RSJ Nania Siap Tampung Caleg Gila

Refleksi: Jelas! Kalau pinjam duit atau gadai rumah dan harta  untuk  menjadi caleg, lantas tidak terpilih, orang bukan saja bisa mendapat tekanan darah tinggi, tetapi juga bisa menjadi sinting bin gila atau dalam bahasa Illah dikatakan "magnun", karena hilang kesempatan memperoleh sumber rejeki untuk membayar hutang caleg.
 
Tetapi, kalau dipilih, wah bukan rejeki bin berkat nomplok.  Jadi janganlah keliru, karena orang dipilih akan menjadi wakil  rakyat. Mana bisa tukang catut  yang berlomba-lomba untuk mendapat kedudukan dalam aparat kekuasaan negara adalah wakil rakyat. Lihat saja mereka kaum elit nan berada, suami, istri, anak, adik, kakak, cucu dan  gundik, kekasih, pendeknya seluruh keluarga  turut berlomba-lomba untuk menduduki kursi empuk  aparat kekuasaan pembawa rejeki bagi keluarga. Pemilu membuat Anda keliru, karena adalah sendiwara rebutan rejeki dimana   yang tidak beruntung disediakan tempat di rumah gila.  
 
 
Selasa, 31 Mar 2009, | 9

Aneh, Pencalegkan Tanpa Tes Kejiwaan
RSJ Nania Siap Tampung Caleg Gila
 

Ambon, AE.- Tak hanya DPR, DPRD dan DPD yang menanti kursi diisi oleh anggota legislatif, bilik-bilik di rumah sakit jiwa juga telah disiapkan untuk menanti hadirnya caleg yang tak berhasil menjadi wakil rakyat.  Tim dokter Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Nania menyatakan telah siap menampung dan merawat para caleg yang mengalami gangguan jiwa atau gila akibat kegagalan dalam proses pemilu legislatif.

Direktur RSJ Ambon Dr David Santoso Sp.Kj kepada Ambon Ekspres, mengatakan pihaknya telah mengantisipasi sejak awal bila ada caleg yang menjadi stress atau gila bila tidak lolos dalam pertarungan memperebutkan kursi legislatif. Menurut dia, potensi terjadinya hal seperti itu ada, apalagi bila caleg yang gagal sudah mengorbankan cukup banyak uang agar bisa menjadi anggota dewan. ''Kondisi ini sangat rentan bagi para caleg untuk mengalami gangguan jiwa dan bisa menjadi sangat berbahaya,'' ujar Dr David di RSJ Nania, Senin (30/3).

Dia tak bisa memprediksi banyaknya para caleg yang akan mengalami ganguan jiwa pasca proses pemungutan suara. Pasalnya selama ini RSJ tidak memiliki data akurat mengenai kondisi kejiwaaan para caleg. ''Untuk pemilu legislatif 2009 ini RSJ tidak dilibatkan dalam pemeriksaan kejiwaan para caleg. Dengan demikian kita juga tidak memiliki data mengenai kondisi jiwa mereka,'' kata Dr David.

Saat pemilu 2004 lalu, RSJ dilibatkan untuk memeriksa kondisi kejiwaan para caleg sehingga mereka yang dalam kondisi stabil dan baik bisa lolos untuk mengikuti pemilu. ''Kalau kita memeriksa kondisi jiwa para caleg, datanya akan kita miliki. Saat 2004 lalu bila hasil pemeriksaan menunjukan kondisinya tidak stabil, mereka tidak diperbolehkan ikut mendaftarkan diri menjadi caleg,'' jelasnya.

Dengan adanya pemeriksaan kondisi kejiwaan sejak awal, kata Dr David, RSJ bisa mencegah terjadinya gangguan jiwa bagi para caleg. ''Kalau sebelumnya mereka sudah diperiksa kejiwaannya, kita dapat memprediksi kondisinya setelah pemilu. Tapi saat ini yang terjadi justru para caleg ini tidak pernah diperiksa kejiwaan sehingga akan sulit mengantisipasinya,'' tandasnya.

Namun demikian, dia mengaku RSJ tetap siap mengantisipasi kondisi terburuk, termasuk merawat para caleg yang gagal dalam pemilu legislatif 2009. ''Pada dasarnya kami sudah siap dengan 2 tenaga dokter umum, 1 tenaga psikiater dan sekitar 50 tenaga perawat dan didukung ruang perawatan untuk sekitar 28 pasien,'' pungkas Dr David Santo

Legislatif Akan Diisi "Orang Tak Tahu Apa-apa"

31/03/09 07:47

Legislatif Akan Diisi "Orang Tak Tahu Apa-apa"

Malang, (ANTARA News) - Legislatif lima tahun ke depan bakal didominasi orang-orang yang sebenarnya tidak tahu apa-apa tentang tugas dan fungsinya sebagai wakil rakyat, kata seorang pengamat.

"Calon legislatif (caleg) sekarang berasal dari berbagai latar belakang terutama orang-orang kaya, artis dan tokoh kharismatik. Mereka bakal duduk sebagai wakil rakyat hanya karena terpilih saja, bukan karena keahliannya dibidang tertentu," kata Pengamat politik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Dr. Muhajjir Effendi di Malang Selasa.

Muhajjir mengemukakan hal itu ketika ditanya soal kualitas legislatif periode 2009-2014.

Rektor UMM itu mengemukakan, legislatif sekarang khususnya di tingkat pusat banyak yang memiliki staf ahli dan merekalah (staf ahli) itu yang "berpikir" dan menyumbangkan ide-idenya, karena legislatif itu sendiri tidak paham akan posisi dan apa yang menjadi bahasan.

Memang, katanya, tidak semua wakil rakyat seperti itu, tetapi kondisi itu riil, bahkan menjadi sebuah tren yang sudah umum dilakukan.

Seharusnya, kata Muhajjir, partai politik (parpol) melakukan penyaringan dan kualifikasi serta keahlian para calegnya, karena mereka nanti bakal duduk di komisi-komisi yang membidangi berbagai hal dan itu butuh keahlian, bukan sekedar kepopuleran dan pandai berkomunikasi saja.

Ia mengakui, komposisi legislatif ketika jaman Orde Baru (Orba) baik dari Golkar, PPP dan PDI cukup bagus, karena terpilihnya mereka menduduki kursi dewan bukan karena kepopulerannya, tetapi keahlian yang dimilikinya.

Muhajjir menegaskan, penilaian terhadap caleg, baik kualifikasi secara umum maupun keahliannya mutlak harus dilakukan oleh parpol. "Kalau periode sekarang sudah terlanjur, periode setelah lima tahun ini harus dilakukan agar rakyat ini diwakili oleh orang-orang yang berkualitas," tegasnya.

Menurut dia, dengan caleg-caleg yang ada sekarang ini, baik di pusat, provinsi maupun di kota/kabupaten banyak yang berangkat asal-asalan saja, artinya asala daftar jadi caleg terutama perempuan yang hanya sekedar memenuhi kuota keterwakilan 30 persen.

"Kalau sudah begini, tanpa ada penilaian, kualifikasi dan tes keahlian dari parpol, kita semua pasti tahu, seperti apa kualitas para wakil rakyat kita periode lima tahun ke depan,"kata Muhajjir.*(*)

COPYRIGHT © 2009

Situ Gintung : Kawasan Situ Gintung Akan Dibersihkan dari Pemukiman

Kawasan Situ Gintung Akan Dibersihkan dari Pemukiman

Ditulis oleh kinclonk di/pada Maret 30, 2009

Jakarta - Pemerintah akan membersihkan kawasan Situ Gintung dari keberadaan
rumah-rumah penduduk yang selama ini telah memadati situ yang telah porak poranda tersebut.

Departemen Pekerjaan Umum (PU) belum menentukan keberadaan Situ Gintung pascainsiden maut yang menewaskan banyak orang itu. Namun ada dua opsi yang disiapkan yaitu mengembalikan fungsi situ kembali atau dibiarkan begitu saja.

Demikian disampaikan Dirjen Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan Umum (PU) Iwan Nusyirwan Diar dalam konferensi pers di Kantor Departemen PU, Jl Pattimura, Jakarta, Senin (30/3/2009).

Iwan menjelaskan jika opsi pengembalian situ ke fungsi semula, maka risikonya, daerah di bawah aliran sungai di bawah situ harus dibersihkan dan fungsi aliran akan dikembalikan sebagai sungai dan drainase. "Ini perlu political will dan social," serunya.

Sedangkan opsi kedua dengan dihilangkannya keberadaan Situ Gintung, maka konsekuensinya tanah sisa luberan situ yang mengering tidak boleh diokupasi atau dicaplok oleh masyarakat.

"Wilayah bantaran sungai, nantinya apa pun opsinya ini harus clear dari pemukiman," katanya.

Ia menjelaskan, dahulu Situ Gintung merupakan sungai yang dibendung oleh Pemerintan Belanda untuk irigasi. Namun sekarang ini lebar aliran sungai di bawah situ telah menyempit dari 5 meter menjadi 1 meter yang dikelilingi pemukiman.

Ia menggarisbawahi sebelum opsi diputuskan, terlebih dahulu akan dilakukan musyawarah antara masyarakat, Departemen PU dan Pemda Banten. Pembersihan kawasan tersebut akan difokuskan di kawasan Kampung Gintung, khususnya RW 08.

"Tapi yang saya khawatir banyak rumah yang sudah bersertifikat, ini kawasan bantaran sungai," pungkas dia. (hen/anw)

Detik.com, 30 Maret 2009

Situ Gintung : Tangsel Tak Punya Uang

Tangsel Tak Punya Uang

Ditulis oleh kinclonk di/pada Maret 30, 2009

TANGERANG, KOMPAS.com - Kota Tangerang Selatan yang baru terbentuk tahun lalu benar-benar tidak berdaya ketika harus menghadapi bencana Situ Gintung yang menewaskan 99 orang (catatan hingga Minggu kemarin). Tidak berdaya karena tak punya dana untuk menangani bencana ini.

Asisten Daerah Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) Ahadi yang ditemui di Posko Utama Bencana Situ Gintung di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta, Sabtu (28/3), menyatakan, Pemkot Tangerang Selatan memang belum memiliki dana untuk keperluan tersebut sebab pemerintah kotanya baru terbentuk beberapa bulan lalu.

"Kami masih bergantung dana dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten, termasuk juga untuk keperluan penanganan bencana ini," kata Ahadi.

Ahadi menambahkan, penanganan bencana Situ Gintung menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat.

Untungnya bantuan pangan untuk keluarga korban bencana Situ Gintung dari berbagai kalangan mengalir sejak peristiwa jebolnya tanggul situ tersebut, Jumat dini hari lalu.

Pembangunan merana

Keadaan keuangan pemerintah baru Tangerang Selatan seperti itu membuat pembangunan berbagai bidang di kota baru ini terbengkalai.

Menurut pengamatan Kompas, jaringan jalan di kawasan Ciputat, Pamulang, dan Pondok Aren hancur. Apalagi ketika musim hujan seperti sekarang ini, kerusakan jalan semakin parah. Banyak lubang jalan yang tergenang mirip kubangan.

Kerusakan jalan paling parah adalah jalan-jalan alternatif yang menghubungkan antarkecamatan, seperti di dekat Perumahan Pamulang II, di kawasan Serua, Jurangmangu.

Jaringan drainase juga tidak mendapat perhatian sehingga air selalu meluap ke jalan saat hujan dan beberapa jam sesudahnya. Jalan utama, seperti Jalan Ir Juanda, dan sekitar Pasar Ciputat yang merupakan jalan utama merupakan contoh kerusakan drainase yang parah.

Di sisi lain, kerusakan badan jalan di jalan utama juga banyak yang dibiarkan, seperti di dekat Pasar Cimanggis menuju ke Pamulang dan dari Muncul sampai ke BSD.

Selain itu, jaringan pipa air bersih yang dikelola pemerintah tidak ada sama sekali di Kota Tangerang Selatan. Jaringan pipa air bersih hanya terdapat di Perumahan BSD dan Bintaro yang dikelola pengembangnya.

