IMEDIABIZ.TV - gratis nonton TV lokal online


IMEDIABIZ.TV - gratis nonton TV lokal online



Tapi Stramingnya masih kalah dengan Indoweb.TV , coba saja.

Ternyata Lima Presiden Indonesia Pernah Ditipu

2008 Jul 29

Sejumlah ilmuwan menilai Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) 'tertipu' dalam kasus blue energy (energi biru). Seorang pria asal Nganjuk, Joko Suprapto, mengaku bisa memproduksi minyak mentah dari air. Dari biang minyak itu bisa dihasilkan bahan bakar sekelas minyak tanah hingga avtur.

Presiden SBY yakin itu merupakan sumbangan Indonesia bagi dunia, di tengah makin meroketnya harga minyak. Sementara, negara dibikin pusing tujuh keliling oleh dampak dari kenaikan itu. Karuan saja, sejumlah pihak, termasuk para ilmuwan, menyesalkan informasi yang belum valid bisa diterima oleh SBY. Kabarnya Joko kini dilaporkan ke polisi.

Penipu 'masuk Istana' ternyata punya sejarah yang cukup panjang. Baiklah kita mulai pada tahun 1950-an, pada masa pemerintah Presiden Soekarno. Ada seseorang yang mengaku Raja Kubu -- suku anak dalam di Jambi. Tidak tanggung-tanggung, dia memberi gelar dirinya Raja Idrus dan istrinya Ratu Markonah.

Pasangan 'suami istri' itu, entah bagaimana prosesnya, mendapat pemberitaan pers, termasuk foto-foto keduanya. Maka, sejumlah pejabat negara memberikan penghormatan luar biasa pada 'raja' dan 'ratu' tersebut.

Rupanya ada seorang pejabat yang menghubungi Presiden Soekarno dan kemudian memperkenalkannya. Di Istana, 'suami-istri' yang sebenarnya adalah penarik becak dan pelacur itu sempat diterima sebagai tamu kehormatan di Istana Merdeka. Mereka juga diberi uang, menginap dan makan gratis di hotel-hotel mewah. Termasuk mengunjungi Kraton Yogyakarta dan Surakarta.

Kedok penipuan mereka terbongkar saat berjalan-jalan di Jakarta. Ada seorang tukang becak yang mengenali 'Raja' Idrus, teman seprofesinya di Tegal. Sedang sang 'maharani' juga terbongkar berprofesi sebagai pelacur kelas bawah di kota yang sama. Konon, keduanya bertemu di sebuah warung kopi di Tegal. Kemudian sepakat untuk menjalankan aksi penipuan itu. Keistimewaan Markomah selalu memakai kaca mata hitam baik siang maupun malam. Rupanya sebelah matanya picek.

Pada masa Soeharto, di era 1970-an, juga terjadi penipu kelas kakap. Penipunya bernama Cut Zahara Fona, asal Aceh. Meski tidak tamat SD, dia memiliki ide jenius. Dia, yang selalu mengenakan kain batik, mengklaim bahwa janin yang ada diperutnya bisa berbicara dan mengaji.

Karuan saja, kabar itu menggegerkan masyarakat, apalagi diberitakan secara luas di surat kabar dan majalah. Konon, tiras sebuah harian ibukota terdongkrat naik, karena tiap hari membuat berita tentang 'bayi ajaib' di perut Cut Zahara.

Masyarakat yang banyak berdatangan pun rela untuk nguping di perutnya yang dilapisi kain untuk mendengar 'bayi ajaib' itu berbicara atau mengaji. Bukan hanya rakayat biasa, ada juga pejabat yang meyakininya. Termasuk Wakil Presiden Adam Malik yang mengundang Cut Zahara ke Istana Wapres. Bahkan, Menteri Agama KH Mohamad Dachlan termasuk orang yang meyakininya. Untuk meyakininya, ia menyatakan bahwa Imam Syafi'ie selama tiga tahun berada di kandungan ibunya.

Cut Zahara Fona dan suaminya pernah diperkenalkan oleh Sekdalopbang (Sekretaris Pengendalian Pembangunan) Bardosono kepada Presiden Soeharto dan Ibu Tien Soeharto. Perkenalan ini dilakukan di Bandara Kemayoran setelah keduanya tiba dari lawatan luar negeri. Tapi, rupanya Ibu Tien termasuk orang yang kurang yakin terhadap 'bayi ajaib'-nya Cut Zahara Fona. Apalagi wanita Aceh itu menolak ketika hendak diperiksa di RSCM.

Konon, Ibu Tienlah yang menggeledah dan mendapatkan bahwa bicara dan mengaji itu hanya berasal dari tape recorder kecil yang disisipkan di perut Cut Zahara. Kala itu memang belum banyak perekam suara sekecil milik Cut.

Meskipun kedoknya terbongkar, 'bayi ajaib' tersebut bukan hanya mendapat perhatian masyarakat Indonesia, tapi juga dunia internasional. Hingga ada permintaan dari Pakistan agar Cut dan suaminya berkunjung ke sana. Bahkan, ada yang meramal 'bayi ajaib' itu, bila lahir akan menjadi Imam Mahdi.

Setelah tidak terdengar kasus Istana pada masa Presiden BJ Habibie, yang memang pendek masa jabatannya, pada masa Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur) kembali terjadi penipuan yang mengaitkan Istana Negara. Pelakunya adalah Soewondo, yang biasa keluar masuk Istana karena jadi tukang pijat Gus Dur.

Orang yang dianggap 'dekat' dengan orang nomor satu di Indonesia itu berhasil menipu Yayasan Dana Kesejateraan Karyawan (Yanatera) Badan Urusan Logistik (BULOG) dan dituduh membobol uang yayasan hingga Rp 35 miliar. Soewondo sempat kabur, namun kemudian ditangkap polisi di kawasan Puncak, Jawa Barat. Pengadilan memvonisnya 3,5 tahun penjara.

Kasus tersebut sempat menyita perhatian khalayak dan menjadi senjata pamungkas bagi lawan-lawan politik Gus Dur, yang membantah telah memerintahkan pencarian dana itu. Namun, akhirnya Gus Dur lengser juga dari jabatannya gara-gara kasus yang dikenal dengan istilah Buloggate tersebut.

Pada masa Presiden Megawati, skandal 'penipuan' kembali terjadi. Kali ini yang diperdaya adalah Menteri Agama Kiai Said Agil Almunawar. Menteri yang bergelar profesor dan hafidz Alquran ini memimpin penggalian situs di Batutulis Bogor yang diyakini memendam harta karun yang nilainya dapat untuk membayar seluruh utang negara.

Menurut Said Agil, Presiden Megawati mengetahui rencana penggalian situs bersejarah yang konon peninggalan Kerajaan Pajajaran itu. Sayangnya, harta karun yang dicari hanya pepesan kosong. Said Agil sendiri kini masih ditahan dalam kasus tuduhan korupsi uang haji.

Moga-moga penghuni Istana yang menjadi lambang kebanggaan bangsa, negara dan rakyat Indonesia, itu tidak lagi menjadi korban penipuan.

Dikutip Dari Beberapa Sumber Di Internet

Presiden RI 2009 menurut teori Joyoboyo adalah "SUTIYOGO"

Presiden RI 2009 menurut teori Joyoboyo

27 July 2008 | www.blogberita.net

Konon urutan pemimpin Indonesia menuju kemakmuran adalah
”notonogoro” — urutan suku kata terakhir nama mereka.
”No” untuk Soekarno, ”to” untuk Soeharto, dan
”no” kedua buat Susilo Bambang Yudhoyono. Kini giliran
“go”; maka Kivlan Zen, bekas petinggi TNI, mengubah namanya
menjadi Sutiyogo untuk ikut Pilpres 2009. Bah, orang
“ngelmu” kayak begini mau jadi presiden?


