Mengurai Kekayaan Pegawai Pajak Pemilik Rp 1 Triliun (1)
Sabtu, 09 Oktober 2010 , 08:57:00 WIB
Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta VII Bahasyim Assifie diduga memiliki duit sekitar Rp 1 triliun. Jaksa yang menangani kasusnya curiga, uang tersebut adalah hasil korupsi. Soalnya, penghasilan Bahasyim sebagai PNS paling banter Rp 30 juta per bulan.
Apalagi, dalam kurun waktu 2004 sampai Maret 2010, menurut jaksa penuntut umum (JPU), secara formil Bahasyim tidak memiliki usaha yang dapat menghasilkan keuntungan dengan nilai besar.
Nah, duit sebesar satu triliun itu tersebar di rekening istri dan kedua anaknya. Kali ini Rakyat Merdeka menguraikan aliran uang khusus ke rekening istrinya, Sri Purwanti.
Berdasarkan data itu, Bahasyim sejak tahun 2002 sudah memiliki uang sebesar Rp 30 miliar. Pria kelahiran Sidoarjo 58 tahun lalu ini, menurut JPU, tercatat sebagai nasabah prioritas di BNI lantaran mempunyai dana lebih dari Rp 1 miliar.
Untuk menutupi kecurigaan, pada 5 Oktober 2004 dibuka rekening Taplus Bisnis Perorangan atas nama Sri Purwanti pada BNI Cabang Jakarta Pusat yang bernomor 19996341-6, dengan saldo awal Rp 633.063.416.
Terhitung sejak tahun 2004 sampai 2010, rekening bernomor 19996341-6 milik istri Bahasyim itu sudah mencapai Rp 885.147.034.806 (delapan ratus delapan puluh lima miliar seratus empat puluh juta tiga puluh empat ribu delapan ratus enam rupiah) dengan adanya 304 kali jumlah mutasi berupa transfer masuk dan bunga deposito.
Dari 304 kali jumlah mutasi dalam bentuk setoran tunai plus bunga deposito itu, sedikitnya terdapat 15 kali mutasi berupa setoran tunai dari Bahasyim kepada istrinya di rekening 19996341-6 dengan kisaran nilai Rp 4.175.750.000 (empat miliar seratus tujuh puluh lima juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).
Melihat hal itu, JPU yakin bahwa seluruh uang milik terdakwa Bahsyim di rekening istrinya itu diduga sebagai hasil tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan jabatannya sebagai Kepala Kantor Pelayanan Pajak Jakarta VII pada 2002, kemudian sebagai Kepala Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Koja pada 2006, kemudian sebagai Kepala Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Palmerah pada 2007, terakhir sebagai Inspektur Bidang Kinerja Kelembagaan, Kementerian Negara PPN / Bappenas pada 2008-2010.
Masih berdasarkan data JPU, Bahasyim pada 3 Februari 2005 dan pada Oktober 2005 bertempat di Bank BCA, lantai 1 Gedung Bina Mulia, Kuningan, Jakarta Selatan diketahui menerima hadiah atau janji untuk menggerakkan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
Pada 3 Februari, terdakwa selaku Pegawai Negeri Sipil mendatangi wajib pajak yang bernama Kartini Mulyadi di lantai lima Gedung Bina Mulia, Kuningan, Jaksel untuk meminta sejumlah uang. Karena adanya perasaan takut kepada Bahasyim, maka Kartini menyerahkan uang sebesar Rp 1 miliar, yang diambilnya dari rekening 607-0054777 Bank BCA miliknya dan langsung menyetorkan ke rekening nomor 0019963416 atas nama Sri Purwanti, istri Bahasyim.
Namun, data JPU tersebut ditampik salah satu pengacara Bahasyim, Rico Pandairot. “Kami sebagai kuasa hukum Bahasyim merasa keberatan atas dakwaan JPU, karena mereka hanya berdasar pada asumsi dan menduga-duga tanpa fakta hukum yang jelas,” katanya kepada Rakyat Merdeka.