Ahadi mengaku Pemkot Tangerang Selatan setiap tahun mendapat bantuan dana dari Pemprov Banten sebesar Rp 5 miliar. Bantuan diberikan selama dua tahun. "Kami harus menyelesaikan struktur organisasi pemkot dulu baru dana dicairkan. Sebab, kalau belum ada struktur organisasi dikhawatirkan pemakaian dana tak bisa dipertanggungjawabkan," kata Ahadi.

Pemerintah lalai?

Hari Minggu (29/3), Kepolisian Resor Jakarta Selatan mulai mengumpulkan informasi mengenai penyebab jebolnya tanggul Situ Gintung. "Kami sudah mulai mengumpulkan informasi mengenai jebolnya tanggul itu. Setelah kami perkirakan cukup, kami akan melangkah ke penyelidikan," kata Kepala Polres Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Firman Santyabudhi, Minggu malam.

Bila dalam perkembangan penyelidikan ada unsur pelanggaran hukum, lanjut Firman, pihaknya akan menentukan tersangkanya. Kasus jebolnya tanggul adalah kasus serius.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Muhammad Iriawan yang dihubungi terpisah menambahkan, Polda Metro siap membantu tindakan penyelidikan kasus ini. "Sekarang masih ditangani Polres Metro Jaksel. Mereka sedang mengumpulkan informasi dulu," tuturnya.

Apa yang disampaikan kedua perwira polisi itu sesuai dengan harapan Kriminolog UI, Adrianus Meliala. Lewat pelayanan pesan singkat, ia menulis, polisi harus berani mengungkap kasus ini terkait kemungkinan adanya unsur pidana.

Unsur pidana yang dimaksud antara lain adanya indikasi bahwa Pemprov Banten atau Pemkab Tangerang lalai memelihara tanggul tersebut, bahkan melakukan pembiaran. "Polisi bisa memulai penyelidikan dengan mengumpulkan keterangan warga sekitar dan petugas instansi terkait mengenai hal ini," tulis Meliala. (TRI/ECA/WIN)

Kompas.com, 30 Maret 2009

Situ Gintung : Korban Situ Gintung Butuh Perlengkapan Sholat

Korban Situ Gintung Butuh Perlengkapan Sholat

Ditulis oleh kinclonk di/pada Maret 30, 2009

TANGSEL -– Bagi donatur yang berniat memberikan bantuan untuk korban banjir bandang Situ Gintung, berikut daftar bantuan yang dibutuhkan korban mendesak yang dirilis Posko Utama UMJ per 30 Maret 2009.

1. Masker
2. Sarung tangan latex dan wol
3. Alkohol
4. Anti tetanus
5. Sepetu boot
6. Kantong mayat
7. Kabel rol
8. Kasur
9. Bantal
10. Sandal jepit
11. Seragam dan keperluan sekolah SD-SMP-SMA
12. Sarden
13. Susu
14. Susu ibu hamil
15. gula

Relawan di posko UMJ, Tamas, mengatakan, para korban juga memerlukan perlengkapan bayi antara lain, dot bayi, selimut bayi, pakaian bayi, susu bayi, vitamin bayi, dan minyak telon.

Selain itu, kata dia, para korban juga membutuhkan Al-Qur'an, sajadah, dan perlengkapan sholat lainnya. c89/fif

Republika.co.id, 30 Maret 2009

Situ Gintung : Daftar Orang Hilang ‘Saya Mencari’

Daftar Orang Hilang 'Saya Mencari'

Ditulis oleh kinclonk di/pada Maret 30, 2009

TANGSEL -– Sampai Senin pagi (30/3), jumlah korban tewas tragedi situ Gintung mencapai 98 orang dan korban hilang yang belum ditemukan berjumlah 115 orang.

"Sedangkan, korban yang sakit mencapai 40 orang, 14 orang di antaranya dirawat di RS Fatmawati," kata Koordinator posko utama penanggulangan bencana Situ Gintung, Rahmat Salam, kepada Republika.

Korban lainnya yang sakit yang berjumlah 26 orang, ujar Rahmat, dirawat di fakultas kedokteran Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) yang terletak di Kel Cireunde, Kec Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan. Sementara itu, korban bencana yang mengungsi mencapai 368 jiwa.

Ke-368 jiwa itu terbagi di empat posko. Posko Fakultas Hukum UMJ berjumlah 56 jiwa, Fakultas Kedokteran UMJ menampung 63 orang, posko RW 08 mencapai 45 orang, dan posko Balai Desa menampung 204 jiwa.

Mengenai korban hilang, posko STIE Ahmad Dahlan membuka pos pelaporan orang hilang yang diberi nama "Saya Mencari" sampai saat ini masih 155 orang yang dilaporkan hilang oleh sanak kerabatnya. Sebanyak 94 orang dilaporkan ke posko "Saya Mencari" berikut rinciannya beserta ciri-ciri korban. c89/fif

SAYA MENCARI

NO NAMA ORANG DICARI | CIRI-CIRI | PENCARI KETERANGAN

1. Zahra Pr. 6 bulan
2. Carsom Lk. 35 th
3. Abek
4. burhanudin Lk.40th (bapaknya riki robi 68209871, adi 081932580232)
5. Gugun
6. Wati Pr.20th
7. Resya
8. yuliah Kartika 40th
9. Budi santoso 60th
10. tik pujiastutik 63th
11. Sutrisno L.60th,rambut putih,kulit putih( tuti081586827394)
12. Katno 17th,kurus tinggi (Azizah32995193)
13. sri utami 2th,pendek (keluarga Nani)
14. Raka 4bln,
15. Nana 35th,gondrong,kulit putih
16. Fauzi 60th,Rambut keriting,kacamata
17. Sheila 2th,rambut pendek (Rohati08151845992)
18. Ridwar tari P,40th,gemuk,rambut pendek
19. Dina Masuk SMA
20. Ahmad Fauzi 24th,Rambut piak,tegap, tinggi 168cm
21. Zakaria
22. Putri 2th (iis087828940556)
23. Riswandi 40th (Ranti53674362)
24. Rahma di jl.samin (081311650589)
25. Indri rahmati 19th,gemuk, putih, (aminudin0816861633)
26. Sudarman 80th,tinggal di RT05/09 (syairil0380822742)
27. Eti susilawati 48th bu wiwin(02168760034) 4 org anaknya sdh ketemu ibu nadia(0811955680)
ibu kiki(081319560882)
28. balqis 9th,rambut lurus jaodah(085813370015)
29. Sudaya 40th,gemuk,berkumis,rambut pendek agung(081905184794) tebal
30. Maulana 2th
31. Lili Winata 50th Antoni(081511883355)
32. Ardi Yunanto 69th Ismail(02196292193)
33. Sarina 30th
34. peiong 18th saripah(08123394760)
35. bu.Hendari
36. bpk.Jiman
37. mahmudin 42th 7409892
38. Rsia yudiatati 8th,kecil,sawo matang
39. Ratno Wulan 25th,kecil,rambut lurus,kulit sawomatang
40. Kamto 26th,gemuk,tinggi
41. triyono 32th,gemuk,gelap,rambut hitam
42. yulia damayani
43. Evi 28th,agak kurus
44. iwan tulus 28th,agak gemuk
45. frima 17th,170cm,hitam rambut lurus 71420046
46. bayi
47. fajarna/ucel 5 th
48. idi lidia 40 th tuti(081586827394)
49. santi 9 bulan
50. ida sumiati 081311445403
51. fauzan sumiati 081311445403
52. nur pr sumiati 081311445403
53. saidah pr
54. latifah pr
55. arif lk, 32 thn, gemuk, putih
56. meli 28 thun, tinggi kurus agk hitam asih 081383902052
57. siane sahuleka pr28 th, tinggi kurus, kriting poppi 02194981956
58. istikomah pr, 26, kecil, putih, poni rmbut lurus risda 02197247721
59. umi kulsum 23 thn, berjilbab, alis tebal, tinggi imam 02194015431
60. suroto 70 thun, pr ucid 08567189183
61. elis rusmiaati pr 65 thun ucid 08567189183
62. suganda 45 thun, lk
63. maulana yusuf lk. 10 th. Rmbut pndk, sawo matang 98576780
64. marhamah pr. 3 thn. Bkas prerasi di pusar keluarga pk samin
65. muh. Firman 18thn. Lk. Tinggi ptih kurus ana 08128244179
66. muh.topan lk. 16 thn. Tinggi rambut lurus ana 08128244179
67. sarinah 40 thn. Kurus, tinggi sawo matang rommy 08159144262
68. anisa maulidinov 6. thun, kecil hitam pndek 85780971518
69. siti fatimah 20 thun. Ada foto imam 08567364986
70. furi handayan 18 thun. Tinggi kurus pembantu nanang081384815032
71. wawan 18 thun, ikal
72. abas 26 thun rmbut lurus bu budi 8616079
73. supraningsih pr, 60 thn ibu ela 02170109761
74. christina 37 thun
75. maghawan. S 6 thun. Rmbut lurus, bdan kcil. 7402431 teti
76. farida 10 thun. Hitam kcil 7402431 teti
77. rizki fauzi
78. syarif 40 thun. Mrip hedi yunus rafli 081256540606
79. aprilia pr
80. sela pr
81. m. riski 11 thun, ada foto ibu yaji081386484682
82. abung bin aji harsat pr. 20 thun suaib 7497153
83. faisal 13 thun putih bule 74716489 vira
84. zaenal 45 thn, tahi lalat pipi kanan, tnda lhir d pinggang leni 08129003846
89. tarsidon 40 thun somad 08159995420
90. mufikoh somad 08159995420
91. riski aziz darmawan 25 thun 8567295500
92. sarjono 20 thun. Tinggi kurus putih yanto 087870150228
93. Imam Lk, 38 thn, jidat lonjong, sawo matang, Ibu Anis: 9609325 keb. Lama
rambut lurus, tinggi badan dan berat badan sedang, supir angkot D01
94. Irma Nurmayanti 12 thn, pr, pendek, rambut pirang tebal, M.Ari Hehanusa : 12th
berponi, kulit putih, mata sipit alamat depan tanggul RT01

Republika.co.id, 30 Maret 2009

Situ Gintung : Pencarian Korban Terus Berlangsung



Pencarian korban terus dilakukan hingga hari keempat pascajebolnyatanggul Situ Gintung, Cirendeu, Tangerang, Banten. Tercatat jumlahkorban tewas mencapai 99 orang. Sedang 105 lainnya hilang.

"Perang Cukong" dalam Pemilu

 
2009-03-30
"Perang Cukong" dalam Pemilu

Tjipta Lesmana

Politik itu mahal. Di luar negeri, apalagi di Indonesia, permainan politik membutuhkan dana yang besar. Untuk bisa mewujudkan ambisi Anda menjadi wali kota atau bupati, gubernur atau presiden, dibutuhkan "logistik" yang kuat.

Ketika diadakan Pilkada Gubernur DKI Jakarta, setahun lalu, misalnya, calon tertentu dikabarkan menghimpun dana sampai Rp 1 triliun. Bahkan supaya sebuah partai mau menyebutkan nama Anda sebagai salah satu cagub saja, paling tidak Rp 200 juta sudah melayang. Untuk pilkada gubernur di salah satu provinsi di Pulau Sumatera, baru-baru ini, seorang cagub menyediakan "logistik" sampai Rp 500 miliar.

Untuk apa saja dana sebesar itu? Terutama untuk kampanye, khususnya melalui media massa. Tarif iklan di koran dan televisi sangat mahal. Pos spendng kedua yang juga besar ialah kampanye massa. Katakan, sebuah partai politik mau berkampanye di Medan. Karena Medan -ibu kota Sumatera Utara- dinilai daerah strategis, partai menerjunkan pimpinan top-nya untuk berkampanye. Kalau bos pergi, selalu harus didampingi oleh sejumlah fungsionaris. Lazimnya juga dalam rombongan terdapat sejumlah artis.