Majalah Tempo edisi pekan lalu menurunkan liputan utama berjudul Mimpi jadi presiden. Sejumlah tokoh sipil dan militer yang ingin jadi RI-1 diulas, salah satunya adalah Kivlan Zen. Blog Berita
tergelitik membaca salah satu artikel Tempo tentang usaha Kivlan
mempersiapkan dirinya menjadi presiden, yaitu dengan cara mengubah
namanya agar sesuai ramalan Joyoboyo.


H spasi D, heran deh…. Di bawah ini Blog Berita mengutip artikel Tempo tersebut.


Pendukung Kivlan Zen percaya akan munculnya Satrio Piningit. Berbekal keris dan ramalan Joyoboyo.


Zaap…, Kivlan Zen melihat bola biru melesat ke angkasa.
Tengah malam sudah lewat, mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis
Angkatan Darat itu sedang tirakat di emperan musala di kompleks
pemakaman Bung Karno di Blitar, Jawa Timur, awal Juni tahun lalu.


Kivlan, 63 tahun, telah selesai menjalani ritual nyekar di pusara
sang Proklamator. ”Semoga Paduka yang Mulia diberi kelapangan di
alam kubur,” kata pensiunan mayor jenderal itu menceritakan
kembali pengalamannya. Bersama menantunya, ia melakukan salat malam dan
kemudian tirakat.


Menurut Kivlan, ada lima peziarah lain yang menyaksikan bola biru
melesat malam itu. Mereka menyebutnya lintang kemukus — dalam
tradisi Jawa diyakini menjadi pertanda bakal munculnya Satrio Piningit.
”Sebulan kemudian, jam satu malam, saya bertemu dengan lintang
kemukus lagi ketika naik mobil di Bintaro, Jakarta Selatan,”
ujarnya.


Setahun setelah munculnya lintang kemukus itu, Kivlan
mendeklarasikan diri sebagai calon presiden di Gedung Museum
Kebangkitan Nasional, Jakarta. Ia mengusung slogan: ”Pembaruan
dan Tegas”. Jualannya pembangunan pertanian dan energi bersumber
alam. Ia mengklaim punya sumber energi baru yang dinamai ”fuel
cell”.


Kivlan yakin dukungan politik dan dana untuknya akan
datang. Ia pun siap memperluas kewenangan otonomi daerah, termasuk hak
mengelola anggaran oleh pemerintah daerah. ”Para gubernur pasti
mendukung saya,” ujarnya.


Bagi Anda yang sudah lupa dengan Kivlan Zen, mari sama-sama membuka
catatan lama. Kivlan dulu pernah mengaku diperintah Panglima Tentara
Nasional Indonesia Jenderal Wiranto membentuk Pam Swakarsa —
milisi sipil yang dipersenjatai bambu runcing untuk melawan demonstrasi
mahasiswa menjelang Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat
1998. Wiranto membantah tudingan Kivlan itu dan jadilah keduanya
berpolemik di media massa. Keduanya juga saling serang dengan cara
menerbitkan buku.


Kini Kivlan bangkit lagi. Untuk meraih mimpinya, menurut orang
dekatnya, ia mengejar dukungan hingga alam gaib. Sang calon presiden
kabarnya memiliki guru spiritual
bernama Ahmad Zakaria, pria 100 tahun yang mengklaim masih merupakan
kerabat Keraton Yogyakarta. Kepada Kivlan, kata sumber itu, Zakaria
memberikan pertanda: ”Presiden tahun depan bukan orang
Jawa.” Ia pun meminta Kivlan cepat-cepat mengumumkan diri sebagai
calon presiden.


Agar lebih sedap, ramalan lawas juga dibuka. Menurut teori Joyoboyo
yang masyhur, urut-urutan pemimpin Indonesia menuju kemakmuran adalah
”notonogoro” — urut-urutan suku kata terakhir nama
mereka. ”No” untuk Soekarno, ”to” untuk
Soeharto, dan ”no” kedua buat Susilo Bambang Yudhoyono.
Adapun B.J. Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarnoputri
dianggap sebagai tokoh peralihan.


Nah, kini giliran yang punya nama ”go” untuk memimpin.
Kivlan Zen jelas tak memenuhi syarat ini. Tapi itu tak jadi masalah. Ia
sudah punya nama lain: Sutiyogo. Prosesi mengubah nama itu kabarnya
telah dilakukan sebulan lalu.


Saat dimintai konfirmasi soal itu, Kivlan tak
membantahnya. Ia berujar, ”Saya memang suka ngelmu, sejak
berlatih silat ketika kelas II SMA di Medan.” Di mana pun
bertugas ketika masih aktif di militer, ia mengaku selalu berguru
kepada ulama. ”Saya pengikut tarekat Naqsabandiah.”


Satu lagi senjata pamungkas Kivlan: keris tujuh lekuk setengah meter
dari besi kuning. Keris itu diberi nama Satrio P. Saat ditanyai apakah
P itu merupakan singkatan dari ”Piningit”, Kivlan tangkas
menjawab, ”Biar saja orang lain yang menafsirkan, nanti geger
Indonesia.”


Nah, siapa berani melawan Sutiyogo, eh, Kivlan Zen? [Tempo/Budi Riza]


  • Foto Kivlan: Tempo/Dwi Djoko Sulistyo

Capres 2009 - M Fadjroel Rachman ... ada yg ngeFANZ


http://fadjroel4president2009.wordpress.com

July 22, 2008 by fadjroel

M Fadjroel Rachman

Forum-Wargan1341211906_21698_7016fadjroel2009


Pemimpin muda dunia sudah hadir, Medvedev (44) di Rusia, Obama (47)
di Amerika Serikat, dan kaum muda di Indonesia. Itulah generasi
kepemimpinan nasional baru berusia 30-40 tahun yang akan mewarnai
kepemimpinan global pada masa ini.


Dunia baru dengan kompleksitas baru niscaya membutuhkan pengalaman
baru. Dunia lama niscaya juga membutuhkan pengalaman lama, tetapi dunia
baru niscaya tidak membutuhkan pengalaman lama dari ”kaum
tua”. ”Kaum muda”, generasi kedua kepemimpinan
nasional pascareformasi, mewakili Zeitgeist (jiwa zaman) baru ada dalam
konfrontasi dengan Zeitgeist lama ”kaum tua”. Progresivisme
melawan konservativisme!


”Kaum muda” adalah petarung untuk merebut kursi
presiden, wakil presiden dan kabinet, bahkan legislatif dan eksekutif
di tingkat provinsi, kabupaten, dan kotamadya pada tahun 2009. Di
tingkat nasional ”kaum muda” akan berhadapan dengan
”kaum tua” berusia 58-60 tahun.


Pertaruhan dua generasi ini amat besar, yaitu masa depan Indonesia.
Dari pengalaman kegagalan 10 tahun terakhir, kemampuan kaum tua tak
akan berbeda dengan kondisi sekarang, stagnan.


Tiga pola perubahan


Praktis tak ada lagi kekuatan politik di Indonesia yang menolak
regenerasi kepemimpinan nasional. Partai politik (parpol) dan nonparpol
saling berlomba menawarkan kesempatan yang dihalangi sebelumnya.
Kecenderungan mutakhir berpusat pada tiga pola perubahan: progresif,
moderat, dan konservatif.


Pertama, pola progresif berarti memperjuangkan posisi presiden, wakil presiden, dan kabinet semuanya dari kaum muda.


Kedua, pola moderat di mana posisi presiden dari kaum tua, wakil presiden dan kabinet dari kaum muda.


Ketiga, pola konservatif di mana presiden, wakil presiden, dan kabinet dari kaum tua atau minoritas kaum muda.


Pola progresif yang paling pantas diperjuangkan bila Indonesia baru
memperjuangkan secara paralel, sedikitnya lima hak dasar warga negara
(hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya) serta kesetaraan
jender dan minoritas lainnya. Pola konservatif amat pasti ditinggalkan
karena berlawanan dengan arus perubahan. Pola moderat adalah sekoci
penyelamat bagi kaum tua, tetapi Indonesia juga makin uzur di mata
dunia.