Menurut Rico, JPU tidak memberikan keterangan yang kuat mengenai aliran duit ke rekening istri Bahasyim. “Kami heran mendengar dakwaan JPU, karena uang empat miliar pada rekening Sri Purwanti di Bank BNI itu tidak semuanya berasal dari Bahasyim. Yang murni dari Bahasyim itu hanya satu miliar yang diambil dari rekening milik Kartini Mulyadi,” tambahnya.
Pria yang tergabung dalam kantor pengacara OC Kaligis and Partner ini mengatakan, pihaknya akan membuat bantahan untuk membuktikan bahwa duit yang dimiliki istri Bahasyim bukan berasal dari hasil korupsi penggelapan pajak. “Tidak benar jika ada uang empat miliar lebih di rekening istri klien kami,” tandasnya.
Yang Nyuap Dan Disuap Kena Hukuman
Asep Iwan Iriawan, Pengamat Hukum Universitas Trisakti
Para penegak hukum di kepolisian dan kejaksaan diminta lebih cermat memelototi aliran duit di rekenig istri Bahasyim Assifie.
“Polisi dan jaksa jangan sampai lengah dalam mencermati rekening istri Bahasyim. Seharusnya rekening ini digunakan sebagai bukti yang kuat untuk membongkar siapa penyuapnya,” kata pengamat hukum dari Universitas Trisakti, Asep Iwan Iriawan.
Asep pun sependapat jika dalam perkara ini, Bahasjim tidak bisa berdiri sendiri. Sedari awal, menurut analisanya, ada beberapa pihak yang diprediksi terlibat. Ia menyebut, para pengusaha yang menjadi wajib pajak serta orang-orang di lingkungan pajak juga harus diuraikan keterlibatannya secara transparan. “Wajar kalau semua kena hukuman, yang nyuap dan disuap harus mendapat hukuman, darimana dapatnya uang sebesar itu kalau hanya PNS biasa,” ujarnya.
Untuk itu, sambungnya, dibutuhkan majelis hakim dan jaksa-jaksa yang punya komitmen kuat dalam upaya pemberantasan korupsi. Hal itu dilakukan guna menyibak dugaan keterlibatan pihak lain. “Nantinya mereka yang diduga terlibat bisa dijadikan tersangka maupun terdakwa dalam kasus ini. Kejelian penuntut umum dan hakim akan sangat menentukan di sini.” ujarnya.
Curiga Pelakunya Berjamaah
Desmon Junaedi Mahesa, Anggota Komisi III DPR
Politisi Senayan mendesak penegak hukum untuk memeriksa para pejabat pajak yang diduga terlibat kasus Bahasyim Assifie.
“Saya menduga ada keterlibatan antara atasan dan bawahan. Makanya saya mendorong untuk terus diusut sampai tuntas aliran duit Bahasyim ini, terutama dari rekening istrinya,” kata anggota Komisi III DPR Desmon Junaedi Mahesa, kemarin.
Dia sangat yakin bahwa kejahatan model demikian dilakukan secara berjamaah. Menurutnya, kasus dengan jumlah uang yang besar kemungkinan akan menyeret banyak nama.
“Bahsyim tidak mungkin bisa melakukannya sendiri,” tegasnya.
Menurutnya, kejelian hakim dan ketelitian jaksa penuntut, bisa membongkar misteri kasus tersebut. Dia juga meminta terdakwa dan tim kuasa hukumnya memberikan keterangan yang sebenar-benarnya dalam persidangan. Selain bakal meringankan hukuman terdakwa, penegak hukum juga bisa menindaklanjuti keterangan terdakwa dalam menyingkap keterlibatan pihak lain.
“Nanti akan kelihatan siapa saja oknum Ditjen Pajak yang terlibat dalam skandal pencucian uang dan korupsi ini,” tandasnya.
Politisi Partai Gerindra ini juga berharap kepada majelis hakim yang menangani kasus ini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, agar bisa mengawal jalannya persidangan dengan baik. Soalnya, kasus Bahasyim merupakan salah satu kasus besar yang mendapat sorotan banyak pihak.
“Kita harap majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan bisa bekerja optimal dalam memutus perkara,” tambahnya.