Lalu, ini pos pengeluaran ketiga yang juga tidak kecil. Kepada massa yang dihadirkan di lapangan besar biasanya harus diberikan "amplop". Pasaran "amplop" sekarang Rp 20.000 per orang. Karena parpol Anda tergolong besar dan ternama, maka Anda menghimpun 10.000 "pendukung". Itu berarti Rp 200 juta hanya untuk pengeluaran "amplop".

Bagaimana dengan pengeluaran untuk atribut partai? Mereka yang hadir harus pakai kaos berlogo partai, bukan? Harus ada bendera partai dan umbul-umbul. Kendaraan bermotor yang ikut pawai harus dihias dengan segala macam atribut partai. Pengeluaran tidak berhenti sampai di situ. Massa mustahil datang dengan sendirinya dari rumah mereka masing-masing ke lapangan. Perlu ada orang-orang yang menggerakkan, mengkoordinir, dan membujuk mereka untuk mau hadir. Urusan teknis seperti ini biasanya dikerjakan oleh fungsionaris partai cabang, entah DPD atau DPC. Untuk itu, tentu, diperlukan dana.

Pertanyaan, dari mana partai politik mempunyai dana sebesar T-T-an, bukan lagi M-M-an?! "Oh, dana partai kami berasal dari sumbangan sukarela anggota, para kader, dan simpatisan," begitu kilah basa-basi pimpinan partai jika ditanya watawan, sebuah pernyataan yang bisa dipastikan bohong alias ngibul.

Parpol di Indonesia -untuk bisa memenangkan "peperangan"- harus "berkoalisi" dengan pengusaha besar alias cukong/konglomerat. Di Amerika, seorang politisi bisa sepenuhnya mengandalkan dana kampanye dari acara fund raising. Para pengusaha dan orang-orang ternama diundang dalam jamuan makan siang atau malam malam. Lalu calon memaparkan visi-misi dan kebijakannya jika terpilih, kemudian dari mereka diminta donasi. Di Indonesia, cara fund raising tidak populer. Orang kaya tidak mau tampil di publik dengan sorotan kamera pers. Takut nanti diincar petugas pajak. Yang lazim dilakukan oleh pimpinan parpol adalah mendekati satu atau dua konglomerat, minta dukungannya. Setelah itu, mereka diminta "mengkoordinir" urusan pendanaan.


Peta Politik

Bagaimana "peta politik cukong" Indonesia menghadapi Pemilu 2009? Sebelum menjawab pertanyaan ini, sebaiknya kita mengkaji dulu siapa calon presiden kuat sekarang. Ada lima capres kuat: Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Megawati, Jusuf Kalla (JK), Sultan Hamengku Buwono X, dan Prabowo Subianto. Dari kelima calon ini, hanya Prabowo yang tampaknya mengandalkan pendanaannya dari diri sendiri. Sultan? Raja Yogyakarta ini tidak terlalu banyak koneksinya dengan cukong. Tentu, saya kenal satu atau dua bos besar yang sangat "simpati" pada pencalonan Sultan. Kepada salah satu "pembantu dekat" Sultan, saya pernah bertanya: "Dari mana logistiknya? Ia menjawab: "Sultan kaya, Pak, dari warisan!"

Jusuf Kalla dari sono-nya memang sudah kaya. Dia saudagar besar. Ayah dan kakeknya menjadi pengusaha sukses. Ditambah dengan beberapa konconya yang juga pengusaha besar, maka logistik JK tidak perlu diragukan.

Bagaimana dengan Megawati? Pada Pemilu 2004, perang terjadi antara PDI-P dan Partai Golkar. Kedua partai politik ini sama-sama kuat, sama-sama mendapat dukungan "logistik" besar dari banyak pengusaha. Suaminya diketahui pengusaha sukses. Wajar jika ia memiliki hubungan dekat dengan sejumlah konglomerat. Karena Megawati adalah mantan Presiden RI, sah-sah saja jika ketika itu tidak sedikit konglomeat yang "merapat" ke PDI-P. Persoalannya, apakah mereka masih setia kepada Mega?

Dari kelima capres itu, dari sudut "logistik" SBY dikabarkan paling perkasa. Sejumlah cukong besar mendukung pencalonannya kembali. Chairul Tandjung dan Antony Salim, disebut-sebut dekat dengan Cikeas. Perhatikan juga ketika digelar acara peringatan Tahun Baru Imlek pada Februari yang lalu. Puluhan pengusaha besar berdiri di belakang SBY di atas panggung. Mereka meneriakkan slogan khas SBY. Secara simbolik -menurut teori interaksi simbolik- adegan itu memiliki meta-meaning yang amat dalam jika dikaitkan dengan Pemilu 2009.

Penulis adalah pengamat politik, dan pakar komunikasi politik

Dualisme Pileg - Pilpres

 
2009-03-30
Dualisme Pileg - Pilpres

Christianto Wibisono

Pada zaman kejayaan Orde Baru, Oom Liem memberikan komentar jitu. "Dia tidak takut bahwa bisa atau akan ada gerakan ekstrem kanan, selama ABRI masih kompak. Yang dia takuti sangat berbahaya ialah bila ABRI sampai pecah." Dan kata-kata Oom Liem terbukti ketika pada 14 Mei 1998 rumahnya dibakar massa karena ABRI tidak kompak. Karena Wiranto bersaing dengan Prabowo, karena ABRI tidak kelihatan ketika anarki merajalela dan terbukti sebagian oknum ABRI terkait dengan aksi anarki.

Tragedi Mei menjadi bumerang bagi siapa pun yang menjadi aktor intelektualnya, karena memang tidak ada lagi kekompakan di Cendana dan Cilangkap. Ketika aparatur negara, penjaga dan penjamin keamanan terkeping dalam klik-klik yang memang sengaja diadu-domba dan dipelihara oleh sang kaisar untuk mempertahankan posisi onmisbaar (tidak tergantikan oleh siapa pun), maka saat itu terjadi failed state, negara gagal dalam melindungi warganya yang dijarah, diperkosa, dan dibantai.

Selama 64 tahun merdeka, Indonesia tidak sepi dari konfllik intra elite pada puncak kekuasaan yang menghalalkan segala cara, termasuk menculik dan membunuh lawan politik. Itu sebabnya, Bung Karno lebih suka ditawan Belanda daripada mengambil risiko mati di tangan lawan politik bangsa sendiri, seperti Tan Malaka. Seandainya Bung Karno "bergerilya" belum tentu dia tidak mengalami nasib seperti Amir Syarifudin, mantan Perdana Menteri Republik Indonesia, yang tewas ditembak dalam status pemberontak. Di Indonesia, tidak pernah ada political come back, kembalinya pemimpin setelah kalah dalam suatu pemilu. Sebab selama 53 tahun hanya dipimpin oleh dua presiden, dari 1945 -1998.

Perebutan kekuasaan antarelite biasanya dilakukan melalui parlemen pada periode 15 tahun pertama, yang memakai sistem parlementer. Setelah dekrit kembali ke UUD 1945 pada 5 Juli 1959 dan Bung Karno membubarkan DPR, maka sistem otoriter dengan presiden yang cenderung menjadi diktator sangat berakar. Dengan manipulasi prosedur, Soeharto memakai pemilu bohongan yang sudah diatur hasilnya, karena tidak pernah boleh ada oposisi dan calon lawan politik muncul, kecuali direstui oleh Soeharto sebagai pajangan demokrasi. Karena itu, pemilu Orde Baru 1971, 1977, 1982, 1987, 1992 dan 1997, adalah pemilu yang direkayasa, yang hasilnya selalu memilih kembali Soeharto sebagai presiden pada Sidang Umum MPR tahun berikutnya.

Diktator ternyata memang sulit digulingkan dari luar, dan akhirnya memang akan ada orang dalam, bekas loyalis penjilat yang kemudian berhianat, pola Brutus Ken Arok. Pada Maret 1998, Harmoko mengangkat Soeharto kembali, tapi Mei justru membanting Soeharto. Dan Habibie dengan gesit langsung hinggap di kursi presiden, membuat Soeharto tidak pernah memaafkan sampai akhir hayat diktator malang itu.

Rezim Tertutup
Dalam rezim tertutup, banyak pergolakan yang sulit diungkap, kecuali menunggu setelah pelakunya almarhum. Dalam alam reformasi, para pelaku politik berani dan tidak sungkan mengungkap konflik secara terbuka. Buku tentang tragedi Mei 1998 dalam pelbagai versi oleh Habibie, Prabowo, Wiranto, Kivlan Zein, Sintong Panjaitan, dan Laporan TGPF muncul bagaikan jamur pada musim hujan. Setelah Soeharto lengser, maka ternyata rezim Orde Baru penuh dengan pertarungan intra elite yang tidak kalah serunya dari demo di jalanan terbuka.

Konflik antara jenderal yang dekat dengan Soeharto diawali dengan penyingkiran jenderal-jenderal, seperti: Kemal Idris, HR Dharsono, dan Sarwo Edie oleh Alamsyah - Ali Moertopo.

Kemudian Alamsyah sendiri terlempar jadi dubes di Belanda, sedang Soemitro terpental karena Malari dan Ali Moertopo hanya bertahan satu periode jadi Menpen. Jenderal M Yusuf hanya jadi Menhankam/Pangab satu periode, sedang Wijoyo Suyono terhenti di Kaskopkamtib, karena Soeharto tidak suka ada jenderal Jawa yang potensial jadi capres pengganti. Sudomo jadi Pangkopkamtib, karena bukan jenderal Angkatan Darat.

Semua upaya Soeharto adalah adu-domba antara jenderal supaya dia tetap bertahan di puncak. Benny Moerdani tidak suka Sudharmono jadi Wapres dan menggerakkan John Naro dari PPP untuk menantang dalam pemilihan wapres di SU MPR 1988. Ketua Fraksi ABRI di MPR 1993 mencalonkan Try Sutrisno jadi wapres, tanpa restu Soeharto yang marah besar, sehingga Hartas tidak jadi menteri seperti tradisi Kasospol pendahulunya. Tekad Soeharto untuk mengangkat Habibie tetap dilaksanakan 1998 dan kemudian Soeharto menyesal, karena Habibie menjadi Brutus terhadap dirinya sendiri.

Pergolakan internal elite ABRI itu baru terungkap setelah para jenderal dan Soeharto lengser termasuk kiat Soeharto memecat Ibnu Sutowo, memusuhi Ali Sadikin, Letjen M Jasin, serta Jenderal Besar AH Nasution. Semuanya dibungkus dengan slogan persatuan dan kesatuan tentara, tapi elitenya penuh persaingan dan permusuhan sengit yang biasanya diledakkan dengan meminjam tangan pihak ketiga. Mungkin saja ada kepentingan politik sesaat, tapi kemudian tersesat jadi anarki dan menimbulkan korban rakyat jelata mulai dari Malari sampai penjarahan Mei 1998.

Rekam Jejak
Masa lalu ini tidak boleh terulang. Itulah sebabnya seruan PGI - KWI agar pemilih mewaspadai rekam jejak elite partai dan capres sebelum menjatuhkan pilihan pada 9 April. Elite yang bermental status quo telah membuat regulasi yang mengakibatkan rakyat terjebak pada dualisme dan kohabitasi "kumpul kebo" sistem presidensial dan parlementer. Calon independen tidak bisa muncul, partai dikuasai oligarki yang mewarisi pola kepemimpinan manunggal Soeharto. Partai bersifat kultus individu, pendiri, Pembina identik dengan partai, tidak mungkin muncul calon alternatif dari dalam struktur kepartaian.

Ketua umum otomatis jadi capres, seperti ketua umum parpol dalam sistem parlementer yang otomatis menjadi perdana menteri. Padahal, dalam sistem presidensial dengan pemilihan langsung, mekanisme internal partai juga harus terbuka untuk memungkinkan aspirasi segar menguak dari hierarki partai. Obama muncul dari bawah mengalahkan para senior, karena tidak ada ketua umum partai yang memonopoli posisi capres sebagai prerogatifnya. Inilah amburadulnya "kumpul kebo" presidensial parlementer.