Kaum muda bukanlah generasi peminta-minta kekuasaan. Rezim Orde Baru
yang berkuasa 32 tahun pernah ditumbangkan saat mayoritas kaum tua yang
berebut kursi kepresidenan 2009 mati- matian membesarkan dan melindungi
kekuasaan antidemokrasi itu. Kaum muda adalah penentang politik
Machiavellian dan pelaku politik Aristotelian yang percaya
”politics is the science of the good for man, to be
happiness”. Dengan demikian, seperti kata Tony Blair,
”Power, wealth, and opportunity are in the hands of the many not
the few … so that, freed from the tyranny of poverty, ignorance,
and fear” (2001).


Terobosan politik


Tentu saja perubahan politik 2009 bukan sekadar usia generasi, juga
nilai-nilai utama kepemimpinan, demokrasi, kesetaraan, dan
kesejahteraan. Jantungnya adalah agenda progresif demokrasi yang
langsung menghantam kemiskinan dan ketimpangan sosial, seperti (1)
nasionalisasi aset strategis negara, termasuk telekomunikasi, minyak,
gas, dan tambang; (2) penolakan pembayaran utang haram (odius debt)
dari luar negeri dan dalam negeri; (3) pajak progresif 50-55 persen
terhadap kekayaan dan pendapatan tertentu; (4) pengadilan dan penyitaan
korupsi Soeharto, keluarga, dan kroni; (5) pengadilan HAM berat kasus
Timor Leste, Aceh, Tanjung Priok, penculikan aktivis, Trisakti,
Semanggi, dan lainnya.


Peluang kaum muda


Adakah peluang bagi kaum muda untuk 2009? Peluang terbesar tentu
bila kaum tua ikhlas mengundurkan diri, seperti Al Gore dengan jiwa
besar menyambut kedatangan Obama. “Amerika baru memerlukan
pemimpin baru,” kata Al Gore.


Namun, kaum tua kita tak seikhlas Al Gore. Bahkan, kaum tua menuduh
kaum muda meminta- minta kekuasaan. Cara lain? Melalui regulasi
konstitusi UUD 1945 Pasal 6A Ayat 2, Pasangan calon presiden dan wakil
presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik
peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.


Melalui parpol dan gabungan parpol? Tentu saja karena perlu
amandemen (atau judicial review di Mahkamah Konstitusi). Agar calon
independen dapat bertarung sebagai calon presiden, perlu waktu lama
karena tembok penghalangnya. Lalu bagaimana?


Mengingat parpol besar, seperti PDI-P, Partai Golkar (dan Partai
Demokrat), sudah mapan dengan presiden kaum tua, parpol menengah,
seperti PKS, PAN, PKB, dan PPP, dapat melakukan terobosan politik
dengan memilih pola progresif dan mencalonkan presiden 2009 dari kaum
muda.


Peluang lain melalui revisi UU No 23/2003 tentang Pemilihan
Presiden, parpol menengah dan kecil mewajibkan konvensi, seperti di AS,
kepada parpol dan gabungan parpol sehingga kaum tua bisa ditantang kaum
muda dari dalam parpol dan independen. Memilih konvensi berarti
meyakini bahwa kompetisi melahirkan kompetensi, kualitas, dan
aksepsibilitas.


Nah, kaum muda dapat memanfaatkan secara maksimal peluang regulasi
dan political will itu. Meski tipis, bukankah inovasi politik bagi kaum
muda berarti mengubah ketidakmungkinan politik menjadi kemungkinan
politik. Karena itu, kaum muda berhasil menumbangkan rezim
Soeharto-Orde Baru yang ditopang mayoritas kaum tua. Bila dikerjakan
optimal, akan terwujud Republik Kaum Muda, dengan presiden kaum muda
pada tahun 2009. Jadi, mulai hari ini, kaum muda harus bekerja keras
dan bekerja cerdas.


M Fadjroel Rachman Ketua Lembaga Pengkajian Demokrasi dan Negara
Kesejahteraan (Pedoman Indonesia); Ketua Gerakan Nasional Calon
Independen

fadjroel rachmanAnwar Ibrahim, me, Rendra

http://www.flickr.com/photos/mfadjroelrachman

http://fadjroel4president2009.wordpress.com


Dunia MAIA - ada yang mau jadi FANZ

Agung Laksono Minta BK DPR Sikapi Pengakuan Hamka

29/07/2008 14:43

Agung Laksono Minta BK DPR Sikapi Pengakuan Hamka


Liputan6, Jakarta: Ketua
DPR Agung Laksono meminta Badan Kehormatan DPR, agar menyikapi
pengakuan Hamka Yandhu soal keterlibatan 52 anggota legislatif periode
1999-2004 dalam kasus penyelewengan dana Bank Indonesia. "Saya akan
segera bertemu pimpinan BK DPR untuk membahas masalah itu," kata Agung,
Selasa (29/7).



Agung mengatakan, sebenarnya nama-nama itu sudah lama beredar, meski
sebatas isu. Dengan pengakuan Hamka Yandhu, katanya, maka masalah itu
tampaknya semakin serius.



"DPR tidak akan melakukan intervensi atau menghalangi proses hukumnya.
Sebaliknya, DPR justru akan mendorong pengusutan kasus iyu secara
tepat," kata Agung.



Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin (28/7), mantan
anggota Komisi IX DPR Hamka Yandhu membeberkan aliran dana Bank
Indonesia sebesar Rp 100 miliar kepada 52 anggota DPR periode
1999-2004. Termasuk, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional
yang merangkap Kepala Bappenas Paskah Suzetta dan Menteri Kehutanan MS
Kaban [baca: Hamka: Paskah dan Kaban Terima Dana BI].(SHA/ANTARA)

Hamka: Paskah dan Kaban Terima Dana BI


29/07/2008 00:35 Kasus Korupsi

Hamka: Paskah dan Kaban Terima Dana BI




LHamka Yandhu di Pengadilan Tipikor. iputan6.com, Jakarta: Nama-nama anggota DPR yang
menerima aliran dana Bank Indonesia mulai terkuak. Seperti pengakuan
mantan anggota DPR Hamka Yandhu pada persidangan di Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi, Senin (28/7), dengan terdakwa Direktur Hukum BI Oey
Hoey Tiong dan Kepala Biro Surabaya Rusli Simanjuntak.



Hamka yang hadir sebagai saksi mengakui adanya aliran dana dari BI
sebesar Rp 31,5 miliar. Menurutnya, dia dan Antoni Zeidra Abidin lah
yang berhubungan dengan pejabat BI dalam soal serah terima uang
tersebut.



Uang panas itu di antaranya mengalir ke kocek Kepala Badan Perencanaan
dan Pembangunan Nasional Paskah Suzetta sebesar Rp 1 miliar. Saat itu
Paskah masih menjabat sebagai pimpinan Komisi IX DPR. Hamka juga
menyebut mantan anggota DPR Malam Sambat Kaban yang menerima Rp 300
juta langsung dari tangannya. Kini Kaban menjabat sebagai Menteri
Kehutanan.



Dalam kesaksian Hamka juga terungkap dana BI tersebar ke hampir seluruh
anggota Komisi IX DPR dengan jumlah bervariasi, berkisar antara Rp 250
juta hingga Rp 500 juta. Pada persidangan sebelumnya, mantan Gubernur
BI Syahril Sabirin menyatakan inisiator pengucuran dana BI berasal dari
Aulia Pohan [baca: Aulia Pohan Diduga Terlibat, KPK Cari Bukti Lain].(ADO/Tim Liputan 6 SCTV)

Aulia Pohan Diduga Terlibat, KPK Cari Bukti Lain


24/07/2008 23:22 Kasus Korupsi

Aulia Pohan Diduga Terlibat, KPK Cari Bukti Lain


Syahril Sabirin, saksi sidang kasus Dana BLBI. Liputan6.com, Jakarta:
Komisi Pemberantasan Korupsi belum menahan Aulia Pohan meski sudah ada
kesaksian yang menyebutkan mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia itu
terlibat kasus dana Bantuan Likuiditas BI. Saat ini, menurut Juru
Bicara KPK Johan Budi S.P., pihaknya masih mencari bukti lain untuk
menjerat Aulia yang merupakan besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.