Rekening Anak Bahasyim Ajang Lalu Lintas Miliaran
Mengurai Kekayaan Pegawai Pajak Pemilik Rp 1 Triliun (2)
RMOL. Bahasyim Assifie, Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta VII yang ditengarai memiliki duit sekitar Rp 1 triliun juga menggelontorkan uang ke rekening atas nama anaknya, Riandini Resanti. Menurut data dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), rekening Riandini juga kecipratan duit Bahasyim. Seperti rekening istri Bahasyim, Sri Purwanti dan anak Bahasyim yang lain, Winda Arum Hapsari.
Cerita tentang ceperan dana ke rekening Riandini ini berawal pada 21 Agustus 2008. Ketika itu, terdakwa Bahasyim membuka rekening BNI Taplus atas nama Riandini Resanti di BNI Senayan. Rekening bernomor 15342573-5 ini awalnya diisi saldo setoran tunai dari Bahasyim senilai Rp 290 juta.
Dalam laporan rekening koran atas aktivitas rekening itu terungkap, untuk kali kedua terdakwa kembali menggelontorkan uang tunai sebesar Rp 100 juta ke rekening anaknya pada 11 Februari 2009. Dalam tempo setahun, rekening Riandini itu menjadi Rp 390 juta. Tapi belum lama nominal uang tersebut tersimpan di rekening Riandini, Bahasyim mengotak-atik isi rekening.
Singkatnya, terdakwa melakukan serangkaian aktivitas perbankan berupa mutasi, pengambilan uang, pemindahan buku, transfer atau uang keluar ke rekening lain sebesar Rp 172, 469 juta. Alhasil, pada pertengahan April 2010, nominal uang di rekening tersebut totalnya menyusut jadi Rp 217, 53 juta.
Pada bagian lain, aksi terdakwa juga diidentifikasi melalui pembukaan rekening Taplus Bisnis Perorangan pada 5 September 2008. Rekening baru yang dibuka itu bernomor 15444485-9 atas nama Riandini Resanti. Di rekening ini, terdakwa mengucurkan saldo awal Rp 10 juta. Uang tersebut diperoleh dari hasil pemindahbukuan rekening 15342464-0 atas nama Sri Purwanti.
Sejak pembukaan rekening ini hingga 2010, jaksa menulis sedikitnya ada delapan kali transaksi yang totalnya mencapai Rp 5,002 miliar.
Uang itu diidentifikasi merupakan uang terdakwa yang sebelumnya disimpan secara berpindah dari rekening satu ke rekening lain.
Tercatat juga pada rekening Riandini ini ada sejumlah transaksi terkait mutasi berupa pengambilan uang, pemindahan buku, transfer atau uang keluar sebanyak Rp 3,824 miliar. Atas hal ini maka pada pertengahan April 2010, saldo yang mengendap di rekening 15444485-9 nominalnya Rp 1,17 miliar.
Atas berbagai manuver Bahasyim, jaksa beranggapan, semua uang yang ditempatkan terdakwa baik untuk membuat dan mengisi masing-masing rekening, seluruhnya berasal dari terdakwa untuk mencari keuntungan.
Akibat pemindahan rekening maupun transaksi oleh terdakwa di rekening Riandini ini pula, terdakwa dinilai jaksa melanggar hukum.
Karena pertimbangannya, sebagai Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Palmerah sejak 5 Juli 2007 dan menjabat sebagai Inspektur Bidang Kinerja Kelembagaan Bappenas sampai 30 Maret 2010, terdakwa dinilai tidak mempunyai usaha yang punya penghasilan relatif besar.
Sebagai PNS, terdakwa hanya punya penghasilan Rp 30 juta perbulan. Sehingga, uang terdakwa di rekening nomor 15444485-9 patut diduga sebagai hasil kejahatan.