Secara praktis pemilih Indonesia dihadapkan pada dilema ingin memilih capres yang secara individu popular (SBY), tapi kendaraan politiknya mirip "bemo". SBYmirip pembalap mobil Formula 1, tapi rakyat tidak sreg dengan partainya. Sementara Jusuf Kalla, dalam survei, tingkat elektabilitasnya rendah, tapi Golkar ibarat mobil balap klasik yang sudah menang terus-menerus dalam balap pemilu meskipun dulu secara monopoli.

Pemilu tinggal 10 hari lagi, jadi tidak mungkin lagi mengejar suatu formula duet yang bisa memantapkan para pemilih agar menjatuhkan suara kepada duet kepresidenan yang ideal. Seandainya saya adalah SBY maka saya tidak akan ragu-ragu untuk mengumumkan cawapres justru sebelum Pemilu legislatif 9 April. Sekaligus mentransformasikan Partai Demokrat untuk menjadi Forum Masyarakat Indonesia (Formasi) yang menampung 30 juta golongan putih agar tidak ragu memilih SBY. Secara individual SBY adalah capres terkuat dan tidak perlu politicking untuk terpilih kembali.

Pada sarapan pagi di Washington DC, saya mengatakan bahwa sebagai presiden termin kedua harus berani meninggalkan legacy, yang akan tercatat kinerja prima dalam sejarah.

Tidak perlu terlalu "takut dengan DPR yang tidak bersih" yang citranya terpuruk, tapi harus langsung terjun ke rakyat seperti Obama menjual idé APBN-nya langsung ke rakyat. DPR tidak bisa seenaknya lagi "membajak" dan "menyandera" eksekutif.


Penulis adalah pengamat masalah nasional dan internasional

Kata Permadi : SBY=Bencana, Bukan Mistik Tapi Fakta

Politik
30/03/2009 - 10:44
Raden Trimutia Hatta
SBY
(inilah.com/ Raya Abdullah)

INILAH.COM, Jakarta - Entah berhubungan atau tidak, sejak SBY terpilih sebagai Presiden RI, ada saja bencana yang menimpa Indonesia. Di awal pemerintahan terjadi tsunami di Aceh, di akhir pemerintahan ada tsunami kecil di Situ Gintung.

Banyaknya bencana di masa pemerintahan SBY sempat menjadi bisik-bisik klenik. SBY dikatakan banyak paranormal tidak bersahabat dengan alam, sehingga Indonesia kerap ditimpa bencana. Mulai dari tsunami, gempa, banjir, dan bencana alam lainnya.

"Tidak usah nebak-nebak. Terlepas itu mistik atau klenik, yang pasti faktanya kalau SBY yang memimpin akan selalu ada bencana yang menimpa negeri ini," kata Permadi yang dikenal sebagai paranormal Jawa kepada INILAH.COM di Jakarta, Senin (30/3).

Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra ini mengatakan, berdasarkan buku berjudul 'Bencana Bersama SBY' yang ditulis budayawan Betawi Ridwan Saidi, ada ratusan bencana yang menimpa Indonesia sepanjang kepemimpinan SBY.

"Enggak usah diterawang, itu sudah jelas sebagai bukti bahwa sepanjang pemerintahan SBY bencana datang," ujarnya.

Bencana yang terjadi sepanjang kepemimpinan SBY diawali dengan terjadinya kecelakaan tabrakan beruntun di tol Jagorawi November 2004 lalu. Dalam insiden itu tercatat sebanyak 6 mobil bertabrakan yang menewaskan 6 orang dan 10 orang luka-luka. Kemudian terjadi juga gempa yang menimbulkan tsunami di Aceh, hilangnya pesawat AdamAir, gempa Yogyakarta, hingga jebolnya tanggul Situ Gintung di akhir-akhir kepemimpinan SBY.

"Kalau orang Jawa melihat itu sebagai sebuah pertanda yang kurang baik. Tanpa perlu saya jelaskan kurang baiknya seperti apa sudah dibuktikan oleh bencana-bencana yang datang selama lima tahun kepemimpinan SBY," imbuhnya. [mut/ana]

Kartun Situ Gintung

<img sc=http://inilah.com/data/berita/foto/94067.jpg />

<img src=http://inilah.com/data/berita/foto/94364.jpg />

Caleg PKS-PPP Paling Banyak Poligami

Caleg PKS-PPP Paling Banyak Poligami

Vira Sahara

INILAH.COM, Jakarta - Solidaritas Perempuan Indonesia menepati janjinya mengumumkan hasil
temuan caleg dan politisi parpol yang merupakan pelaku dan pendukung poligami. Politisi PKS
dan PPP bersaing ketat dalam temuan tersebut.

Dalam pernyataan tertulis yang dibagikan, SPI baru mendapatkan 11 nama politisi yang
merupakan pelaku dan pendukung poligami.

Berikut nama-namanya:

1. Akhmad Muqowam dari PPP (Ketua DPD PPP dan Ketua Komisi V), status pelaku poligami.

2. Endin J Soefihara (caleg DPR RI Jabar no urut 1), status pendukung poligami karena pernyataannya di Kontan 1 Maret 2003,
"masa poligami kekerasan, perempuan senang kok dijadikan istri kedua, hahaha..."

3. H Syahrizal D dari FPPP (caleg DPR RI Dapil Riau I no 6 dan Ketua FPPP DPRD Riau), status pelaku poligami.

4. Usamah Muhammad Al Hadar FPPP (anggota Komisi I DPR, caleg no 1 DPR RI dapil 2 Jatim) - Dalam sebuah pertemuan dengan Komnas
Perempuan Usamah menyatakan, "poligami bukan hal yang negatif. Saya setuju poligami". Usamah menambahkan, jumlah wanita di Indonesia
sekarang lebih banyak dari jumlah pria. "Kalau satu pria kawin satu, ada yang nggak kebagian."

5. Dr H Daud Rasyid MA (caleg PKS untuk DPR RI dapil Sumut III no 2), status pendukung poligami karena menjadi pembicara
utama dalam penganugerahan Poligami Awards di Hotel Aryaduta 24 Juli 2003.

6. Didin Amaruddin (Wakil Bendahara Umum DPP PKS), status pelaku poligami.

7. Tifatul Sembiring (Presiden PKS, caleg DPR RI dapil Sumut I), pelaku poligami.

8. Anis Matta (Sekjen PKS, caleg DPR dapil Sulsel I), pelaku poligami.

9. Zulikifliemansyah (Waka FPKS caleg DPR RI dapil Banten), pelaku poligami.

10. Effendi Choirie (caleg PKB), pendukung poligami karena menolak revisi PP No 45 tahun 1990, revisi PP No 10 tahun 1983 tenyang izin perkwainan dan
perceraian bagi PNS.

11. AM Fatwa dari PAN (Wakil Ketua MPR, calon anggota DPD Jakarta), pelaku poligami.

[ana]

--------------------------------------------------
Notes :
Poligami sah saja asal saat menjalankannya sesuai dengan syariat.
Bukan sembunyi-sembunyi dan malu ketahuan atau mengakui.
Ya nggak?

Pelajaran dari Tragedi Situ Gintung

 

Pelajaran dari Tragedi Situ Gintung

Sabtu, 28 Maret 2009 | 00:25 WIB

Tak ada bencana yang ditimbulkan oleh penyebab tunggal. Sebuah bencana pasti terjadi karena rangkaian sebab-akibat, yang kemudian memuncak menjadi tragedi. Itu pulalah yang terjadi pada jebolnya bendungan Situ Gintung di Ciputat, Tangerang, Banten, kemarin. Tragedi ini harus menjadi pelajaran bagi semua pihak. Tidak hanya pelajaran bagi pemerintah, khususnya departemen teknis yang bertanggung jawab atas konstruksi bendungan, tapi juga bagi masyarakat sekitar.

Tragedi ini memang tak pernah diduga. Siapa mengira danau seluas 23 hektare yang selalu tenang dan menjadi favorit bagi para penggemar memancing itu akan murka. Apalagi posisi danau ini boleh dibilang masih tergolong di kota, bukan di pedalaman, yang biasanya jarang mendapat perhatian dan perawatan. Tapi itulah yang terjadi. Danau ini jebol setelah tak kuat menahan limpahan air akibat hujan deras beberapa hari sebelumnya. Ratusan rumah musnah, korban jiwa sampai tadi malam sudah mencapai angka lebih dari 50 orang.

Sebetulnya limpahan air tak akan mampu menjebol bendungan andai saja pihak yang bertanggung jawab lebih teliti merawat bendungan ini. Benar, ini merupakan bendungan tua. Dibangun pada 1933 oleh pemerintah Belanda, bendungan ini sejatinya cukup kukuh. Buktinya, berpuluh-puluh tahun menjalankan fungsinya sebagai penampung air hujan dan saluran irigasi, bendungan ini tak pernah menimbulkan masalah.

Masalah mulai muncul ketika area di sekitar bendungan makin padat oleh permukiman. Bagian lereng bendungan yang seharusnya bebas dari bangunan sudah penuh oleh perumahan. Akibatnya, struktur tanah penahan bendungan melemah. Kondisi makin parah karena batu-batu fondasi bendungan satu demi satu dicuri untuk bahan membangun perumahan.

Bahkan aktivitas rekreasi, yang membuat bendungan ini menjadi hidup, ternyata ikut merusak struktur kekuatannya. Ini terjadi karena sempat dibangun area joging dengan "merapikan" lereng bendungan sehingga menjadi lebih tipis dari seharusnya. Maka jebolnya bendungan tinggal soal waktu. Bahkan dua tahun lalu, bendungan ini sudah menunjukkan tanda-tanda akan runtuh. Warga sekitar sempat melapor ke Dinas Tata Air, namun tak pernah mendapat perhatian, sampai akhirnya tragedi itu terjadi.

Kita mendapat pelajaran penting dari tragedi ini. Apa yang terjadi di Situ Gintung adalah kombinasi dari faktor perawatan konstruksi bendungan yang lemah, pengawasan yang nyaris tidak ada, tata pengaturan bangunan yang tak terkontrol, dan vandalisme oleh masyarakat sekitar. Hujan lebat akhirnya hanya menjadi faktor pemicu. Dengan kata lain, bendungan itu hancur bukan oleh faktor alam, melainkan oleh kelalaian manusia.

Pelajaran itulah yang harus dipetik pemerintah dan masyarakat. Di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi saja terdapat sedikitnya 210 buah situ, bendungan sejenis. Sebagian besar situ tersebut merupakan peninggalan Belanda. Satu demi satu bendungan itu, terutama yang konstruksinya mirip Situ Gintung, harus dicek ulang untuk memastikan tak akan terjadi bencana serupa. Momentum ini seharusnya juga dimanfaatkan untuk menginventarisasi dan memfungsikan kembali situ-situ, yang sebagian besar tidak lagi terawat, bahkan telah punah.

Pemilu 2009: Masyarakat Materialistis Atau Caleg Money Politik?

 
Pemilu 2009: Masyarakat Materialistis Atau Caleg Money Politik?

 Oleh : Harry Veryanto Sihite

 

Pemilihan umum yang di jadwalkan berlangsung 9 April 2009, membuat rasa penasaran terhadap para caleg yang bertarung di pemilu nanti.

Seperti biasa setiap pemilih akan melakukan hak pilihnya secara langsung di tiap-tiap TPS yang sudah di tentukan. Banyak argument akan pemilihan kali ini, apakah pemilihan ini akan mensejahterakan atau malah menyengsarakan masyarakat, atau bahkan pemilu kali ini hanya procedural semata yang bisanya hanya  menghabiskan anggaran triliunan rupiah. Argument seperti itu bukan hanya dari kalangan pengamat politik saja akan tetapi masyarakat awampun berpendapat demikian.