Peranan Aulia Pohan dalam pencairan dana bagi bantuan hukum pejabat
BI yang diambil dari dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia
(YPPI) dikuatkan oleh kesaksian mantan Gubernur BI Syahril Sabirin.
Serta, mantan Deputi BI Bidang Luar Negeri, Maman Sumantri.



Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta,
kemarin, Syahril Sabirin menyatakan inisiator pemberian bantuan uang
kepada tiga pejabat BI yang sedang terlibat kasus BLBI berasal dari
Aulia Pohan. Sementara, Sumantri menyatakan Aulia Pohan yang
bertanggung jawab atas pencairan dana YPPI sebesar Rp 31,5 miliar. Uang
tersebut dipakai untuk kelancaran pengurusan kasus BLBI di DPR, di
antaranya membagi-bagi dana bagi anggota Dewan [baca: Burhanuddin Keberatan Atas Kesaksian Anwar Nasution].(ANS/Tim Liputan 6 SCTV)

Burhanuddin Keberatan Atas Kesaksian Anwar Nasution


24/07/2008 00:00 Kasus Korupsi

Burhanuddin Keberatan Atas Kesaksian Anwar Nasution



Anwar Nasution memberi kesaksian dalam sidang skandar aliran dana BI.
Liputan6.com, Jakarta:

Sidang skandal aliran dana Bank Indonesia dengan terdakwa Burhanuddin
Abdullah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Selatan, Rabu
(23/7) malam, baru selesai. Sidang mendengarkan keterangan empat saksi,
yaitu mantan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin, mantan Wakil
Ketua Pengawas Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Maman
Sumantri, bekas Deputi Senior BI Anwar Nasution, dan Roswita Roza,
notulen rapat Dewan Gubernur BI.



Kesaksian sejumlah mantan pejabat BI itu ada yang berbeda. Roswita
Roza, mislanya. Ia beberapa kali mengganti pernyataan berita acara
penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi di persidangan. Sehingga
membuat majelis hakim, jaksa penuntut umum, dan penasehat hukum
terdakwa bingung.



Sementara Anwa Nasution di hadapan majelis hakim menyatakan BI bisa
mencetak uang untuk menambah anggaran. Kesaksian Anwar ini ditanggapi
terdakwa dengan menyatakan keberatan.



Sebelumnya, Maman dalam kesaksiannya mengaku tidak hadir dalam rapat
Dewan Gubernur pada 3 Juni 2003 karena sedang berada di luar negeri.
Namun menurut Maman, para peserta rapat telah memutuskan pengambilan
dana dari LPPI sebesar Rp 100 miliar. Uang sebesar itu untuk bantuan
hukum Dewan Gubernur BI terkait kasus Bantuan Likuiditas BI dan
meloloskan amendemen Undang-undang BI di DPR. [baca: Maman Sumantri Ditanya soal Duit 100 Miliar].(BOG/Gadis Parengkuan dan Agung Supriyanto)

Maman Sumantri Ditanya soal Duit 100 Miliar


23/07/2008 12:49 Kasus Korupsi

MaMaman Sumantri, saksi persidangan Burhanuddin Abdullah. man Sumantri Ditanya soal Duit 100 Miliar


Liputan6.com, Jakarta:
Sidang skandal aliran dana Bank Indonesia dengan terdakwa Burhanuddin
Abdullah kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta
Selatan, Rabu (23/7). Agenda persidangan kali ini adalah mendengarkan
kesaksian sejumlah mantan petinggi BI. Antara lain Syahril Sabirin,
Anwar Nasution, dan Maman Sumantri.



Hadir sebagai saksi pertama adalah Maman Sumantri, mantan Deputi
Gubernur BI dan Wakil Ketua Dewan Pengawas Lembaga Pengembangan
Perbankan Indonesia atau LPPI. Maman mengaku tidak hadir dalam rapat
Dewan Gubernur pada 3 Juni 2003 karena sedang berada di luar negeri.



Namun, menurut Maman, para peserta rapat telah memutuskan
pengambilan dana dari LPPI sebesar Rp 100 miliar. Uang sebesar itu
untuk bantuan hukum Dewan Gubernur BI terkait kasus Bantuan Likuiditas
BI dan meloloskan amendemen Undang-undang BI di DPR. Maman dan Ketua
Dewan Pengawas LPPI Aulia Pohan-lah yang bertugas mengeluarkan duit
tersebut dari kocek LPPI, lembaga di bawah naungan BI [baca: Sidang Aliran Dana BI Digelar Hingga Malam].(ANS/Tim Liputan 6 SCTV)

Sidang Aliran Dana BI Digelar Hingga Malam


16/07/2008 23:27 Kasus Korupsi

Sidang Aliran Dana BI Digelar Hingga Malam



Aslim Tajudin memberi kesaksian dalam sidang Tipikor. Liputan6.com, Jakarta:
Sidang kasus korupsi aliran dana Bank Indonesia dengan terdakwa mantan
Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, Rabu (16/7), digelar maraton di
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Bahkan, di luar kebiasaan, sidang
berlangsung hingga malam hari dengan menghadirkan saksi mantan anggota
Dewan Gubernur BI Aulia Pohan, Bun Bunan Hutapea, dan Aslim Tajudin.



Yang menarik adalah pengakuan Aslim Tajudin. Di persidangan dia
bercerita tentang kronologi pengambilan keputusan rapat. Aslim
menyatakan, keputusan untuk menggunakan uang Rp 100 miliar dimulai dari
usulan Burhanuddin. Namun, hal itu dibantah terdakwa. Aslim pun
mengakui kesalahannya.



Sementara Aulia dalam kesaksiannya mengatakan keputusan pengucuran dana
diambil rapat Dewan Gubernur BI. Kesaksian ini meneguhkan pendapat
Burhanuddin bahwa Dewan Gubernur BI bertanggung jawab atas keputusan
pengucuran dana BI. dari pengakuan ketiga saksi, makin terkuak bahwa
keputusan rapat bersifat kolektif, sehingga pertanggungjawaban pun
harus bersama-sama [baca: Aulia: Putusan Diambil Dewan Gubernur BI].

Rencana pemberian dana bantuan hukum kepada lima mantan Direksi BI
mulai mengemuka pada Maret 2003. Sesudah rapat Dewan Gubernur,
pencairan pertama dilakukan. Pada rapat Dewan Gubernur berikutnya,
tepatnya 22 Juli 2003, Dewan Gubernur menyepakati penyisihan dana
Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) sebesar Rp 71.5 miliar.
Ini menggenapkan dana YPPI yang diambil menjadi Rp 100 miliar.


Berdasarkan hasil rapat itulah, dana Rp 100 miliar ini dinikmati dua
anggota DPR senilai Rp 31,5 miliar. Sedangkan lima mantan direksi BI
mendapat kucuran dana yang diperuntukkan sebagai bantuan atas
penyelesaian persoalan hukum yang tengah dihadapi akibat pengucuran
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.


Sampai saat ini, baru Burhanuddin Abdullah, Rusli Simanjuntak, dan
Oey Hoey Tiong yang berstatus tersangka dan menjalani persidangan atas
aliran dana ini. Sisa mereka yang hadir dan ikut sepakat dalam rapat
Dewan Gubernur, termasuk Aulia Pohan, masih berstatus saksi.