Pada sisi lain, jaksa juga memberi catatan selaku PNS Pajak, terdakwa yang sempat menjadi Kepala Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Koja, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta, Palmerah memiliki tugas dan kewenangan memanggil, memeriksa wajib pajak, meminta keterangan pihak ketiga, menerbitkan surat perintah di antaranya surat perintah pengamatan, surat perintah pemeriksaan pajak, surat perintah penyidikan, surat perintah penggeledahan dan atau penyitaan dokumen wajib pajak, surat perintah penyegelan dan mengajukan usul atau pendapat terhadap hasil kegiatan sesuai surat perintah yang dikeluarkan kepada atasan.
Selain itu sebagai PNS pada Kemenkeu bidang perencanaan pembangunan nasional, terdakwa yang menduduki jabatan sebagai Inspektur bidang Kinerja Kelembagaan Bappenas mempunyai tugas dan kewenangan melakukan audit kinerja pada unit eselon I dan II yang meliputi audit manajemen dan tugas pokok dan fungsi, audit kajian lembaga pemerintah sebagian besar produk perencanaan pembuatan kajian yang meliputi biaya, ruang lingkup kajian dan manfaat serta melakukan audit khusus baik individu maupun organisasi, diduga berpotensi melakukan penyelewengan atas jabatannya.
Namun, menurut anggota tim kuasa hukum Bahasyim, Rico Pandairot tuduhan yang dialamatkan jaksa kepada kliennya belum dilengkapi bukti-bukti. Untuk itu, jaksa diminta melakukan pembuktian atas tuduhannya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
“Sejauh ini kami masih menunggu proses di persidangan. Artinya kalau menyimak dakwaan yang ada, saya merasa itu tidak lengkap,” ujarnya. Ketidaklengkapan berkas tuntutan jaksa ini, imbuhnya, dipicu tidak adanya bukti-bukti pendukung.
“Buktinya apa Bahasyim memiliki uang-uang itu. Selama ini hanya ada satu bukti yang dijelaskan jaksa, yaitu pengiriman uang dari seseorang berinisial R kepada Bahasyim yang satu miliar. Lainnya tidak ada penjelasan darimana asalnya,” timpal anak buah OC Kaligis ini. Lantaran itu, ia berharap majelis hakim jeli melihat tuduhan jaksa. “Biar semuanya jelas. Yang kita butuhkan saat ini kan pembuktiannya.
Tuntutan tanpa didasari bukti-bukti itu kan sumir,” tandasnya. Meski demikian, pihaknya mengaku sangat hati-hati dalam melakukan pembelaan terhadap klien. Artinya, pihak kuasa hukum tidak mau disebut atau dinilai terlalu memaksakan kehendak di persidangan yang baru dibuka ini.
Hakim Kasus Ini Harus Berani
Danang Widoyoko, Koordinator ICW
Dugaan konspirasi dalam praktik pencucian uang oleh terdakwa Bahasyim Asiffie masih jadi misteri. Demi mewujudkan rasa keadilan masyarakat, dan tidak memunculkan kesan tebang pilih dalam pemberantasan korupsi, sejumlah kalangan mendesak agar sindikat pencuci uang yang nota bene profesional alias penjahat berdasi segera digulung.
Penjelasan seputar hal ini dikemukakan Koordinator Indonesia Coruption Watch (ICW) Danang Widoyoko. Menurutnya, penanganan kasus Bahasyim masih terkesan tebang pilih. Pasalnya, sejauh ini penanganan kasus tersebut baru bisa menggiring satu terdakwa saja. Padahal dari kacamatanya, pekara pencucian uang masuk kategori tindak pidana berat atau extra ordinary crime.
“Ini kejahatan terorganisir yang tidak mungkin pelakunya tunggal,” tegasnya. Atas hal itu, ia mempertanyakan mekanisme penyidikan maupun penuntutan yang menetapkan Bahasyim sebagai pelaku atas tindak pidana pencucian uang negara miliaran rupiah.
Dia menyarankan, pengusutan dugaan skandal pajak ini hendaknya tidak setengah-setengah. Karena, lanjutnya, persoalan ini seharusnya dijadikan momentum bagi penegak hukum untuk menyingkap aktor maupun dalang utama kasus ini.
Danang menambahkan, keseriusan dan keberanian hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menangani persidangan kasus ini bakal sangat menentukan keberhasilan para penegak hukum dalam memerangi masalah pajak.