Para calon legislative (caleg) yang mencalonkan diri berasal dari berbagai kalangan dan berbagai profesi, demokrasi yang tiada batas membuat banyak pihak turut ambil bagian dalam pencalonan kali ini, tidak penting sebuah kualitas akan caleg tersebut asalkan ijazah SMA telah mereka kantongi yang merupakan salah satu syarat utama untuk pencalonan.
Jadi tidak jarang terdengar ucapan dari berbagai masyarakat yang mengatakan apakah mereka mengerti akan dunia politik, apakah mereka layak jadi wakil rakyat  atau apakah nantinya mereka-mereka mampu melaksanakan tanggungjawabnya sebagai wakil rakyat. Beribu keraguan akan kualitas dan akuntabilitas dari  Caleg tersebut pun bermunculan melihat keseharian mereka yang tidak pernah bersentuhan dengan politik.

Pada umumnya, berbagai profesi dari para caleg tersebut juga bermacam-macam mulai dari petani, pengusaha, pedagang, nelayan, supir dan lain sebagainya yang tidak ada hubungan dan pengalamannya dengan dunia politik, memang tidak jarang juga caleg yang berpendidikan diploma, strata, dan pendidikan tinggi lainnya, akan tetapi permasalahannya apakah mereka mempunyai pengalaman di dunia politik? memang pada dasarnya itu sudah lebih baik dari caleg lain yang hanya mempunyai pendidikan SMA.

Money Politik

Disamping semua itu yang menjadi sorotan tajam adalah sistem kampanye dari pada Caleg tersebut yang tidak bersifat mendidik atau membangun, yang terjadi malah merusak moral dan pola pikir masyarakat. Sistem kampanye para caleg ini kerap kali menjadi bahasan perbincangan di tengah-tengah masyarakat, ataupun bagi para pengamat politik.

Pada umumnya Caleg DPRD TK II/kab,kota, DPRD TK I/propinsi DPD dan caleg DPR-RI mempunyai sistem atau metode kampanye yang hampir sama yaitu dengan sistem money politik yang sangat luar biasa. Misalnya saja di daerah kabupaten/kota money politik terlihat sangat kontras, para caleg langsung membeli suara dari tiap masyarakat dengan cara membagi-bagikan uang tunai pecahan lima puluh ribu sampai seratus ribu rupiah untuk perorangnya, sungguh sangat luar biasa bukan?

Bukan hanya itu syukuran besar-besaranpun di buat guna memperoleh suara terbanyak di pemilu nanti. Sistem seperti ini memang sangat di sukai orang, khususnya masyarakat awam yang kehidupannya di lengkapi dengan penderitaan kemiskinan. Bahkan orang-orang seperti ini mengharapkan maunya pemilu di laksanakan sebulan sekali. Mengapa tidak, karena hanya di saat seperti ini mereka memperoleh penghasilan tambahan dari para Caleg tersebut.

Sehingga tidak jarang satu orang pemilih mengikuti syukuran dan menerima uang dari dua orang atau bahkan tiga orang caleg yang berbeda, mereka tidak berpikir jauh akan perbuatan tersebut. Kampanye seperti ini jelas merusak moral bangsa menjadi bangsa yang materialistis. Yang menjadi sangat aneh yaitu mengapa setiap orang mau menerima pemberian dari setiap caleg yang menawarkan pemberian tersebut? Bukankah nantinya mereka menjadi bingung menjatuhkan pilihan, atau jangan-jangan mereka menjadi Golput karena bingung dengan fenomena siraman uang tersebut.

Masyarakat Materialistis

Fakta ini memunculkan pertanyaan, benarkah masyarakat kita materialistis? Pola pikir masyarakat yang mengatakan, siapa caleg yang memberi uang dengan jumlah yang paling besar maka akan menjadi pilihan di saat pemilu nanti. Bukan hanya caleg DPRD TK II akan tetapi caleg DPRD TK I,  DPR RI dan DPD pun turut meramaikan pembagian uang tersebut secara kontras dan terang-terangan. Kampanye kali ini seolah berubah menjadi sebuah pasar tempat jual beli, dimana suara masyarakat menjadi objek jual beli

 Apa yang menjadi alasan masyarakat menerima uang dari setiap caleg yang menawarkan uang itu? Mungkinkah itu semata-mata karena kodrat manusia yang haus akan uang karena juga di desak berbagai kebutuhan, atau mungkin juga itu sebuah kekesalan masyarakat akan kinerja wakil rakyat selama ini, masyarakat berpikir bilamana mereka telah duduk di tahtanya otomatis mereka akan lupa terhadap janji-janji dan harapan-harapan yang telah mereka orasikan, kedekatan semasa kampanye akan berakhir secara spontan, jadi masyarakat seolah berpikir ada baiknya para caleg di manfaatkan sewaktu masa kampanyenya.

Bilamana hal seperti ini membudaya di sela kehidupan bangsa ini,  maka jelaslah bangsa kita akan tidak beradab dan bermoral, wakil kita di parlemen nantinya adalah sekelompok orang yang terpilih karena memiliki uang paling banyak semasa kampanye yang kualitas dan akuntabilitas mereka tidak teruji. Malah bisa jadi sistem pemerintahan kita akan lebih parah dari sekarang ini.

Jadi untuk itu, bagi kita masyarakat pemilih gunakanlah hak pilih kita sebaik mungkin, jangan  mau di iming-imingi oleh para caleg yang tidak bertanggung jawab, tolak dengan tegas money politik yang meremehkan martabat dan jiwa kebangsaan kita, jangan anda berharap mereka akan tinggal diam akan uang mereka yang telah banyak habis semasa kampanye.
Perlu di ingat bahwa mereka akan menutupi kerugian semasa kampanye itu dengan uang kita sendiri juga, bilamana mereka terpilih nantinya, aspirasi yang kita suarakan tidak akan di respon oleh mereka, mengembalikan uang yang habis semasa kampanye menjadi prioritas utama mereka. Untuk itu pilihlah calon yang benar-benar pro terhadap rakyat yang memiliki kualitas dan akuntabilitas yang tinggi, berjiwa kebangsaan dan yang takut akan Tuhan.***

Penulis Adalah Peneliti pada Center of Law and Democracy Studies (CLDS), bermukim di Medan.

Kampanye si Dagangan Politik

 
Kampanye si Dagangan Politik

Oleh : Drs Safwan Khayat, MHum

Lima tahun lalu, rakyat memilih calonnya untuk duduk di kursi legislatif.

Sungguh sebuah kursi elitis yang bahan baku terbuat dari  suara rakyat, alas busa kekuasaan dan sandaran partai. Bungkusannya dilapisi kain politik yang diperindah dengan jahitan bordiran negosiasi. Semua mata "takjub" melihatnya, bukan karena indahnya tapi nilainya yang penuh ditaburi rupiah. Alangkah gemerlapnya bila seseorang menduduki kursi itu yang lengkap dengan fasilitas lainnya.

Tak sedikit pula rekening kontan mata uang rupiah untuk mendapatkannya. Itu pun tak cukup, harus ditambah pula dengan rekening giro janji-janji. Giro janji itu ada yang berjangka 6 bulan, 12 bulan hingga periodesasi 5 tahun. Giro janji itu digunakan untuk perbaikan jalan, pendidikan, kesehatan hingga rumah ibadah. Walau ada yang giro isi, tetapi tak sedikit giro kosong alias janji kosong. 

Kursi ini di beli bukan di toko mebel atau gallery perabotan, tetapi dengan perjuangan kekuatan dan kekuasaan. Ruang pemasaran di buka dengan memasang gambar wajah harap, kata pilih, doa dan dukungan. Kursi pun dipasarkan di arena dagang politik secara terbuka. Si penjual mulai membentangkan dagangannya dengan menggenggam alat pengeras suara sambil berkata lantang. Mereka berharap dagangan politiknya laku terjual hingga orang berbondong-bondong menjatuhkan sikap belinya kepada si pedagang politik. Sungguh nyaris sama bagaikan bang Samirin ketika menjajaki dagangannya dengan obralan ekonomi di pasar.

Massa tumpah ruah di pasar politik yang telah di gelar. Kerumunan massa menuju titik kumpul yang telah di tentukan jadwal dan tempatnya. Beragam atribut berseleweran di jalanan persis seperti pawai karnaval yang mengundang perhatian massa. Teriakan, dan yel-yel lebur dalam sorakan ambisius tanpa memperdulikan keadaan sekitarnya. Jalanan macet karena dirambah padatnya kenderaan. Hukum lalu lintas ditabrak bias dari konvoi kenderaan aksi massa partai. Ada yang bergantungan di atas kenderaan mobil angkutan, pengemudi sepeda motor yang tak pakai helm, terobos lampu merah (traffic light), konvoi sambil berteriak terkesan menimbulkan sikap gaduh di jalanan dan sedikit mengganggu kenyamanan bagi pengguna jalan raya.

Kini kampanye telah di gelar dengan olahan kata yang dirangkai bagai puisi salju yang digerai di panggung politik. Tak satu kata yang tersisa, tak sedikit janji yang terucap. Tak ada kata yang berbilang semua lebur dalam dagangan politis yang dikerumuni massa. Orasi menjadi senjata utama guna meyakini produk dagangannya. Strategi, teknik dan taktik (Stratak) beragam pola yang penting dagangan laris terjual.

Terkadang  sengaja atau tidak, ucapan pembusukan atas produk lain keluar tanpa pengawasan. Kemampuan berorasi menjadi senjata bagi sang penjual (juru kampanye) menyerang lawan politiknya. Etika, norma dan adab tak lagi bertahta sebagai basis kekuatan moral, tetapi yang muncul kental nuansa kepentingan untuk menang.

Rangkaian kata tersusun rapi, puisi yang di cipta terucap syahdu dan ayat-ayat Tuhan ikut terbawa dilantunkan hikmad. Semua itu menjadi "Stratak" yang direncanakan secara sistematis dan matang.

Kampanye bagian dari strategi mendulang suara. Ada yang digelar rapat umum atau kampanye terbuka, ada bentuknya tersembunyi dengan memberikan bantuan dengan pola dan jenis material tertentu. Kampanye metode dagangan politik dengan rekayasa modus yang disesuaikan dengan situasi. Berjuta uang habis terpakai, beribu orang turun ke jalan, beragam pola dilakukan demi mengejar setitik kepuasan. Berjuta janji terucap, berjuta harap pula di benak rakyat. Politisi tebar peduli, rakyat terpikat hati. Politisi mendapat kursi, rakyat terus menanti janji.

Kampanye bukanlah tujuan tetapi metode menuju tujuan. Kampanye hendaknya jangan melukai dan menyakitkan sebab perilaku itu melemahkan persatuan. Sampaikan yang benar walau tajam tapi tak melukai. Ajarkanlah rakyat berpolitik tanpa berniat mencabik-cabik. Politisi butuh suara, rakyat butuh murahnya harga. Politisi butuh kursi, rakyat minta bukti janji.
Hindari politik bagaikan membeli buah kuweni. Buah di pilih, di tekan dan di cium. Andai tak harum maka terbuanglah ia, jikalau harum maka dibeli buah itu. Bisa jadi, buah harum manis jika di buka isinya kelihatan busuk dan berulat. Terkadang buah yang di luar tajam kulitnya justru laris terjual yakni bagaikan buah durian dengan kulit yang tajam tetapi diminati banyak orang.

