Selasa, 13 April 2010, 06:27:46 WIB
Jakarta, RMOL. Untuk Menghindari Penumpukan Berkas
Untuk membuktikan komitmennya dalam menegakan hukum, Mahkamah Agung atau MA harus cepat memutus perkara yang masih menumpuk.
Berdasarkan data yang diperoleh Rakyat Merdeka, sejak tahun 2009, MA punya tunggakan lebih dari sembilan ribu perkara. Perkara yang menumpuk itu terdiri dari banyak kasus. Apakah itu perkara kasasi atau Peninjauan Kembali (PK).
Ketua Gerakan Pemuda Anti Korupsi (Gepak), Thariq Mahmud meminta majelis hakim secepatnya memutuskan perkara yang masih menumpuk itu. “Lebih cepat lebih baik. Tapi tentunya sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku. MA jangan lamban tangani perkara dong,” ujarnya.
Dia memberi dua contoh kasus yang perlu mendapat perhatian MA, yaitu kasus PK kuasa hukum Djoko S Tjandra dan kasus illegal logging di Ketapang, Kalimantan Barat, dengan terdakwa Tony Wong. Kasus Djoko Tjandra diajukan PK sejak 29 Juni 2009, sedangkan kasus Tony Wong diajukan PK sejak 11 Mei 2009.
Lebih lanjut Thariq meminta agar perkara yang diputus MA adil tanpa adanya intervensi dari pihak manapun. Menurutnya, MA harus mempertimbangkan riwayat hukum seseorang.
Sementara, Ketua Barisan Suara Muda Indonesia (Basmi), Sayed Junaidi Rizaldi mengatakan, sudah saatnya MA transparan memutus perkara.
“Ini merupakan saat yang tepat untuk menunjukkan independensi dan integritas MA. Caranya memutus perkara-perkara yang masuk dengan cepat dan tentunya,”jelasnya.
Karena saat ini, kata Sayed, masyarakat menyorot kinerja MA dalam memutuskan perkara. Apalagi jika ada main-main dalam perkara tersebut.
Tidak hanya itu, dia juga meminta kepada Komisi Yudisial (KY) untuk proaktif jika ada hakim yang melanggar etika.
Sebelumnya kuasa hukum Djoko Tjandra, OC Kaligis mengatakan, dasar pengajuan PK terhadap putusan PK kliennya karena mengacu pada Pasal 263 ayat (1) KUHAP, yang diberikan hak untuk mengajukan PK adalah terpidana ataupun ahli warisnya.
Oleh karena itu, OC menganggap hak Djoko untuk melakukan PK belum dipergunakan. Sehingga, setelah ada pembicaraan dengan kliennya, pihaknya mengajukan PK. “Tentu saya akan PK. PK itu kan hak terpidana, kita belum pernah mengajukan PK,” katanya.
Mengenai Peninjauan Kembali (PK) yang sudah diajukan, OC berharap itu dikabulkan MA. “Kita hanya membuat sesuatu dan berharap saja,” ujarnya.
Ketika dikonfirmasi ulang Rakyat Merdeka, telepon genggam OC Kaligis tidak aktif.
“Masih Ditangani Majelis Hakimnya”
Salman Luthan, Hakim Agung MA
Salah satu Hakim Agung Mahkamah Agung (MA), Salman Luthan mengatakan, sesuai surat edaran yang dikeluarkan ketua MA disebutkan penyelesaian perkara baik itu kasasi maupun PK dilakukan dalam waktu setahun.
“Kalau belum selesai dalam jangka waktu itu biasanya perkara masih ditangani majelis hakimnya sesuai urutan perkara,” kata Salman kepada Rakyat Merdeka.
Menurutnya, beberapa waktu lalu ada enam hakim agung yang pensiun. Tentu sedikit banyak mempengaruhi penyelesaian perkara, apalagi setiap tahun jumlah perkara yang masuk ke MA terus bertambah.