“Kita tinggal berharap pada majelis hakim yang menangani kasus ini. Mereka adalah kunci dalam menyingkap keterlibatan oknum lain. Baik oknum penegak hukum itu sendiri maupun para wajib pajak yang selama ini dikenal dengan istilah nakal atau teridentifikasi bermasalah,” imbuhnya.
Kenapa Hanya Satu Terdakwa
Eva Kusuma Sundari, Anggota Fraksi PDIP
Nada sumbang atas penanganan kasus yang membelit pegawai pajak terus bergulir. Kenapa dalam perkara tindak pidana pencucian uang dengan terdakwa Bahasyim Asiffie, penyidik dan penuntut umum hanya mampu menjerat satu terdakwa?
Kinerja aparat kepolisian maupun kejaksaan dalam menangani kasus Bahasyim ini disorot anggota Fraksi PDIP DPR Eva Kusuma Sundari. Dia mengingatkan, jangan sampai ada konspirasi atau deal-deal tertentu untuk menutupi pihak lain yang terlibat pusaran kasus ini.
“Saya sependapat kalau kasus ini masuk kategori konspiratif. Artinya, ada banyak pihak yang diduga terlibat di sini. Ini harusnya digali,” katanya seraya menambahkan, motivasi jaksa dalam menindaklanjuti dan mendalami tuntutannya harus didorong. “Apakah dalam perkara ini terdakwanya dipesan atau diorder orang tertentu. Siapa yang bermain harus diungkapkan,” lanjutnya.
Lebih jauh ia merinci, sejumlah transaksi mencurigakan yang dilakukan Bahasyim selama ini harus diungkapkan secara gamblang di persidangan.
“Kita belum melihat ini karena sidangnya pun baru dimulai. Tapi saya harap, semua fakta ditelusuri. Diungkapkan pada publik agar rasa keadilan itu benar-benar berpihak pada masyarakat,” tambahnya.
Sinyalemen atas kejanggalan proses penetapan tersangka oleh kepolisian hingga Bahasyim berstatus terdakwa pun, menurutnya, harus dievaluasi secara komprehensif. Pasalnya, kata dia, kecurigaan tentang adanya ‘permainan’ dalam menyelamatkan pihak-pihak tertentu juga besar kemungkinannya.
Untuk itu, dia mempertanyakan mekanisme pengawasan yang ada di kepolisian dan kejaksaan.
“Prosedurnya bagaimana. Apakah penetapan atas satu terdakwa di kasus ini sudah bisa dikategorikan sebagai langkah yang tepat? Ini juga kan menjadi persoalan atau problema tersendiri yang harus dijawab oleh pimpinan kepolisian maupun kejaksaan yang baru,” tegasnya. [RM]
Bermula 1 Miliar, Rekening Anak Bahasyim Jadi 284 M
Mengurai Kekayaan Pegawai Pajak Pemilik Rp 1 Triliun (3-Selesai)
Senin, 11 Oktober 2010 , 07:55:00 WIB
RMOL. Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta VII Bahasyim Assifie punya duit Rp 1 triliun yang terserak di rekening istri dan anak-anaknya, salah satunya Winda Arum Hapsari.
Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum Bahasyim, Rico Pandairot menyatakan, dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) kasus ini hanya berdasar pada asumsi tanpa fakta hukum yang jelas. Menurutnya, JPU tidak memberikan keterangan yang kuat mengenai aliran duit ke rekening anak-anak dan istri Bahasyim.
Pria yang tergabung dalam kantor pengacara OC Kaligis and Partner ini menambahkan, pihaknya akan menyampaikan bantahan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, bahwa duit di rekening istri dan anak-anak Bahasyim bukan hasil korupsi penggelapan pajak.
Selain mengendus akal-akalan terdakwa Bahasyim lewat rekening istrinya, Sri Purwanti, jaksa penuntut umum (JPU) kasus ini juga membongkar indikasi praktik pencucian uang dan korupsi terdakwa melalui identifikasi terhadap rekening Winda Arum Hapsari.