Gambaran buah ini tidak menjamin seseorang menyukainya. Bias jadi ada orang yang doyan kuweni, malah tidak suka bau durian apalagi memakannya. Tetapi cukup banyak pengagum durian walau kulitnya tajam melukai tangan. Jika buah itu matang dan andaikan rusak, tak ada durian busuk, yang ada durian asam. Tak ada kuweni asam, tetapi yang banyak kuweni busuk.
Agar tidak dapat buah yang asam dan busuk, pilihlah dengan cermat, teliti dan gunakan rasio memilih. Berkampanye tetap menjaga persatuan dengan memperkuat saling menghargai, menghormati dan tidak menyakiti. Harapan kita kualitas Pemilu tahun 2009 ini menghasilkan kualitas politisi yang beradab. Semoga..!!***

*Penulis, Alumni SMA Negeri 1 Medan, Alumni dan Dosen UMA, Alumni Pasca Sarjana USU Medan, , Email; safwankhayat@ yahoo.com. Website:http//Selalukuingat. blogspot.com

Golkar Bantu Korban Situ Gintung Rp 1 Miliar

Refleksi : Golkar kaya raya. Silahkan bantu  para korban  lumpur Lapindo
 
 

Golkar Bantu Korban Situ Gintung Rp 1 Miliar

By Republika Newsroom
Minggu, 29 Maret 2009 pukul 00:41:00
Golkar Bantu Korban Situ Gintung Rp 1 MiliarANTARA

JK di depan puluhan ribu massa Partai Golkar di Gelora Bung Karno, Sabtu (28/3)

JAKARTA -- Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar M Jusuf Kalla secara simbolis menyerahkan bantuan senilai Rp1 miliar bagi korban bencana jebolnya tanggul Situ Gintung yang diterima Gubernur Banten Ratu Atut pada kampanye terbuka di Stadion Gelora Bung Karno Senayan Jakarta, Sabtu. "Marilah kita semua memanjatkan doa untuk para korban Situ Gintung semoga arwahnya diterima Tuhan Yang Maha Esa," kata Ketum DPP Partai Golkar M Jusuf Kalla.

Dalam kesempatan itu, Kalla meminta puluhan ribu kader dan simpatisan Partai Golkar membacakan surat Al-Fatihah untuk mendoakan para korban dan keluarga yang ditinggalkan. Sementara bantuan dari DPP Partai Golkar senilai Rp1 miliar diserahkan secara simbolis kepada Gubernur Banten Ratu Atut.

Sebelumnya selaku Wakil Presiden M Jusuf Kalla mengunjungi lokasi jebolnya tanggul Situ Gintung, Jumat. Saat itu, Jusuf Kalla mengatakan pemerintah akan memberikan bantuan pembangunan rumah bagi korban akibat jebolnya tanggul Situ Gintung di Cirendeu, Tangerang."Pemerintah akan berikan bantuan untuk masyarakat dan santunan kepada warga yang meninggal," kata Wapres M Jusuf Kalla.

Dalam kesempatan itu Wapres atas nama pemerintah juga mengucapkan bela sungkawa kepada keluarga yang tewas. Pemerintah tambah Wapres akan memberikan santunan sesuai dengan aturan yang ada.

Sementara itu, mengenai tanggul yang jebol Wapres memerintahkan Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto segera membangunnya kembali. Menurut Menteri PU dana untuk pembangunan kembali tanggul akan menggunakan dana darurat. ant/kpo

Portal Berita Bantuan Hukum PRIMAIR ONLINE

Ada yang baru, mungkin berguna.

----------------------------------------------

Segera diluncurkan, Portal Berita Bantuan Hukum PRIMAIR ONLINE mulai 1 April 2009. Portal berita ini memadukan konsep jurnalisme dan advokasi hukum serta hak asasi manusia, dalam kemasan digital. Beritanya update, interaktif, tajam, dan tepercaya.

Kami merekomendasikan Anda untuk selalu melihat berita-berita yang kami sajikan di alamat www.primaironline.com. Anda juga dapat mengajukan pertanyaan, konsultasi, dan laporan seputar dunia hukum dan hak asasi manusia melalui redaksi PRIMAIR ONLINE.

Atas perhatiannya, diucapkan terima kasih.

Hormat kami,


Agustinus Edy Kristianto

Pemimpin Redaksi

(Tim Promosi Primair Online) Info lebih lanjut 021-3140024.

'Golden Triangle', Koalisi Dominan!

 
Minggu, 29 Maret 2009
BURAS
'Golden Triangle', Koalisi Dominan!

H. Bambang Eka Wijaya

 

"TIGA partai besar lama, Golkar, PDI-P, dan PPP sejak sebelum Pemilu Legislatif sudah membuat ancang-ancang untuk koalisi golden triangle--segi tiga emas!" ujar Umar. "Dari penegasan pihak terkait terbayang, koalisi ini bukan untuk bagi-bagi kursi kekuasaan! Tapi lebih bersifat ideologis, siapa pun yang berkuasa di eksekutif, kedua pihak lain mendukungnya dari parlemen--legislatif!"

"Ketiga partai memang jago lama, berpengalaman dalam hal itu sejak fusi partai politik 1970-an!" sambut Amir. "Kebetulan, ketiganya merupakan kekuatan politik dominan di masa lalu! PPP itu fusi dari Partai NU, Parmusi, Perti, dan PSII. Sedang PDI-P, lanjutan dari PDI yang merupakan fusi dari PNI, Murba, IPKI, Parkindo, dan Partai Katolik! Dan dalam praktek politiknya di masa lampau itu, saat Golkar yang berkuasa, PPP dan PDI memosisikan diri lebih sebagai sparring partner, meski tidak jarang mengibarkan bendera oposisi!"

"Sebagai kekuatan dominan masa lalu itu, ketiga partai pada Pemilu Legislatif 2004 meraih total suara 51 persen, dengan urutan juara satu, dua, dan empat, menjelang Pemilu 9 April 2009 ini juga belum berubah signifikan!" tegas Umar. "Hal itu terlihat pada pilkada di banyak kabupaten/kota dan provinsi, PDI-P dan Golkar gantian menang! Terkecuali--sekaligus kejutan--Pilgub Jawa Barat yang dimenangkan PKS-PAN. Sedang di Sumut, justru PPP yang menang Pilgub, didukung PKS!"

"Pada komposisi anggota DPRD Provinsi Lampung sekarang dominasi kekuatan golden triangle juga tecermin, 33 dari 65 anggota!" timpal Amir. "Itu menunjukkan golden triangle menjadi saingan yang tak ringan bagi kubu incumbent--SBY dan Partai Demokratnya, apalagi kalau partai-partai baru yang berpotensi meraih suara relatif berarti seperti Hanura, Gerindra, dan PKNU, dengan alasan tertentu tak mudah bergabung ke kubu SBY! Hanura dan Gerindra mungkin karena sama-sama jenderal, sedang PKNU tak mungkin bergabung ke koalisi yang di dalamnya ada PKB!"

"Pada sisi lain, banyak partai di luar kubu partai berkuasa yang secara ideologis maupun orientasi perjuangannya lebih dekat ke golden triangle!" sambut Umar. "Misalnya, PDS, PNI Marhaenisme, Pelopor, bahkan PBR meski okulasi dari PPP, ketua umumnya orang dekat Taufik Kiemas! Atau PDK, ketua umumnya dekat ke JK!"

"Tampak, golden triangle koalisi yang harus diperhitungkan, siapa pun saingannya!" tegas Amir. "Meski tetap harus diakui, bersaing dengan incumbent tidak ringan! Incumbent selalu punya comparative advantage--keunggulan bersaing, khususnya dalam memainkan program-program yang dibiayai APBN untuk selanjutnya diklaim sebagai program partai pendukungnya, atau malah program individunya! Sedangkan rakyat belum memahami, uang yang ditebar lewat program-program itu uang mereka sendiri--uang rakyat! Dikira, yang dibagi-bagi itu uang pribadi sang penguasa!"

"Anggapan rakyat yang sedemikian membuat golden triangle bisa kewalahan!" timpal Umar.***

Situ Gintung Jebol, Pemerintah Digugat

Refeleksi : Pemerintah akan pasti menang, seandainya  digugat  tanggung jawabnya, karena alpa melindungi  keselamatan  penduduk dari malapetaka berdasarkan  usulan  yang diajukan 3 tahun lalu. Kasus lumpur Lapindo yang sampai saat ini tak selesai adalah salah satu contoh.
 


Situ Gintung Jebol, Pemerintah Digugat

Sabtu 28 Maret 2009, Jam: 9:49:00
TANGERANG (Pos Kota) – Tanggul penahan Situ Gintung di Kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (27/3) subuh, jebol. Ratusan juta kubik air tumpah bagaikan banjir bandang menghancurkan dua ratus lebih rumah, menenggelamkan sedikitnya 58 nyawa manusia dan menghanyutkan puluhan mobil serta sepeda motor.

Warga menganggap peristiwa tersebut sebagai musibah yang harus diterima. Namun tak sedikit pula yang menilai bencana ini seharusnya tak perlu terjadi dan mereka siap menggugat pemerintah dan Pemda Kabupaten Tangerang. Pasalnya warga sejak 3 tahun lalu telah mendesak pemda setempat untuk memperbaiki situ tersebut.

"Perbaikan tanggul atau pondasi sekeliling situ yang mengaliri air ke anak Kali Pesanggrahan sudah diminta warga sejak tiga tahun lalu tapi tak pernah ditanggapi serius," tutur Yadi, warga Poncol, Cirendeu.

Ia pun mendesak pemerintah harus bertanggung jawab terhadap musibah ini. Menurut Yadi, kondisi tanggul Situ Gintung yang dibangun tahun 1923 itu memang sudah mengkhawatirkan dan mendesak untuk diperbaiki. Terutama saluran air di bagian bawah situ yang berperan mengalirkan air dari danau ke anak Kali Pesanggrahan.

"Kondisi tanggul susah sangat mengkhawatirkan karena sejak jaman Belanda belum pernah diperbaiki," kata Maruf, warga RT 01/08, Kel. Gintung, Ciputat, yang sudah 28 tahun lebih tinggal di pinggir situ.

Saluran air di bawah situ menjadi satu-satunya jalan mengalirkan air ke anak Kali Pesanggrahan jika debit air telah melampaui batas. Maka ketika hujan deras pada Kamis (26/3) melanda kawasan tersebut, danau yang berkapasitas 625 juta M3 itu tak lagi mampu menampungnya. Saluran di bawah situ pun amblas dan tanggul penahan situ setinggi 25 meter jebol.

Warga mengaku heran mengapa pemerintah tak tanggap dengan kondisi tanggul yang sudah dilaporkan itu. Parahnya, kata Ma'ruf, sejak setahun lalu sekeliling situ dibangun jalan setapak untuk jogging dan rekreasi yang diduga membuat tanggul semakin lemah.

"Dulu jika situ meluap, air bisa mengalir ke irigasi warga. Tapi akhir-akhir ini tak bisa lagi. Air hanya bisa keluar lewat satu jalan yaitu gorong-gorong di bagian bawah yang kondisinya sudah tua," katanya.

Warga di tiga kampung yang terkena terjangan air bah dari Situ Gintung ini yakni Kampung Gunung, Poncol dan Situ Gintung, juga meminta Pemda Kabupaten Tangerang bertanggung jawab atas segala kerugian yang diderita warga.

"Kami siap menuntut Pemda Kabupaten Tangerang agar secepatnya membangun rumah-rumah kami, tentunya setelah tanggul itu diperbaiki," kata Ny. Intan, warga perumahan Pratama Hill, Cirendeu, Ciputat.

Intan mengaku seluruh perabot rumahnya baik elektronik maupun kendaraan pribadi terendam air. "Untuk mobil mungkin masih bisa melalui asuransi, tapi rumah dan barang-barang lain bagaimana?" imbuhnya.

Slamet Daryoni, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta, mengatakan berbagai bencana yang ada akibat kelalaian manusia. "Alam dieksploitasi sedemikian rupa tanpa memperhatikan lingkungan,"katanya.

Ia menyebut berubahnya fungsi lahan hijau untuk bisnis dan permukiman mewah menyebabkan bencana di mana-mana. "Kita juga melihat betapa hutan di hulu sungai dibabat untuk pemukiman. Akibatnya ya banjir di mana-mana. Sudah saatnya, pemerintah mengatur masalah tersebut,"tandasnya.

