Shalat Jumat yang Mengubah Sejarah AS

INILAH.COM, Washington - Amerika Serikat di bawah Presiden Barack Obama kembali ingin menekankan sikap bersahabatnya dengan dunia Islam. Bahkan untuk pertama kalinya, halaman Capitol Hill, tempat Obama dilantik sebagai Presiden AS akan digunakan untuk shalat Jumat. Akankah ini mengubah sejarah Amerika?

Insiden peledakan menara kembar World Trade Center (WTC) pada 11 September 2001 memang telah membuat Muslim AS sering mendapat perlakuan diskriminatif. Bahkan, mereka sering menerima pelecehan hak sipil atas identitas mereka sebagai Muslim di era pemerintahan George W Bush.

Namun, situasi itu tampaknya mulai mengalami perubahan. Obama sepertinya memberi harapan bagi warga Muslim AS untuk kembali menunjukkan harga dirinya. Bahkan, Presiden AS ke-44 itu seolah memberi angin. Contohnya, 2 September lalu dia telah menggelar acara berbuka puasa bersama para duta besar negara berpenduduk Muslim di Gedung Putih, Washington, DC.

Dalam acara yang juga dihadiri sejumlah pejabat tinggi AS, seperti Menteri Pertahanan Robert Gates dan Jaksa Agung Eric Holder itu, Obama menyampaikan pidato singkat. Intinya menyampaian penghargaan kepada umat Muslim di AS yang menurutnya banyak memberikan kontribusi kemasyarakatan.
Obama juga mengingatkan bahwa berbagai agama pada intinya sama-sama membawa kebenaran. Dia menggambarkannya seperti sungai atau danau, yang kesemuanya sama-sama merupakan tempat yang terdiri dari air.

Kata-kata itu tentu saja menimbulkan rasa sejuk warga Muslim setempat. Namun, itu belum seberapa. Setelah Ramadhan usai pun, tampaknya warga Muslim akan mendapati sebuah peristiwa penting. Untuk pertama kalinya, Capitol Hill, yang selama ini dikenal sebagai gedung parlemen AS akan dipakai sebagai tempat peribadatan kaum Muslim.


Sekitar 50 ribu warga Muslim diperkirakan akan hadir di acara shalat Jumat yang akan digelar pada 25 September mendatang alias pekan pertama setelah Idul Fitri 1430 Hijriyah. Kegiatan itu, seperti dilansir Canada Press, dirancang jemaah Masjid Darul Islam di Elizabeth.

Ketua jemaah Darul Islam, Hassen Abdellah, berjanji bahwa kegiatan itu tidak akan melibatkan ceramah yang bersifat politik. Izin telah diperoleh dari kepolisian Capitol Hill sejak 28 Juli lalu. Jemaah akan diberi akses ke area barat gedung mulai pukul 04.00-19.00. Walaupun shalat sendiri akan dimulai pukul 13.00.
"Kami juga warga Amerika. Kami perlu mengubah wajah Islam yang selama ini diidentikkan sebagai orang yang menganggap Amerika sebagai setan. Sebab, kami mencintai Amerika," papar Abdellah.
Shalat berjamaah itu akan dilakukan di lokasi tempat semua presiden AS diinagurasi sejak 1981. Abdellah mengatakan, non-Muslim juga diperbolehkan untuk hadir di ritual itu. Jemaah telah bekerja sejak Juli untuk mengorganisasi acara ini, baik melalui email, telepon, ataupun kunjungan ke setiap masjid dan asosiasi pelajar Muslim.

Untuk mempromosikan acara ini pun, penyelenggara telah membuat sebuah situs bernama islamoncapitolhill.com. Situs itu memiliki logo dua tangan berjabat tangan dengan latar belakang kata-kata dari pembukaan konstitusi dan satu halaman teks berbahasa Arab.

Situs itu antara lain berisi informasi akan digelarnya ritual itu serta kendaraan yang dapat digunakan menuju lokasi. Juga mengajak mencari sponsor dan bergabung dengan mereka untuk sejumlah fasilitas yang akan diadakan selama ritual berlangsung. Darul Islam memperkirakan jumlah biaya yang akan dikeluarkan mencapai lebih dari US$ 200 ribu.

Di antara mereka yang berpartisipasi adalah komunitas Islam Jersey Tengah, di Brunswick Selatan, yang menyumbangkan dana sebesar US$ 10 ribu. Mereka akan mengirimkan jemaahnya dalam sebuah bus.
Namun, jemaah belum memutuskan siapa yang akan menjadi imam dan khatib di acara tersebut. Kemungkinan bukan berasal dari figur besar dalam dunia Muslim AS. "Acara ini tidak menampilkan ketokohan. Sehingga, kami tidak ingin ada tokoh yang terlibat. Tokoh utama dalam acara ini adalah Nabi Muhammad SAW," papar Abdellah.
Apakah acara ini akan menandai babak baru hubungan Barat dengan dunia Islam? Setidaknya, bagi Obama yang sejak dilantik kerap menekankan keharmonisan dengan dunia Islam, tentu akan mengubah citra AS di mata dunia Islam.


Obama memang ingin lepas dari bayang-bayang pendahulunya, terutama George W Bush, yang kerap diasosiasikan tidak ramah kepada Islam. Pakar keamanan National Defense University, Douglas Streusand, sepakat bahwa mengaitkan terorisme dengan Islam hanya akan mengasingkan Muslim, namun tidak menyelesaikan masalah terorisme.

Melalui sikap Obama yang ramah terhadap Muslim, maka diharapkan dapat mendorong terciptanya fase baru kerja sama AS-Muslim. "Untuk itu, Obama harus seperti Uni Eropa yang melarang ungkapan yang menghubungkan Islam dengan terorisme. Juga ungkapan tak sensitif, seperti Islamofasime, jihadis, dan Islamis, yang dibuat oleh rezim sebelumnya," paparnya. [P1]

No comments:

Archives