Berdasarkan data JPU, kisah rekening ini diawali pada 15 Agustus 2005. Pada tanggal ini, terdakwa membuka rekening Taplus Bisnis Perorangan atas nama Winda Arum Hapsari di BNI Kantor Cabang Jakpus dengan nomor rekening 7371043-7. Rekening itu awalnya diisi Rp 1 miliar dengan sumber dana dari pemindahbukuan rekening nomor 199963416 milik Sri Purwanti.
Dalam rekening Sri, jaksa menilai pada kurun 2005 hingga 2010 terdapat mutasi, penyetoran dan transfer sebanyak 80 kali ke rekening Winda dengan total seluruh transaksi Rp 284,709 miliar.
Lalu dari perhitungan yang ada, diperoleh keterangan bahwa uang pada rekening Taplus Bisnis Perorangan atas nama Winda Arum Hapsari pada kurun 2005 sampai 2010 membukukan mutasi rekening berupa pengambilan uang, pemindahbukuan, transfer atau uang keluar sebanyak Rp 267, 033 miliar. Karenanya, pada pertengahan April 2010 saldo rekening Winda yang tersisa berjumlah Rp 17, 675 miliar.
Kemudian, pada 18 Februari 2008, Bahasyim juga membuka rekening Taplus Bisnis Perorangan atas nama Winda Arum Hapsari di BNI Cabang Gambir dengan nomor rekening 14180760-4 dengan saldo awal Rp 60 juta. Saldo awal diperoleh terdakwa dari hasil pemindahbukuan rekening 7371043-7 yang juga atas nama Winda Hapsari. Pada rekening itu teridentifikasi, dalam kurun waktu 2008 hingga 2010 tercatat mutasi berupa penyetoran, pemindahbukuan atau transfer sebanyak 15 kali.
Jumlah transfer uang masuk sebanyak 15 kali hingga tercatat saldo Rp 127, 551 miliar. Terdapat juga transaksi berupa transfer uang Rp 127, 545 miliar. Akibat transfer ini, saldo rekening itu pada April 2010 tinggal Rp 5,67 juta.
Atas transaski di rekening 14180760-4 milik Winda Hapsari, JPU berpendapat, rekening tersebut patut dicurigai sebagai hasil kejahatan. Jaksa curiga, aliran uang dari rekening-rekening itu untuk menghindari kecurigaan pihak lain. Dalam surat dakwaan, jaksa juga menuduh, pemecahan rekening terdakwa kepada dua anak dan istrinya ditujukan untuk memudahkan terdakwa mengontrol kondisi alias fluktuasi keuangannya.
Awalnya, pemecahan rekening dilaksanakan terdakwa dengan menghubungi saksi Yanti Purnamasari selaku Customer Relationship Manager (CRM) PT Bank BNI Cabang Utama Jakarta Pusat. Menyandang status nasabah utama BNI, terdakwa meminta saksi Yanti untuk membuka rekening lain atas nama Sri Purwanti, Winda Arum Hapsari dan Riandini Resanti di beberapa cabang bank plat merah tersebut.
Untuk hal itu, berlokasi di kediamannya, Jalan Belalang Nomor 12 RT 009/03 Rawa Jati, Pancoran, Jaksel, terdakwa meminta kartu tanda penduduk (KTP) milik Sri Purwanti, Winda Arum dan Riandini Resanti. Terdakwa lalu menyerahkan tiga KTP tersebut ke petugas BNI di Jalan Dukuh Atas, Jakpus. Untuk merealisasikan permohonan terdakwa, saksi Yanti Purnamasari pun mendatangi kediaman terdakwa.
Selanjutnya di kediaman terdakwa pula, saksi Yanti membantu terdakwa membuka beberapa rekening atas persetujuan istri dan dua anak terdakwa. Saksi meminta tandatangan istri dan dua anak terdakwa yang memilih jenis rekening berikut cabang bank yang memiliki produk sesuai keinginan terdakwa.
Adapun jenis produk perbankan yang dipilih terdakwa antara lain rekening Dollar Plus Perorangan, Taplus Bisnis Perorangan, Taplus Bisnis Perorangan dan Taplus.