Kasus jebolnya tanggul Situ Gintung, harus menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah

86 TAHUN BELUM PERNAH DIRENOVASI
Walikota Tangerang Selatan HM Shaleh yang ditemui di lokasi musibah menuturkan seputaran situ yang memiliki luas 21,4 hektar sejak tahun 2008 telah ditinggikan dan ditanami pohon oleh pemerintah pusat dengan memanfaatkan dana pencegahan banjir. Dananya mencapai Rp125 miliar untuk seluruh wilayah Jabodetabek. Namun, diakuinya, tanggul Situ Gintung yang usianya sudah 86 tahun itu tidak direnovasi. Sementara pejabat PU Pengairan Propinsi Banten, Win Maryono, mengutarakan sesuai perintah Menteri PU pintu air Situ Gintung yang jebol akan dibangun kembali. "Besaran anggarannya belum tahu, tetapi yang penting segera diperbaiki dahulu."

Menanggapi peristiwa ini, Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto, mengatakan pihaknya telah menugaskan tim pengaman bendung untuk mengevaluasi kondisi seluruh situ yang ada di kawasan Jabodetabek.

"Jumlah situ yang berada Jabodetabek mencapai lebih dari 200 buah," kata menteri usai meninjau Situ Gintung kemarin.

Djoko menegaskan tidak ada persoalan terkait dana penanganan darurat maupun permanen. "Departemen PU mempunyai cukup dana untuk melakukan kedua hal tersebut," jelasnya.

Menurut Kepala Balai Wilayah Sungai Cidurian-Cisadane Provinsi Banten, Djoko Suryanto, Situ Gintung tahun 2008 termasuk dari 11 situ yang direhabilitasi. Hanya saja, dalam skala kecil berupa perkuatan tepi situ, sebagai pengamanan dari longsor.

Menurutnya, Situ Gintung ini sedikit berbeda dengan kebanyakan situ-situ yang ada di Jabodetabek. Bedanya situ-situ lain tidak didesain sebagai bendungan, melainkan hanya tempat penampung air.

Perbaikan darurat terhadap jebolnya Situ Gintung dilakukan dengan menggunakan bronjong dan karung pasir. Sedangkan perbaikan permanen diperkirakan akan selesai dalam waktu satu tahun. "Saat ini karung-karung pasir dan bronjong sudah ada di lapangan, upaya penanganan darurat akan mulai dilakukan hari ini juga," kata Djoko Kirmanto.

BAGAIKAN TSUNAMI DI ACEH
Musibah jebolnya tanggul Situ Gintung digambarkan warga bagaikan tsunami kecil. "Saya merasa seperti tsunami di Aceh saja," kata Ny. Kardiah, 40, warga Poncol.

Wanita ini mengaku saat air bah meluluhlantakkan rumahnya, ia baru saja menunaikan salat subuh. "Habis salat saya bikin nasi goreng buat sarapan anak. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh keras sekali."

Ia sambil menggandeng anaknya lalu berlari menyelamatkan diri. Dari tempat yang lebih tinggi ia melihat arus air sangat deras dan tingginya mencapai 3 meter langsung menyapu apa saja yang ada di depannya.

Terjangan ratusan juta kubik air itu bahkan langsung meruntuhkan rumah bertingkat 2 milik Mulyadi yang berjarak 50 meter dari Situ Gintung. Selanjutnya ratusan rumah di RT01, 02, 03, dan 04 di RW 08 Kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat, yang berada di bawah situ sepanjang 2 kilo meter lebih itu tersapu begitu saja bagaikan sampah sungai.

TK Paud Muhammadiyah, Kampus STIE Ahmad Dahlan dan gedung rektorat dan sejumlah fakultas di Universitas Muhammadiyah juga diobrak-abrik oleh derasnya air bah termasuk rumah-rumah mewah di kompleks Cirendeu Permai, Perumahan Permata Hill dan Cirendeu Elok.

Teriakan minta tolong yang memilukan pun menggema bersamaan dengan menerobosnya air ke rumah-rumah penduduk. Setengah jam kemudian, ketika matahari mulai menampakkan sinarnya, barulah terlihat pemandangan yang menyedihkan.

Mayat-mayat terlihat nyangkut di pepohonan dan tertimpa reruntuhan rumah. Mobil dan motor terbawa arus hingga ratusan meter dan nyangsang di berbagai tempat seperti pohon atau atap rumah warga. Ratusan warga terlihat panik dan berlarian meyelamatkan diri.

Di antara puing-puing bangunan dan lumpur serta batu yang berserakan itu, dua buah mesjid yakni Attaqwa, Al Muhajirin, dan satu musala Nurul Iman ternyata masih berdiri kokoh.

Kerugian akibat musibah ini diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah. Korban yang meninggal dunia hingga pukul 21:00 tercatat 58 orang, 170 luka-luka dan puluhan orang masih dalam pencarian.

"Bagi warga yang rumahnya rusak akan diberi bantuan dana oleh pemerintah pusat. Untuk rumah permanen Rp30 juta dan rumah semi permanen Rp15 juta. Kita akan data dulu," kata Walikota Tangerang Selatan HM Shaleh.

KRONOLOGI KEJADIAN
o Pukul 14:00 – 18:00 Kamis (26/3) hujan deras mengguyur sekitar lokasi

o Pukul 19:00 air mulai naik memenuhi situ

o Menjelang malam, debet melimpasi tanggul

o Pukul 00:00 tanggul mulai tergerus dan retak

o Pukul 03:00 tanggul jebol, jembatan penahan ambrol. Sekitar satu juta meter kubik air bah dari Situ Gintung menerjang ratusan bangunan yang ada di bawahnya.

Indikator Parpol yang Tidak Pantas untuk Dipilih

Indikator Parpol yang Tidak Pantas untuk Dipilih

Ada sebagian dari kita rakyat Indonesia yang menanggapi pemilu ini dengan pesimistis. "Buat apa ikutan milih, paling juga hasilnya tettep aja seperti sebelumnya dipenuhi dengan korupsi, kolusi, serta nepostisme. Rusak!". Mereka menganggap proses pemilu adalah suatu kesia-siaan dan bahkan merugikan karena akan meneguhkan kedudukan para politisi busuk (dianggap bahwa semua politisi Indonesia telah terkena virus KKN semua, dan memang kenyataan membuktikan bahwa semenjak gaung reformasi beberapa tahun lalu tetap saja banyak politisi melakukan tindakan tidak bermoral).

 

Ada pula warga yang tidak mengikuti pemilu dikarenakan keyakinan bahwa aturan-aturan pemilihan pemimpin dengan cara pemilu tidak sesuai dengan keyakinan agama yang telah mempunyai aturan-aturan dan proses berbeda dengan apa yang dilaksanakan pemerintah. Akhirnya mereka berketetapan untuk tidak ikut pemilu.

 

Selain dua alasan diatas, ada pula alasan-alasan lain yang menjadi dasar warga untuk tidak ikutan memilih pada pemilu 2009 ini. Pada saat ini, keberadaan para warga yang tidak ikut pemilu ini semakin bertambah besar dan memunculkan jumlah golput yang cukup signifikan. Padahal, pemilu yang tidak diikuti mayoritas rakyat yang sebenarnya mempunyai hak pilih akan menciptakan pemerintahan yang rentan, rapuh, dan bahkan kurang legitimasi akibat kurangnya dukungan rakyat.

 

Pola-pola golput pada dasarnya adalah hak setiap warga negara, namun demikian akibat yang ditimbulkannya bisa lebih memperburuk situasi. Mari kita perhatikan saja, seandainya semua warga yang beralasan pesimistis tidak mau memilih (mereka sebenarnya orang-orang baik yang tidak mau menjadi pendukung keberadaan politisi busuk), ditambah lagi warga-warga lainnya dengan alasan masing-masing yang menjadikan mereka tidak mau mengikuti pemilu. Maka, tinggallah kemudian sebagian besar pemilih adalah dari kalangan orang-orang yang tidak tahu perpolitikan, dibodohi para politisi busuk untuk memilih mereka menduduki parlemen, bahkan mungkin ada yang dibayar untuk memilih mereka, maka apa jadinya negeri ini? Bisa-bisa makin rusak dan tidak terkontrol dengan baik. Yang kaya makin kaya karena menindas yang lemah yang pada saat pemilu tertipu janji-janji busuk para politisi, juga semakin banyak kerusakan dan kesengsaraan, kebodohan dan kemiskinan.

 

Kenapa demikian? Karena sebagian besar orang-orang baik dan bersih tidak mau ikut pemilu dan tidak ikut memilih politisi dari parpol yang terbaik diantara partai-partai yang ada. Dengan golput ini mereka akhirnya makin dimarginalkan dan disingkirkan oleh pihak-pihak yang tidak suka kebaikan, dan bahkan terkikis oleh penularan virus-virus jahat yang ditebarkan para pendukung kerusakan moral.

 

Kemudian muncul pertanyaan, "lantas kalaupun ikut pemilu, gimana mengetahui politisi mana yang pantas untuk dipilih dan parpol mana yang kira-kira tidak terlalu terkontaminasi kerusakan?"

 

Untuk itu, lebih baik kiranya untuk memilah-milah dengan jeli dan teliti parpol yang ada dengan memperhatikan tindakan-tindakan rusak mereka sebagai kriterianya. Kalau sekiranya kita membuat patokan berdasar kriteria ideal demi mendapat hasil yang optimal, maka sangat susah kita dapati parpol yang benar-benar bersih dari kerusakan. Untuk itu, cukup kiranya dengan indikator kerusakan yang ada, akan menjadi cerminan kemampuan mereka menata bangsa dan negara ini ke depannya. Indikator-indikator itu bisa kita peroleh dari berbagai tayangan media, memperhatikan sekitar kita, dan juga kabar-kabar yang beredar di masyarakat.

 

Pertama, perhatikan berita-berita yang ada, jika suatu parpol selama masa kampanye ini tidak mampu menjaga ketertiban peserta kampanye mereka, apalagi untuk menata negara, bisa amburadul. Jangan dipilih!

 

Kedua, jika suatu parpol selama kampanye mempertontonkan tarian penyanyi yang urakan dan erotis atau dengan kata lain tidak pantas dilihat masyarakat adat ketimuran, bahkan dilihat pula anak-anak kecil yang ikut serta ada di lokasi kampanye, berarti nantinya jika terpilih memimpin negara ini juga tidak mampu menata moral dan ketentraman rakyat dari hal-hal yang tidak etis. Jangan dipilih!

 

Ketiga, jika ada suatu parpol yang selama kampanye ini banyak mengeluarkan uang untuk sesuatu yang tidak sepantasnya demi menarik dukungan warga (money politic), maka parpol seperti ini jika benar-benar ditunjuk memimpin negara ini akan mlorotin rakyat karena menginginkan balik modal. Kalau diberi uangnya terima saja buat nambah uang saku, tapi jangan dipilih!

 

Keempat, jika para politisi pada suatu parpol itu banyak melakukan hujatan dan hinaan kepada pihak lain, maka seandainya terpilih maka haaya akan suka lempar batu sembunyi tangan, tidak bisa dipercaya dan suka membual saja, tidak punya solusi tapi menjegal lawan politiknya. Janji mereka pada saat kampanye juga hanya sekedar janji yang tidak mungkin akan ditepati. Mereka tidak mungkin akan memperhatikan rakyatnya. Jangan dipilih!

 

Kelima, jika pada masa kampanye politisi suatu parpol turun ke rakyat, bersih-bersih pasar (kampanye simpatik, katanya), kebetulan ada bencana datang lalu buka posko dengan menampilkan bendera mereka besar-besar, maka perhatikan track record-nya, apakah selain pada masa kampanye mereka juga turun ke lapangan membantu rakyat yang terkena bencana dan kesusahan atau diam saja. Jika ada partai yang diluar masa kampanye juga turun ke lapanagn membantu rakyat berarti bagus, tapi jika sekedar pada masa kampanye saja, maka jika terpilih nantinya maka mereka juga akan meninggalkan rakyatnya dalam kesusahan. Maka jangan dipilih!