Puluhan miliar rupiah dana dari BI mengalir juga ke Senayan.
Gelontoran dana BI ke DPR disinyalir sebagai pelicin untuk memuluskan
pembahasan amendemen Undang-undang BI dan penyelesaian kasus BLBI. Tak
tanggung-tanggung, duit yang mengalir ke Senayan sebesar Rp 31,5 miliar.


Komisi Pemberantasan Korupsi memang telah menahan Hamka Yandu dan
Antony Zeidra Abidin, mantan anggota Komisi Keuangan DPR dari Fraksi
Partai Golkar. Keduanya diduga menjadi penerima uang melalui mantan
Kepala Biro Gubernur BI Rusli Simanjuntak. Namun, diyakini uang sebesar
itu bukan hanya dicicipi Hamka dan Antony, melainkan juga banyak wakil
rakyat di Komisi Keuangan DPR periode lalu.


Dalam kesaksiannya di persidangan tindak pidana korupsi, mantan
Deputi Gubernur BI Aulia Pohan mengakui adanya permintaan uang pelicin
tersebut. Salah satunya melalui mulut Daniel Tandjung, anggota Komisi
Keuangan kala itu dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan.


Dalam berita acara pemeriksaan (BAP), Aulia Pohan juga menyebutkan
nama Paskah Suzetta, pimpinan sidang amendemen UU BI yang kini menjabat
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, meminta gelontoran
dana dari BI. Namun, Rabu ini, Aulia mencabut pernyataannya di BAP.


Sidang skandal aliran dana BI masih berlanjut. Dugaan adanya
gelontoran uang pelicin ke puluhan anggota DPR tentu akan terkuak.
Terutama, bila kelak Hamka Yandu dan Antony Zeidra Abidin membeberkan
bukan cuma mereka berdua yang mencicipi uang haram
tersebut.(ADO/ANS/Tim Liputan 6 SCTV)

Aulia: Putusan Diambil Dewan Gubernur BI


16/07/2008 18:01 Kasus Korupsi

Aulia: Putusan Diambil Dewan Gubernur BI




Aulia Tantowi Pohan memberi kesaksian dalam sidang Tipikor. Liputan6.com, Jakarta: Mantan Deputi Gubernur Bank
Indonesia, Aulia Tantowi Pohan, berbicara secara terbuka dalam
persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Rabu (16/7) siang.
Aulia yang juga Ketua Dewan Pengawas Yayasan Pengembangan Perbankan
Indonesia ini didengar keterangannya dalam kasus yang menempatkan
mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah sebagai terdakwa.



Oleh majelis hakim, Aulia diberondong pertanyaan seputar rapat Dewan
Gubernur BI yang memutuskan memberi uang sejumlah Rp 100 miliar kepada
lima mantan Direksi BI dan dua anggota DPR. Aulia menegaskan, keputusan
pengucuran dana diambil rapat Dewan Gubernur BI. Kesaksian ini
meneguhkan pendapat Burhanuddin bahwa Dewan Gubernur BI secara
institusi bertanggung jawab atas keputusan pengucuran dana BI [baca: Burhanuddin Abdullah Diancam 20 Tahun Penjara].



Nama Aulia sendiri berkali-kali dikaitkan dengan kasus korupsi dan
dugaan penyuapan ini. Bahkan, dalam dakwaan atas Burhanuddin, jaksa
dengan tegas menyebut peran Aulia. Namun, sejauh ini Komisi
Pemberantasan Korupsi masih menetapkan Aulia sebagai saksi.(ADO/Indah
Dian Novita dan Bambang Purwanto)

Burhanuddin Abdullah Diancam 20 Tahun Penjara


25/06/2008 12:41 Kasus Korupsi

Burhanuddin Abdullah Diancam 20 Tahun Penjara


Burhanuddin Abdullah di Pengadilan Tipikor. Liputan6.com, Jakarta:
Mantan Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah terancam hukuman 20
tahun penjara. Hal ini terungkap di persidangan Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi, Rabu (25/6).


Dakwaan korupsi yang dikenakan jaksa adalah persetujuan Burhanuddin
untuk menggunakan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI)
sebesar Rp 68,5 miliar untuk penyelesaian politis kasus Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia yang melibatkan beberapa pejabat BI. Aliran
dana lain yang tidak sesuai peruntukannya sekitar Rp 31,5 miliar untuk
anggota DPR saat membahas amandemen Undang-undang tentang BI di DPR [baca: Burhanuddin Abdullah Ditahan ].


Atas dakwaan ini Burhanuddin dikenai pasal berlapis Undang-undang
tindak pidana korupsi serta aturan internal BI tentang prosedur
pengeluaran uang dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.


Burhanudin menyatakan keberatan atas semua dakwaan karena keputusan
itu dibuat bersama oleh anggota Dewan Gubernur BI. Keputusan itu harus
diambil cepat untuk menyelamatkan perekonomian negara akibat krisis
moneter.


Kasus dugaan korupsi aliran dana BI bermula dari laporan Badan
Pemeriksa Keuangan pada November 2006 yang menemukan adanya indikasi
korupsi pada penggunaan dana BI.(IAN/Fira Abdurahman dan Doni Indradi)

Burhanuddin Abdullah Ditahan


10/04/2008 16:13 Kasus Korupsi

Burhanuddin Abdullah Ditahan




 Liputan6.com, Jakarta: Gubernur Bank Indonesia
Burhanuddin Abdullah akhirnya resmi ditahan usai diperiksa di Gedung
Komisi Pemberantasan Korupsi, Jalan H.R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta
Selatan, Kamis (10/4). Dia diperiksa sejak pukul 10.00 WIB hingga 15.00
WIB. Burhanuddin langsung dibawa ke ruang tahanan Markas Besar Polri,
Jalan Trunojoyo Nomor 2, Jaksel, tanpa sempat memberikan keterangan.



Burhanudin ditetapkan sebagai tersangka kasus aliran dana BI kepada
sejumlah anggota DPR periode 1999-2004 yang merugikan negara sekitar Rp
100 miliar. Sebelumnya, KPK juga telah menetapkan sekaligus menahan dua
tersangka lainnya dalam kasus ini. Yaitu, Kepala Biro Komunikasi BI
Rusli Simanjuntak dan mantan Deputi Direktur Hukum Oey Hoey Tiong
[baca: Skandal Dana BI Tanggung Jawab Kolektif?].(RMA/Tim Liputan 6 SCTV)

Skandal Dana BI Tanggung Jawab Kolektif?


03/03/2008 05:27 Singkap

Skandal Dana BI Tanggung Jawab Kolektif?




Anwar Nasution  Liputan6.com, Jakarta: Skandal dana Bank Indonesia
yang melibas sekitar Rp 100 miliar uang negara masih dalam proses di
Komisi Pemberantasan Korupsi. Sudah tiga nama tersangka ditetapkan,
yaitu Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, mantan Kepala Biro Komunikasi
BI Rusli Simanjuntak, dan mantan Deputi Direktur Hukum Oey Hoey Tiong.
Tidak sampai di situ, karena belakangan nama mantan Deputi Gubernur
Senior BI Anwar Nasution ikut disebut-sebut.



Penetapan Burhanuddin sebagai tersangka skandal dana BI rupanya menjadi
awal bagi terkuaknya konspirasi dugaan korupsi di tubuh bank sentral
itu. Karena pada suatu ketika seusai pemeriksaan di KPK, Burhanuddin
menyatakan bahwa dia tak ingin terjerembab sendirian. Tanggung jawab
penggunaan uang Rp 100 miliar untuk antisipasi kasus Bantuan Likuiditas
BI (BLBI) dan amandemen Undang-Undang BI, menurutnya merupakan tanggung
jawab kolektif Dewan Gubernur BI [baca: Burhanuddin Abdullah Diperiksa KPK].