Menurut JPU, uang di rekening-rekening itu berasal dari hasil korupsi, karena penghasilan Bahasyim sebagai PNS paling tinggi Rp 30 juta per bulan. Selain itu, Bahasyim tidak punya bisnis yang bisa menghasilkan keuntungan luar biasa.
Pengawasan Terhadap Aparat Pajak Lemah
Azis Syamsuddin, Wakil Ketua Komisi III DPR
Koordinasi antar institusi penegak hukum yang masih lemah membuat penanganan kasus korupsi dan pencucian uang ikut-ikutan lemah. Sinyalemen atas lemahnya penanganan dugaan korupsi dan pencucian uang ini disampaikan Wakil Ketua Komisi III DPR Azis Syamsudin.
Dia menilai, pengawasan terhadap kinerja aparat pajak selama ini juga bisa dikategorikan lemah. Hal itu membuat wajib pajak maupun aparatur pajak memanfaatkan kelemahan tersebut. “Kita melihat masih ada kelemahan di sana-sini. Pengawasan internal dan penindakan terhadap aparat nakal sangat minim,” ujarnya.
Minimnya pengawasan dan penindakan inilah yang menurutnya, kerap dijadikan celah atau pintu masuk bagi oknum yang ingin korupsi. “Kita sebagai mitra kerja penegak hukum melihat ini. Kita terus melakukan pengawasan dan pemantauan secara intensif. Kita dorong agar aparat penegak hukum berani mengambil tindakan tegas terhadap siapapun yang terlibat masalah hukum. Apalagi menyangkut korupsi dan pencucian uang,” tandasnya.
Politisi Partai Golkar ini pun menduga, perkara korupsi atau skandal pajak oleh terdakwa Bahasyim merupakan tindakan kolektif dan terencana. Didasari hal ini, ia menduga selain Bahasyim masih ada keterlibatan pihak lain dalam kasus tersebut. “Saya pastikan, kita di Komisi III terus mendorong aparat penegak hukum agar berani mengambil langkah tegas dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya menegakkan hukum,” ujarnya.
Mereka Saling Bantu, Saling Melindungi
Marwan Batubara, Komite Penyelamat Kekayaan Negara (KPKN)
Kepolisian dan kejaksaan diminta lebih berani menuntaskan kasus dugaan pencucian uang dan korupsi ini. Menuntaskan dalam arti yang setuntas-tuntasnya. Semua yang terlibat harus dipores secara hukum hingga ke pengadilan.
“Jumlah rekening yang sedemikian besar itu seharusnya sudah pantas dicurigai dari awal,” kata Koordinator Komite Penyelamat Kekayaan Negara (KPKN) Marwan Batubara.
Di balik uang yang sangat besar tersebut, menurutnya, patut diduga ada keterlibatan mafia di dalamnya.
“Mereka akan saling bantu. Akan saling melindungi satu sama lain,” tegasnya.
Dari sinyalemen tersebut, ia meminta agar seluruh komponen aparat penegak hukum mau bersama-sama melakukan koordinasi intensif dalam memerangi kelompok mafia yang merongrong wibawa hukum negeri ini.
“Dibutuhkan keberanian ekstra dari kepolisian dan kejaksaan dalam menuntaskan ini. Siapa pengirim uang, apakah wajib pajak bermasalah, perusahaan mana, seharusnya dibongkar secara transparan,” tandasnya.
Bekas anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ini pun menyatakan ketidakheranannya, jika dalam kasus ini hanya Bahasyim yang dijadikan terdakwa. Untuk itu, lagi-lagi ia mengharapkan selain keberanian ekstra aparat kepolisian dan kejaksaan, majelis hakim juga harus jeli membaca alur persidangan kasus ini.
“Saat ini kita berharap majelis hakim berani mengambil terobosan hukum dalam menyingkap misteri pajak kakap ini. Karena saya sangsi kalau pelaku kasus ini hanya Bahasyim seorang,” ucapnya. [RM]
No comments:
Post a Comment