 

Kalau ada indikator lainnya, silahkan ditambahkan dan dianalisis bersama demi masa depan kita semua.

 

Dengan semua indikator tersebut, kita dapat memperoleh pengetahuan tentang kebersihan dan kekotoran pada suatu partai, kepantasan dan ketidakpantasan untuk dipilih, kecenderungan memenuhi janji-janji mereka atau kecenderungan untuk tidak akan memenuhi janji-janji mereka. Ingat, jangan sampai kita termakan janji-janji palsu dan bualan busuk. Silahkan perhatikan setiap indikator yang ada dan semoga kita temukan partai politik yang diisi politisi yang bersih demi kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Amiin.

Bukan Saat Itu Saja Saya Akan Dicopot - Kapolda Jatim

Bukan Saat Itu Saja Saya Akan Dicopot


Herman S. Sumawiredja (GATRA/Deni Muliya Barus)Pergantian jabatan di kepolisian memang biasa. Tapi, kalau pergeserannya berdekatan dengan sebuah perkara, bisa menjadi luar biasa. Itulah yang dialami Inspektur Jenderal Herman S. Sumawiredja ketika dimutasikan dari jabatannya sebagai Kapolda Jawa Timur (Jawa Timur) ke perwira tinggi Mabes Polri (non-job), akhir Februari lalu.

Di tengah mutasi itu, alumnus Akpol 1975 ini justru mengajukan pengunduran diri dari anggota Polri, terhitung sejak awal Maret ini. Publik pun jadi bertanya-tanya. Apalagi, sehari sebelum serah-terima jabatan, Herman menyatakan Ketua KPUD Jawa Timur sebagai tersangka. Dan beberapa hari setelah serah terima jabatan kapolda, Mabes Polri menghentikan penyidikan dan mencabut status tersangka Ketua KPUD Jawa Timur itu.

''Saya sudah membangun fondasi penyidikannya,'' ujar Herman. Guna mengetahui duduk soal sesungguhnya, wartawan Gatra Taufik Alwie dan Deni Muliya Barus menemui Herman di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, Senin lalu, setelah konferensi pers digelar. Berikut petikannya:

Anda tahu akan diganti?
Begini. Saya dijanjikan masa kepemimpinan sampai habis, Mei tahun ini. Walaupun, pada Oktober lalu, saya dijanjikan untuk dimajukan menjadi calon Dirjen Bea dan Cukai. Saya tahunya, nama saya sudah dimajukan dari teman yang di pajak. Tapi kemudian muncul PP 35 bahwa saya diperpanjang sampai usia 62 tahun. Itu tidak masalah, karena saya tidak pernah meminta dan tidak menuntut serta tidak nyari apa-apa.

Kronologinya tiba-tiba. Saya tahu, saya dicopot karena soal itu (penanganan sengketa pilkada Jawa Timur). Saya tidak kecewa. Tapi saya mengerti kenapa saya dicopot. Yang mengecewakan sebetulnya sebelum saya dicopot. Saya ingin menyelesaikan sebelum saya sertijab (serah terima jabatan). Saya masih punya waktu dari Minggu sampai Rabu (15-18 Februari). Saya pikir, untuk menyelesaikan pekerjaan, yang menurut saya ini besar, yaitu membuat fondasi penyidikan.

Karenanya pada hari Minggu itu, setelah saya terima telegram bahwa saya diganti, karena memang Panwas baru melaporkan. Kemudian saya menangani masalah itu dan rapat cross check copy dengan hard copy-nya di hari Minggu. Rabunya, kami berkesimpulan bahwa itu memang tindak pidana. Tindak pidana itu punya implikasi politik, yakni masalah perhitungan.

Saya melihat, itu bisa saja terjadi tak hanya di Bangkalan dan Sampang. Oleh sebab itu, saya berpikir, saya harus masuk ke database KPUD Jawa Timur untuk melihat semuanya Apalagi, ini pidana desain. Memang dipalsukan karena jumlah suaranya relatif sama. Dari putaran kedua, ketiga, relatif sama. Ada 27% ditemukan di dalam soft copy yang tidak benar. Datanya saya punya. Tinggal bagi-bagi tugas. Memang perlu struktur operasional secara fisik untuk mengerjakannya.

Sebetulnya saya akan diberhentikan bukan saat itu saja. Setelah saya melakukan pengamanan, 21 Januari lalu, pada saat pilkada Jawa Timur putaran ketiga, saya akan langsung diganti. Hanya, pada waktu itu, Wanjak mengundurkannya. Saya tahu dari teman saya yang dulu menjabat sebagai Deputi Sumdaman (Sumber Daya Manusia). Katanya, saya akan diganti tanpa jabatan. Tapi dia mempertahankan saya dulu.

Apa sebenarnya kepentingan Anda?
Saya bilang, kalau bisa, hilangkan nama Herman. Fokuskan bahwa ini suatu bayangan kecurangan Pemilu 2009 yang bergerak dari Jawa Timur. Bagaimana intervensi Jakarta terhadap Polda Jawa Timur, sehingga kapolda dicopot. Itu hanya sepenggal cerita kecil. Indikator saja. Perkara yang besar sebetulnya harus diteruskan untuk diungkap, apakah benar di Bangkalan dan Sampang itu datanya tidak benar. Tim Khofifah juga menemukan penggandaan nama dan lain-lain di Ngawi. Itu indikasi, ada pekerjaan menggandakan di dalam daftar pemilih tetap (DPT).

Apakah temuan polisi berbeda dari temuan tim Khofifah?
Sama. Khofifah juga punya soft copy. Polisi mendapatkannya dari KPUD Bangkalan dan Sampang. Mari kita buktikan dulu. Kenapa harus dihentikan gitu. Bisa saja saya salah, bisa juga benar. Buka dulu, dong, jangan terus dihentikan penyidikan itu.

Anda dimutasikan, tapi kenapa jajaran Polda Jawa Timur yang lain tidak?
Direktur Intelkam Polda Jawa Timur dipanggil Mabes. Terakhir akan dipindahkan. Tapi Direktur Intelkam itu akan dipindahkan bukan karena soal perkara DPT palsu. Tapi tidak dipindahkannya bukan karena saya. Dia melapor kepada saudaranya di Sekwilpres, akhirnya tidak jadi dipindahkan.

Bagaimana ceritanya ketika Anda dipanggil ke Mabes?
Ternyata yang dipindahkan hanya tiga dari enam kapolda yang dipanggil. Enam kapolda itu adalah Kapolda Kaltim, Kapolda Bali, Kapolda Sultra, Kapolda Jawa Timur (saya), Kapolda Sumbar, dan Kapolda Bengkulu. Di situ pengarahannya, semua akan diganti. Dewan Jabatan (Wanjab) ketika itu hari Rabu. Kemudian Kamis, kami dikasih surat untuk dipanggil. Lalu Jumat, kami menghadap. Sorenya Wanjab. Sabtu, saya sudah terima copy-nya.

Ketika itu, pokoknya siap-siap saja akan diganti. Tujuannya apa? Supaya mereka yang bulan delapan (Agustus) pensiun saja siap diganti, apalagi bulan lima (Mei). Lalu saya bilang, yang bulan delapan siap diganti, masak saya yang bulan lima menolak. Saya bilang, saya nggak masalah. Saya siap diganti. Memang saya keluar dan akan mengundurkan diri sudah bilang. Kalau sudah keluar, saya akan mengundurkan diri, karena saya tahu akan digantikan karena apa. Saya dipanggil karena apa. Ya, dari urutan itu, saya sudah tahu.

Bagaimana sebenarnya penanganan kasus sengketa pilkada Jawa Timur itu?
Memang tersangka tidak ada yang ditahan. Statusnya diturunkan tidak ada penahanan pada waktu itu, karena kami juga baru mulai. Kami tidak akan menerapkan penahanan karena akan mencari dan menggeledah. Saya ini di injury time. Saya hanya bisa menjadikan fondasi penyidikan. Fondasi itu diharapkan diteruskan. Saya serah terima dan dihadiri staf satuan kewilayahan, kapolres, kapolwil, bahwa nanti Pak Anton (Brigjen Anton Bachrul Alam, kini Kapolda Jawa Timur) akan meneruskan masalah ini.

Kabareskrim, saya nggak ngerti. Saya merasakan betul, kalau ini tidak dihentikan, kalau ini diteruskan, saya pikir tidak apa-apa. Tapi, begitu ini dinyatakan dicabut, saya tak yakin begitu. Tuntutan saya hanya satu: masyarakat tidak dibodohi. Satu penyidikan harus dibuka. Kenapa dia ditutup. Itu harus dibuka kepada masyarakat. Saya bukan ingin tenar dan tidak sakit hati.

Kalau sudah begitu, apa mungkin bisa dibuka lagi?
Dibuka itu sangat mungkin oleh polisi. Kapolri bilang teruskan, ya, diteruskan. Distop, ya, distop. Yang saya inginkan sekarang sebetulnya fokusnya ke mana. Apakah DPT yang dibuat untuk Indonesia itu sudah benar. Itu harus dibuka. DPT untuk Indonesia itu dibuka dan dibuat situs-situsnya. Jadi, semua orang bisa melihat apakah namanya ada.

Dalam sengketa pilkada Jawa Timur ada dugaan penggandaan DPT?
Ribuan kali, bahkan puluhan ribu. Ada dua orang yang ditangkap dari tim Kaji (Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono). Begitu dicek, bawa undangan, masih anak-anak, dan dibawa ke pos pemilihan setelah disuruh mencoblos. Modusnya, misalnya, nama M. Romli. Umur dan TPS-nya beda. Tapi kemudian satu nomor induk kependudukan. Setelah diriset lagi, keluar 20 nama sudah bukan M. Romli lagi. Modus lain, misalnya Amir. Semua datanya sama. Yang beda cuma TPS. Dia bisa di beberapa TPS. Soal tinta bukan soal yang aneh. Sekarang sudah tidak ada yang bisa mengontrol tinta. Sekarang tinta bisa hilang dengan jeruk nipis.

Dari mana ''permainan'' itu dimulai?
Permainannya sebelum dan sesudah di lokasi TPS. Dugaannya bisa ke KPUD, Depdagri, dan lainnya yang terlibat soal pendataan.

Kabarnya, Anda dipanggil ke Gerindra dan Hanura. Untuk apa?
Oh, mereka itu hanya minta informasi dari saya. Maksud saya, makin banyak orang tahu, semakin waspada. Siapa tahu, modus itu dipakai di seluruh Indonesia. Tapi, ya, mudah-mudahan tidak. Makanya, untuk membuktikannya, harus cek DPT. Permainan soal DPT biasanya di dinas kependudukan. Mungkin oleh orang IT yang bermain. Mungkin juga KPU yang dibeli.

Apa momentum pengunduran diri Anda ini?
Sekarang ini, yang paling penting inti masalahnya. Yakni adanya satu data yang tidak benar, yang akan dimainkan juga di pemilu. Kalau memang yang terjadi begitu, rakyat dibodohi. Saya hanya sebagai indikator kebetulan. Pas mau habis, diberhentikan. Saya tidak sakit hati. Saya sudah tiga tahun dua bulan memimpin Polda Jawa Timur.

Selama mundur ini, apa kegiatan Anda?
Saya tidak menganggur. Saya belajar saja, meningkatkan kualitas.

Anda yakin persoalan pilkada Jawa Timur itu bisa selesai?
Ya, masyarakat harus mendukung. Media harus mendukung dan menuntut secara terbuka. Penjelasan bahwa ini kenapa dihentikan, kenapa tidak diteruskan, bahwa ini belum memenuhi sebagai tersangka, buktinya belum kuat. Ini namanya bukti permulaan yang cukup. Kalau sudah kuat, tersangka sudah bisa ditangkap. Karena di dalam SPDP (surat perintah dimulainya penyidikan) ada nama tersangka dan ada sasaran. Servernya sudah kami sita, dan lain-lain. Implikasi politisnya saya mengerti.mr-[Laporan Utama, Gatra Nomor 19

Archives