Dari dokumen yang diperoleh Tim Singkap, Anwar Nasution selaku Dewan
Gubernur BI ikut menandatangani keputusan rapat pada tanggal 22 Juli
2003. Agenda rapat tersebut adalah pembentukan Panitia Pengembangan
Sosial Kemasyarakatan yang uangnya diambilkan dari Yayasan Pengembangan
Perbankan Indonesia (YPPI). Belakangan hari diketahui bahwa badan itu
yang menjadi operator pengiriman uang suap ke DPR. Anwar sendiri
membantah terlibat skandal itu [baca: Lagi, Anwar Bantah Terlibat Skandal BI].



Tapi, nada tak sedap tetap meruyak. Dari dokumen notulensi rapat yang
dikirimkan Gubernur BI kepada Anwar Nasution, disebutkan telah terjadi
kesepahaman antara BI dan Badan Pemeriksa Keuangan. Dalam rapat tanggal
1 Juni 2006 itu Gubernur BI menyampaikan tentang penggunaan dana YPPI
dan langkah yang ditempuh BI. Langkah itu berupa kompensasi kepada YPPI
untuk menggunakan tanah BI di Kemang, Jakarta Selatan, dalam bentuk hak
pinjam pakai. Dalam surat ini disebutkan Ketua BPK menyetujui langkah
tersebut.



Namun, dalam surat balasannya tertanggal 8 November 2006 Anwar
membantah. Menurutnya, catatan rapat itu hanya imajinasi si pembuat
notulen alias tidak benar.



Penyidikan skandal dana BI di KPK agaknya bakal merambah kemana-mana.
Sejumlah pejabat BI satu-persatu dimintai keterangan para penyidik KPK.
Bahkan, karena ikut tanda tangan dalam surat keputusan Dewan Gubernur,
Anwar pun sempat disergap nada miring bahwa dirinya ikut menikmati
aliran dana BI yang digunakan untuk memperlancar dirinya jadi Ketua BPK.



Kini pendulum ada di tangan KPK. Jika sifatnya adalah
pertanggungjawaban kolektif, bukti hitam di atas putih yang dimiliki
KPK bisa dikatakan sudah cukup kuat. Beranikah KPK mengusut dan
menangkap pelaku konspirasi korupsi dana BI? Bahasan selengkapnya dapat
disaksikan dalam tayangan Singkap, yang merupakan hasil kerja sama Liputan 6 SCTV dengan Koran Tempo. Laporan ini juga dapat dilihat dalam Koran Tempo edisi Senin, 3 Maret 2008.(ADO/Tim Singkap)

Burhanuddin Abdullah Diperiksa KPK


21/02/2008 06:15 Kasus Korupsi

Burhanuddin Abdullah Diperiksa KPK




Liputan6.com, Jakarta:

Meski mengaku kecewa, Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah akan
tetap mendukung langkah Komisi Pemberantasan Korupsi mengusut tuntas
kasus aliran dana BI yang menyeret nama-nama petinggi di republik ini.
"Kita dukung KPK untuk menyelesaikan persoalan ini dengan
sebaik-baiknya dan seadil-adilnya sampai selesai," kata Burhanuddin
usai menjalani pemeriksaan selama sembilan jam di Kantor KPK di Jakarta
Pusat, Rabu (20/2) pukul 18.00 WIB [baca: Burhanuddin Datangi KPK].



Burhanuddin dipanggil KPK sebagai tersangka aliran dana BI. Sebelumnya,
KPK sudah menahan dua tersangka lain yakni Direktur Hukum Oey Hoey
Tiong dan mantan Kepala Biro Rusli Simanjuntak.(BOG/Jasmine Valentine
dan Daeng Tanto)

Lagi, Anwar Bantah Terlibat Skandal BI


22/02/2008 17:59 Kasus Korupsi

Lagi, Anwar Bantah Terlibat Skandal BI




Anwar Nasution Liputan6.com, Jakarta: Mantan Deputi Gubernur Senior
Bank Indonesia yang kini menjabat Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Anwar
Nasution, kembali membantah dirinya terlibat dalam pengucuran dana BI
ke sejumlah anggota DPR. Anwar mengatakan, saat keputusan pengucuran
dana itu diambil, dirinya sedang berada di luar negeri. "Kita serahkan
saja semuanya ke KPK," tegas Anwar di Jakarta, Jumat (22/2).



Dalam dokumen keputusan rapat Dewan Gubernur BI tertanggal 22 Juli 2003
disepakati untuk menyisihkan dana sebesar Rp 100 miliar. Dana itu tak
lain untuk mengatasi masalah Bantuan Likuiditas BI dan amandemen
terhadap Undang-Undang BI di DPR. Menyikapi kasus ini, Gubernur BI
Burhanuddin Abdullah mengatakan Dewan Gubernur BI harus bertanggung
jawab secara kolektif atas putusan itu, kendati tak ikut menandatangani
[baca: Dua Mantan Deputi Gubernur BI Diperiksa].(ADO/Vivi Waluyo)

Dua Mantan Deputi Gubernur BI Diperiksa


21/02/2008 18:42 Kasus Korupsi

Dua Mantan Deputi Gubernur BI Diperiksa




Burhanuddin Abdullah Liputan6.com, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), memeriksa dua mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, yaitu Maman
Somantri dan Maulana Ibrahim, Kamis (21/2), terkait aliran dana BI ke
sejumlah anggota DPR dan penegak hukum. Kendati hanya sebagai saksi,
keterangan keduanya dinilai KPK sangat diperlukan karena mereka pernah
menduduki jabatan yang strategis.



Dalam dokumen keputusan rapat Dewan Gubernur BI tertanggal 22 Juli 2003
disepakati untuk menyisihkan dana sebesar Rp 100 miliar. Dana itu tak
lain untuk mengatasi masalah Bantuan Likuiditas BI dan amandemen
terhadap Undang-Undang BI di DPR. Pada dokumen keputusan rapat itu,
Maulana dan Maman ikut menandatangani. Dokumen ini seolah menguatkan
pernyataan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, bahwa Dewan Gubernur BI
harus bertanggung jawab secara kolektif atas putusan itu.



Pemeriksaan dua mantan Deputi Gubernur BI hari ini makin menambah
panjang daftar pejabat BI yang diperiksa KPK. Sebelumnya, mantan Kepala
Biro Gubernur BI, Rusli Simanjuntak dan mantan Direktur Hukum Oey Hoey
Tiong telah dijadikan tersangka dan ditahan KPK [baca: Gubernur BI Berjanji Akan Taati Hukum].(ADO/Fira Abdurrahman dan Rudi Utomo)

Gubernur BI Berjanji Akan Taati Hukum


16/02/2008 00:18 Kasus Korupsi

Gubernur BI Berjanji Akan Taati Hukum


Burhanudin Abdullah Liputan6.com, Jakarta:
Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah tidak bersedia menjawab
pertanyaan pers mengenai kesediaannya untuk diperiksa tim penyidik
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sehubungan kasus aliran dana Bank
Indonesia. Namun, kata Burhanuddin, Jumat (15/2), sebagai warga negara
yang baik dirinya akan tetap mematuhi hukum.


KPK kemarin telah menahan dua pejabat BI, Oey Hoey Tiong dan Rusli
Simanjuntak. Oey ditahanan di Markas Kepolisian Daerah Metro Jaya,
sedangkan Rusli ditahan di rumah tahanan Brimob, Kelapa Dua Cimanggis,
Depok, Jawa Barat. Sementara Burhanudin meski sudah ditetapkan sebagai
salah satu dari tiga tersangka dalam kasus aliran dana BI, namun hingga
kini belum pernah memenuhi panggilan pemeriksaan di KPK. Alasan harus
ada izin dari Presiden [baca: KPK Belum Tahan Gubernur BI].