Walau demikian, kata Salman, setiap perkara yang masuk pasti akan diselesaikan. Saat ini MA sudah mulai berbenah diri dalam upaya reformasi birokrasi. Ke depannya penanganan perkara di MA akan lebih transparan sehingga masyarakat mudah untuk mengaksesnya.
Disinggung soal putusan PK, Salman mengatakan, biasanya pertimbangan hakim ditingkat PK lebih kepada penerapan dan putusan hukum dari pengadilan yang sebelumnya. “Putusan PK hanya memperkuat atau membatalkan putusan hukum sebelumnya,” ucapnya.
Namun Salman enggan berkomentar soal PK perkara-perkara yang hingga kini belum diputus. “Kami mempunyai aturan, tidak boleh mengomentari kasus yang sedang ditangani hakim agung lain,” tandasnya.
“Klien Saya Yang Bongkar Praktik Itu”
Gamal Muaddi, Kuasa Hukum Tony Wong
Gamal Muaddi adalah kuasa hukum Tony Wong, yang sampai kini, nasib putusan perkaranya masih terkatung-katung di MA. Dia merasa kliennya telah diperlakukan kurang fair, dan alat buktinya kurang kuat.
“Dalam perkara ini, tidak terbukti ada kerugian negara. Ini hanya masalah utang. Banyak penunggak lain yang belum bayar tetapi kenapa hanya klien saya yang dihukum,” kata Gamal.
Gamal menyatakan, kliennya termasuk orang yang ikut mengungkapkan illegal logging. Herannya, kok malah dihukum. Sedangkan pelaku illegal loggingnya malah dibiarkan berkeliaran.
Untuk itu pihaknya mengajukan PK karena menilai, terjadi kekeliruan dalam putusan kasasi .
Dia berharap majelis hakim PK bisa memutuskan perkara ini secara adil dan bijaksana. “Klien saya adalah salah seorang yang membongkar adanya praktik illegal logging di Indonesia. Sudah sepantasnya mendapat perlakuan yang adil,” ungkapnya.
“Semoga Diputus Seadil-adilnya”
Ruhut Sitompul, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR, Ruhut Sitompul berharap MA mempunyai batasan waktu penyelesaian perkara yang masuk. Dengan begitu masyarakat tidak menunggu lama.
Menurut Ruhut, selama ini kinerja MA masih belum memuaskan masyarakat. Masih banyak mafia peradilan yang belum dibersihkan dan mengganggu upaya penegakan hukum.
“Selama 30 tahun menjadi advokat saya sudah melihat praktik-praktik yang tidak benar di dunia peradilan,” ujarnya.
Soal kasus illegal logging, Ruhut meminta majels hakim secepatnya memutus perkara tersebut. “Semoga majelis hakim PK memutuskan perkara dengan seadil-adilnya. Dengan begitu putusan tersebut dapat diterima semua pihak yang berperkara,” jelasnya.
“Jika Tidak Bayar Akan Diambil Tindakan Tegas”
Masyhud, Kepala Pusat dan Informasi Kehutanan Kemenhut
Kepala Pusat dan Informasi Kehutanan Kementrian Kehutanan (Kemenhut), Masyhud mengatakan, Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR) adalah kewajiban yang harus dibayar ke negara bagi pengusaha penebang hutan.
“Pembayarannya per satu meter kubik kayu yang ditebang. Jika masih punya utang, akan memberikan surat peringatan kepada pengusaha yang bersangkutan,” kata Masyhud kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Namun Masyhud mengaku lupa berapa perusahaan yang punya utang Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR), termasuk tarif per meter kubiknya.
Menurutnya, pengusaha yang telat membayar PSDH-DR akan diberikan surat peringatan sebanyak tiga kali untuk menyelesaikan utangnya. Jika masih bandel, akan diserahkan ke lembaga penegak hukum untuk diselesaikan secara hukum.
Masyhud mengatakan, pihaknya akan memilih mana pengusaha yang punya Itikad baik untuk membayar dan mana yang tidak. “Jika tidak membayar akan diambil tindakan tegas,”ucapnya.
[RM]
No comments:
Post a Comment