-ayat suci Alquran.

Selanjutnya jaksa eksekutor, Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, I.B. Wiswantanu membacakan surat perintah pelaksanaan eksekusi dengan didampingi jaksa eksekutor lainnya, Kasubsi Prapenuntutan Kejaksaan Negeri Denpasar Edy Arta Wijaya dan Aspidum Kejati Jateng Monang Pardede.

Tepat pukul 23.20 WIB, setelah surat perintah dibacakan, tiga regu tembak segera menembakkan peluru ke arah Amrozi dkk yang masing-masing terikat pada sebuah kayu dengan kepala tertutup kain hitam.

Sepuluh menit kemudian, Amrozi dan kawan-kawan dinyatakan meninggal, setelah menjalani autopsi oleh tim dokter forensik Polda Jawa Tengah.

Menurut rencana, jenazah tiga terpidana mati tersebut akan dibawa ke rumah duka di kampung halaman masing-masing pada hari Minggu pukul 05:00 WIB.

Itulah akhir "jihad" ketiga terpidana mati kasus bom Bali I.


Kelompok teroris

Setelah peristiwa bom Bali I, aparat berhasil membongkar kelompok teroris yang terlibat. Mereka adalah Abdul Goni (didakwa seumur hidup), Abdul Hamid (kelompok Solo), Abdul Rauf (kelompok Serang), Abdul Aziz alias Imam Samudra, Achmad Roichan, Ali Ghufron alias Mukhlas, Ali Imron alias Alik (didakwa seumur hidup), Amrozi bin Nurhasyim alias Amrozi, Andi Hidayat dan Andi Oktavia (kelompok Serang), Arnasan alias Jimi, Bambang Setiono (kelompok Solo), Budi Wibowo (kelompok Solo), Dr Azhari alias Alan (tewas dalam penyergapan oleh polisi di Kota Batu tanggal 9 November 2005)

Dulmatin, Feri alias Isa, Herlambang (kelompok Solo), Hernianto (kelompok Solo), Idris alias Johni Hendrawan, Junaedi (kelompok Serang), Makmuri (kelompok Solo), Mohammad Musafak (kelompok Solo), Mohammad Najib Nawawi (kelompok Solo), Umar Kecil alias Patek, Utomo Pamungkas alias Mubarok (didakwa seumur hidup), dan Zulkarnaen.

Amrozi ditangkap pertama kali pada 7 November 2002. Berturut-turut kemudian ditangkap Imam Samudra pada 21 November 2002, Mukhlas alias Ali Gufron pada 4 Desember 2002 dan terakhir Ali Imron pada 14 Januari 2003). Ali Imron juga merupakan adik Amrozi.

Pada tahun 2003, Amrozi, Ali Ghufron dan Imam Samudra divonis hukuman mati dalam persidangan di Bali. Upaya banding hingga kasasi, peninjauan kembali ke Mahkamah Agung bahkan upaya grasi ke Presiden ditolak.

Imam Samudra yang bernama asli Abdul Aziz (lahir di Desa Lopang Gede, Serang, Banten tanggal 14 Januari 1970 dari pasangan Sihabuddin dan Embay Badriani) dikenal sebagai teroris anti Amerika Serikat dan sekutunya. Ia pernah melalang ke Malaysia dan Afghanistan untuk berdagang sambil belajar mengenai jihad dan menggunakan senjata api, merangkai bom, serta menggunakan ranjau.

Setelah ditangkap, Imam Samudra tersangkut pula dalam aksi teror sebelumnya seperti pengeboman gereja di Batam pada malam natal 2000, peledakan bom di Plaza Atrium Senen Jakarta 2001, dan pengeboman gereja Santa Anna dan HKBP di Jakarta.

Ali Amrozi bin Nurhasyim (lahir di Lamongan pada 5 Juli 1962) dicap sebagai teroris yang termotivasi ideologi Islam radikal dan anti-Barat yang didukung Jemaah Islamiyah.

Amrozi selalu meyakini bahwa aksinya merupakan jihad dan ia kerap tersenyum saat memberikan keterangan kepada wartawan baik ketika dipenjara di LP Kerobokan Denpasar atau sejak dipindahkan ke LP Nusakambangan bersama Imam Samudra dan Mukhlas pada 11 Oktober 2005.

Bahkan Amrozi di dalam penjara pada 12 Mei 2008 menikah kembali dengan Rahma.

Sementara Huda bin Abdul Haq alias Ali Ghufron alias Mukhlas lahir di Lamongan pada 9 February 1960.

Sama seperti kakaknya, Mukhlas dikabarkan juga terlibat dalam jaringan Jemaah Islamiyah dan pernah mendapat pelatihan ala tentara di Afghanistan.

Jenazah Amrozi dan Mukhlas dibawa ke kampung halamannya di Tenggulun, Lamongan sedangkan Imam Samudra dibawa ke daerah asalnya di Serang untuk dimakamkan(*)

COPYRIGHT © 2008

No comments:

Archives