Di tempat terpisah, Ketua KPK Antasari Azhar menegaskan, pihaknya
akan terus berupaya mengungkapkan skandal dana BI. Menurut dia, dari
tiga tersangka yang sudah ditetapkan KPK, satu satunya yang belum
ditahan adalah Burhanuddin. KPK rencananya akan memeriksa Burhanudin
pekan depan untuk mendapatkan pembuktian lebih lanjut tentang
keterlibatan dia terkait kasus ini.(IAN/Tim Liputan 6 SCTV)

KPK Belum Tahan Gubernur BI


15/02/2008 05:16 Kasus Korupsi

KPK Belum Tahan Gubernur BI



Burhanuddin Abdullah
Liputan6.com, Jakarta:

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bidang Penindakan
Chandra M. Hamzah menjelaskan, pihaknya belum menahan Gubernur Bank
Indonesia Burhanuddin Abdullah karena masih menunggu perkembangan
pemeriksaan. KPK rencananya kembali memeriksa Burhanuddin pekan depan.
Demikian dijelaskan Chandra dalam jumpa pers, Kamis (14/2) malam.



Kemarin, dua pejabat BI, Oey Hoey Tiong dan Rusli Simanjuntak, resmi
ditahan oleh KPK. Oey Hoey Tiong langsung dibawa menuju tahanan
Kepolisian Daerah Metro Jaya. Sedangkan Rusli Simanjuntak ditahan di
Rumah Tahanan Brigade Mobil, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Akan tetapi
belum ada anggota DPR yang disangka menerima uang haram BI yang
ditetapkan sebagai tersangka [baca: BK DPR Bungkam Soal Agenda dengan KPK].(BOG/Tim Liputan 6 SCTV)

BK DPR Bungkam Soal Agenda dengan KPK


14/02/2008 18:35 Kasus Korupsi

BK DPR Bungkam Soal Agenda dengan KPK

Oey Hoey Tiong Liputan6.com, Jakarta:
Pemeriksaan massal digelar Komisi Pemberantasan Korupsi pada Kamis
(14/2). Selain beberapa pejabat Bank Indonesia, KPK didatangi Badan
Kehormatan DPR. Rombongan BK DPR tiba di Gedung KPK di Jalan H.R.
Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, sekitar pukul 14.00 WIB.
Rombongan yang dipimpin Gayus Lumbuun ini tutup mulut seputar agenda
kedatangan mereka ke KPK. Yang pasti, hingga petang ini belum ada
anggota DPR yang disangka menerima uang haram Bank Indonesia ditetapkan
sebagai tersangka.


Sekitar 10 menit sebelumnya, mantan anggota DPR Komisi IX Hamka
Yandu juga memenuhi panggilan KPK. Wakil Rakyat yang disangka menerima
uang aliran dana BI ini sempat dua kali mangkir. Selain Hamka, KPK juga
memeriksa beberapa pejabat BI seperti Anwar Nasution, Erman Suherman,
Iwan Prawiranata, serta dua tersangka kasus aliran dana BI Rusli
Simanjuntak dan Oey Hoey Tiong [baca: Anwar Nasution Diperiksa KPK].


Sementara itu dua pejabat BI Oey Hoey Tiong dan Rusli Simanjuntak
resmi ditahan KPK. Oey Hoey Tiong langsung dibawa menuju tahanan
Kepolisian Daerah Metro Jaya. Sedangkan Rusli Simanjuntak ditahan di
Rumah Tahanan Brigade Mobil, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.(TOZ/Tim
Liputan 6 SCTV)

AnwAnwar Nasution Diperiksa KPK


14/02/2008 12:51 Kasus Korupsi

Anwar Nasution Diperiksa KPK


LAnwar Nasution iputan6.com, Jakarta:
Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Anwar Nasution, Kamis (14/10)
sekitar pukul 10.00 WIB, memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan
Korupsi. Anwar dipanggil sebagai saksi dalam kasus aliran dana Bank
Indonesia yang merugikan negara sebesar Rp 100 miliar.


Usai diperiksa Anwar tidak mau menjelaskan status pemanggilan
dirinya oleh KPK. Dia dipanggil sebagai mantan Deputi Gubernur BI atau
sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan. Sebagai Ketua BPK dia mengaku
sudah menjelaskan semua perkara aliran dana haram ini sejak 2006 silam [baca: BK DPR Panggil Auditor BPK ].


Sebelumnya, Aulia Pohan, besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
juga menjalani pemeriksaan di KPK selama sepuluh jam. Aulia adalah
mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia. Pemeriksaan Aulia berakhir pukul
21.00 WIB [baca: Bun Bun Hutapea dan Aulia Pohan Diperiksa KPK].


Rencananya, siang ini Badan Kehormatan DPR akan menemui KPK untuk
membicarakan nama-nama anggota Dewan yang disangka menerima aliran dana
BI senilai Rp 31,5 miliar. Selama kasus ini bergulir anggota DPR yang
menerima uang haram tersebut belum ada yang ditetapkan menjadi
tersangka.(IAN/Tim Liputan 6 SCTV)

BK DPR Panggil Auditor BPK


23/11/2007 05:51 Kasus Korupsi

BK DPR Panggil Auditor BPK


Anwar Nasution

Liputan6.com, Jakarta:

Skandal aliran dana Bank Indonesia ke DPR semakin terbuka. Surachmin,
saksi ahli yang juga auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),
mengungkapkan aliran dana BI ke DPR memang disalahgunakan. "Seharusnya
dana itu digunakan untuk pendidikan perbankan," tutur Surachmin saat
dipanggil Badan Kehormatan DPR di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Kamis
(22/11) [baca: BK DPR Akan Panggil Ahli Audit].



Dugaan penyelewengan itu juga ditegaskan Ketua BPK Anwar Nasution.
Anwar mengatakan, meski dana itu dikucurkan saat dia menjabat Deputi
Gubernur Senior BI, tidak berarti dia turut mengucurkan dana itu. Anwar
pun bersedia untuk diperiksa.



Diduga, kasus ini melibatkan banyak pihak seperti pejabat BI dan
anggota DPR. Tak heran, upaya untuk membekukan kasus ini cukup besar.
Saat dikonfirmasi, baik pejabat BI maupun DPR serentak menolak
berkomentar. "Tanya saja ke BK DPR," ucap Paskah Suzetta, mantan Ketua
Komisi Keuangan dan Perbankan (Komisi IX) DPR periode 1999-2004.



Skandal dana BI bermula ketika bank sentral mengeluarkan dana Rp 100
miliar yang diambil dari Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia untuk
pembahasan Undang-undang BI di DPR serta biaya advokasi pejabat BI yang
terlibat masalah hukum. Kucuran dana itu dinilai bermasalah lantaran
seharusnya digunakan untuk pengembangan perbankan nasional [baca: Auditor BPK: Dewan Gubernur BI Bisa Dipidana].(BOG/Tim Liputan 6 SCTV)

Bun Bun Hutapea dan Aulia Pohan Diperiksa KP


13/02/2008 17:58 Kasus Korupsi

Bun Bun Hutapea dan Aulia Pohan Diperiksa KPK


Bun Bunan Hutapea (tengah) tiba di Gedung KPK, Jakarta. Liputan6.com, Jakarta:
Komisi Pemberantasan Korupsi masih memeriksa sejumlah pejabat Bank
Indonesia terkait skandal dana bank sentral itu. Rabu (13/2) siang,
Deputi Gubernur BI Bun Bunan Hutapea dan mantan Deputi BI Aulia Pohan
menjalani pemeriksaan di Gedung KPK di Jakarta.


Bun Bunan Hutapea dianggap mengetahui aliran dana yang sebagian di
antaranya mengalir pada DPR pada 2003. Pemeriksaan Bun Bunan Hutapea
adalah yang ketiga dalam satu pekan ini. Terkait skandal dana BI, KPK
telah memeriksa sejumlah pejabat meskipun masih dalam kapasitas sebagai
saksi.


Sebelumnya Aulia Pohan yang juga besan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono diperiksa KPK sebagai saksi. Rencananya Ketua Badan Pemeriksa
Keuangan Anwar Nasution dan anggota DPR, Hamka Yandhu akan diperiksa
KPK, Kamis besok. Kedatangan Aulia ini tidak diketahui para wartawan.


Kasus aliran dana sebesar Rp 100 miliar ini melibatkan banyak pihak.
Gubernur BI Burhanuddin Abdullah telah ditetapkan sebagai tersangka.
Mantan anggota DPR Antony Zeidra Abidin juga ikut diperiksa KPK [baca: Antony Diperiksa KPK].(JUM/Tim Liputan 6 SCTV)

Sekilas tentang Adinda Bakrie - maap kalo nambah terus

Jumat, 25 Juli 2008 | 11:43 WIB

Siapa sebenarnya Adinda Bakrie? Berdasarkan penulusuran di internet, Adinda Bakrie adalah putri bungsu Indra Bakrie dan Dotty Suraida. Adinda memiliki saudara, yakni Eda Bakrie dan Intania Bakrie.

Orangtua Adinda berpisah. Kini, Indra Bakrie beristrikan Gaby Bakrie (dulu sebelum menikah memakai nama Gaby Djorghi). Sementara ibu kandungnya, Dotty Suraida, menikah lagi dengan Arwin Rasyid.

Arwin adalah bankir senior yang telah malang melintang di dunia perbankan di mana sebelumnya pernah menjabat sebagai Direktur Utama (Dirut) Bank Danamon serta Dirut Telkom. Saat ini Arwin ditunjuk untuk memimpin bank hasil merger PT Bank CIMB Niaga Tbk (Bank Niaga) dan PT Bank Lippo Tbk.

Adinda sendiri kini termasuk dalam sosialita (kalangan atas) di negeri ini. Teman-temannya sesama kalangan sosialita, antara lain Manohara Pinot, Janna K Soekasah, Amanda Soekasah, Indah Saugi, Elsa Kurniawan, Vashty Soegomo, Wulan Guritno, Dias Sastrowardoyo, Renny Sutiyoso, Kiki Utara, Ronald Liem, Rachmat Harsono, Livia Prananto, Fitria Yusuf, Tirza Tabitha, Jessica Nathalie, dan Ermanda Saskia Siregar.

Mereka terkenal memiliki selera tinggi dalam segala hal, baik berupa barang maupun penampilan. Ini tak aneh lantara mereka semua berasal dari keluarga yang cukup berada.

Untuk urusan pendidikan, Adinda cukup cerdas. Ia lulus dengan gelar magna cumlaude dari sekolah bisnis terkemuka, Babson College, Massachusetts, Amerika Serikat. la hanya 'terpeleset' beberapa poin sehingga tidak mendapat gelar summa cumlaude, gelar tertinggi.

Kabarnya, setelah lulus Adinda diterima bekerja di Morgan Stanley, lembaga keuangan bergengsi di Amerika Serikat yang berkedudukan di New York. Namun, ia kemudian memilih untuk kembali pulang ke tanah kelahirannya, Indonesia.

Di sebuah milis di internet, salah seorang peserta milis mengungkapkan bahwa Adinda termasuk orang yang taat beribadah. "Dia (Adinda) agamanya kuat. Saya pernah berkunjung ke tempat dia dan sepupunya tinggal di Boston. Saya kaget melihat di setiap ruangan di kamarnya terbentang sajadah mengarah ke kiblat, lengkap dengan lipatan sarung dan mukena di tempat tidur. Bagi saya, itu menandakan dia itu taat beribadah," ujar peserta milis itu.

Sementara itu, hampir sama dengan Adinda, tak banyak keterangan siapa sebenarnya caIon suami Adinda Bakrie, Seng Hoo Ong. Berdasarkan penelusuran di internet, melalui milis-milis yang beredar diketahui bahwa Seng-Hoo Ong adalah warga negara Singapura.

Di situs pertemanan Friendster, tertulis keterangan bahwa pria jangkung ini berusia 31 tahun. Seng bekerja di Lazard Freres, Central Proteinamira. Seng dan Adinda sama-sama lulusan Babson College, Massachusetts, Amerika Serikat.(Warta Kota/Luc)

-----------------------------------
Mau tau Babson College? Cek link dibawah

http://colleges.usnews.rankingsandreviews.com

Lagi Pernikahan Adinda Bakri - buat arsip dan kenangan

Tak tanggung-tanggung, biaya pernikahannya menelan lebih kurang 10 Milyar rupiah!

Dengan sangat eksklusifnya, ia meminta Preston Bailey untuk mengurusi pernikahannya. Untuk bunganya saja, ia menghabiskan 1 Miliyar rupiah. Menurut kabar yang beredar, untuk mahkota yang nanti dikenakan Adinda, berharga 3 Miliyar Rupiah sedangkan kalung yang (katanya) merupakan hadiah dari sang ayah (kalau kata Adinda, "..murah kok...") berharga 2 Miliyar rupiah. Kabar yang terdengar, Ia juga akan mengundang (meski masih tentative): Sting. Tapi ada juga yang mengatakan kalau group vokal Il Divo juga akan diundang sebagai pengisi acara. Adapun resepsi pernikahan itu akan diadakan di Bali.

WOW!
Sungguh Ironis rasanya! Di tengah teriakan dan isak tangis para korban Lapindo, keluarga Bakrie justru 'membuang uang' sebanyak 10 Miliyar rupiah untuk sebuah pernikahan. Tidak, tulisan ini sama sekali tidak bermaksud sirik atau iri hati. Hanya saja, saya berpikir, terbuat dari apa ya hati keluarga Bakrie? Indra Bakrie sebagai pemilik saham terbesar di Lapindo seakan lepas tangan dari tanggung jawab moral kepada para penduduk Lapindo yang sampai saat ini masih terlantar. Saya tidak menyebutnya lari dari tanggung jawab, tapi apa iya bisa disebut wajar disaat ia harus bertanggung jawab pada masyarakat Lapindo, ia malah mempestakan anaknya sebesar 10 Miliyar rupiah? Oke lah itu Adinda adalah anaknya, tapi menurut hemat saya, kalau saja ia berbaik hati menyumbangkan setidaknya 1 Milyar rupiah pada masyarakat Lapindo, paling tidak para pengungsi Lapindo bisa merasakan makan yang lebih layak selama satu - dua minggu.





Weeekkkk:Bali, Samaya

Buat Yang Masih Sekolah - nih

http://uk.geocities.com/uconkie/img/anak_sekolah.jpg

Aburizal Bakri Mantu



Resepsi pernikahan ponakan Aburizal Bakrie, Adinda dan Seng-Hong Ong yang berlangsung Sabtu malam (25/7) di Hotel Mulia, Senayan berlangsung meriah dan super wah! Resepsi keluarga orang terkaya di Indonesia itu tak pelak mengundang kontroversi. Sebab, ayah dari Adinda, Indra Bakrie adalah pemilik PT Lapindo Brantas Inc yang saat ini masih punya dosa terhadap ratusan warga tiga desa di Sidoarjo karena belum juga mendapat ganti rugi. IWAN UNGSI / JAWA POS

Aburizal Mantu



Resepsi pernikahan ponakan Aburizal Bakrie, Adinda dan Seng-Hong Ong yang berlangsung Sabtu malam (25/7) di Hotel Mulia, Senayan berlangsung meriah dan super wah! Resepsi keluarga orang terkaya di Indonesia itu tak pelak mengundang kontroversi. Sebab, ayah dari Adinda, Indra Bakrie adalah pemilik PT Lapindo Brantas Inc yang saat ini masih punya dosa terhadap ratusan warga tiga desa di Sidoarjo karena belum juga mendapat ganti rugi. IWAN UNGSI / JAWA POS

Archives